Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa yang Dialami Astronaut Baru saat Berada di Luar Angkasa?

momen astronaut Tracy Caldwell Dyson saat berada di modul International Space Station (commons.wikimedia.org/NASA/Tracy Caldwell Dyson)

Sejak tahun 1960-an, umat manusia sudah menapaki babak baru dalam eksplorasi alam semesta. Setelah bermilenia sebelumnya kita berfokus pada penjelajahan Bumi, pada pertengahan abad ke-20 itu manusia merentangkan sayapnya ke langit, tepatnya menuju luar angkasa. Ada banyak kisah menakjubkan, heroik, hingga tragis yang mengiringi perjalanan umat manusia ke luar angkasa sejak Yuri Gagarin pertama kali melakukannya pada 12 April 1961.

Sampai saat ini, sudah banyak hal yang kita eksplorasi tentang luar angkasa. Mulai dari fenomena-fenomena di tata surya, objek-objek luar angkasa yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan, hingga membangun wahana antariksa raksasa bernama International Space Station. Dari seluruh pencapaian prestisius tersebut, tentunya ada peran para astronaut yang sangat berdedikasi untuk mencapai misi tertentu begitu mereka diterbangkan ke angkasa luar.

Nah, dari situ, ada satu pertanyaan yang pasti muncul di dalam benak kita begitu mendengar ada manusia yang dikirim ke luar angkasa. Sebagaimana yang kita ketahui, kondisi luar angkasa itu benar-benar berbeda jika dibandingkan dengan Bumi sehingga tidak mungkin seorang astronaut tidak merasakan perubahan pada tubuh mereka. Kira-kira apa yang terjadi pada tubuh astronaut saat dirinya pertama kali berada di luar angkasa, ya? Yuk, cari tahu jawabannya bersama-sama di bawah ini!

1. Mengalami space sickness

astronaut Jessica Watkins yang sedang bermain gelembung di angkasa luar (commons.wikimedia.org/NASA/Kjell Lindgren)

Saat astronaut pertama kali terbang ke luar angkasa, tubuh mereka jelas mengalami perubahan signifikan secara tiba-tiba. Misalnya saja, keadaan gravitasi yang jauh lebih lemah dibanding di Bumi membuat tubuh terombang-ambing yang jelas tetap membuat tidak nyaman, sekalipun sebelumnya astronaut sudah menjalani pelatihan intensif di Bumi. Rasa tidak nyaman tersebut dialami oleh organ-organ tubuh tertentu secara intens sehingga menyebabkan astronaut mengalami space sickness.

Dilansir JAXA, di area telinga bagian dalam kita, ada organ bernama vestibular yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan tubuh dari gravitasi dan akselerasi dengan cara mengirim sinyal elektrik ke otak. Saat berada di ruang hampa dengan gravitasi yang minim untuk pertama kalinya, organ tersebut akan kebingungan untuk menyeimbangkan tubuh seorang astronaut. Akibat dari kebingungan yang dialami organ vestibular, sinyal yang dikirimkan jadi berubah sampai membuat otak astronaut jadi bingung dan berakhir pada rasa pusing, mual, hingga muntah-muntah.

Untungnya, kondisi space sickness ini tidak berlangsung lama. Otak astronaut yang kebingungan atas sinyal dari organ vestibular dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam waktu yang relatif cepat. Umumnya, hanya dalam kurun waktu beberapa hari, otak mereka sudah bisa beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang minim gravitasi.

2. Berkurangnya massa tulang dan otot

Kondisi angkasa luar yang minim gravitasi membuat tulang dan otot astronaut tidak perlu bekerja keras. (commons.wikimedia.org/NASA/Nicole Mann)

Lagi-lagi kondisi minim gravitasi di luar angkasa akan mempengaruhi organ tubuh astronaut yang pergi ke sana. Kali ini ada tulang dan otot dari astronaut yang akan mengalami pengurangan massa begitu berada di luar angkasa, khususnya pada misi dengan durasi yang panjang. Adapun, alasan mengapa tulang dan otot yang mengecil ini cukup menarik.

Baylor College of Medicine melansir bahwa di luar angkasa sana, tulang astronaut tidak perlu menanggung beban tambahan yang biasa dihasilkan dari gravitasi Bumi. Alhasil, tulang mereka tidak perlu bekerja ekstra dan mulai kehilangan kepadatan tulang tersebut. Biasanya, bagian tulang yang paling sering mengalami penurunan massa bagi astronaut itu berada di area bawah tubuh yang meliputi tulang kaki, pinggul, dan tulang belakang.

Sementara itu, penurunan massa otot berkaitan dengan penggunaan kekuatan otot yang berkurang di luar angkasa. Dengan kondisi minim gravitasi, astronaut tidak perlu menggunakan kekuatan otot terlalu besar untuk bergerak ke sana-sini. Maka dari itu, otot yang tidak banyak digunakan itu mulai melemah. Parahnya lagi, pelemahan otot ini juga berpengaruh pada sistem kardiovaskular sehingga aliran darah akan jadi lebih sedikit saat astronaut berada di luar angkasa.

Pelemahan otot ini jelas dapat membahayakan astronaut. Maka dari itu, lembaga-lembaga antariksa yang hendak mengirimkan astronaut ke luar angkasa selalu melatih mereka dengan olahraga yang teratur, baik sebelum atau ketika berada di luar angkasa. Oh iya, pengurangan massa tulang dan pelemahan otot ini merupakan alasan yang membuat astronaut terlihat agak lemas saat mereka mendarat ke Bumi pasca menyelesaikan misi terbang ke luar angkasa.

3. Wajah terlihat membengkak

astronaut Woody Hoburg di ruang tangan robotik (commons.wikimedia.org/NASA)

Organ vestibular bukan jadi satu-satunya bagian tubuh yang mengalami perubahan besar saat astronaut berada di luar angkasa untuk pertama kalinya. Nyatanya, seluruh cairan yang ada di dalam tubuh manusia tidak memiliki sistem peredaran yang teratur karena kondisi lingkungan yang minim gravitasi. Alhasil, perubahan pada bagian tubuh yang kasat mata, semisal wajah, dari para astronaut akan sangat terlihat.

Dilansir Explorer Web, di Bumi, cairan tubuh, khususnya darah manusia selalu berkumpul di bagian bawah tubuh dan sudah menjadi tugas jantung untuk mengedarkannya ke seluruh tubuh. Namun, pada kondisi minim gravitasi di luar angkasa, darah yang ada di tubuh mampu didistribusikan secara merata ke seluruh tubuh astronaut. Maka dari itu, wajah (tidak termasuk otak) yang biasanya tidak menerima banyak suplai darah mulai mengakumulasi cairan tersebut hingga terlihat membengkak.

Meski terlihat mengkhawatirkan, sebenarnya pembengkakan pada wajah astronaut ini merupakan hal yang wajar. Setelah astronaut tersebut kembali ke Bumi, wajahnya akan kembali normal setelah beberapa minggu. Meskipun begitu, terkadang rasa pusing saat berdiri tetap bisa dirasakan astronaut setelah kembali dari luar angkasa.

4. Masalah psikologis yang dapat dialami astronaut baru di luar angkasa

astronaut Frank Rubio berada di modul cupola yang memiliki ruang sempit (commons.wikimedia.org/NASA/Nicole Mann)

Tak hanya masalah biologis yang dapat dirasakan astronaut baru saat pertama kali berada di luar angkasa. Ada beberapa masalah psikologis yang dapat mereka rasakan, sekalipun sebenarnya potensi masalah tersebut sudah diberi pelatihan tentang cara menanggulanginya. Alasan utama dari masalah psikologis ini disebabkan oleh kondisi terisolir dan terkungkung yang dialami astronaut ketika berada di luar angkasa.

Berbeda saat berada di Bumi, dimana kita bebas bergerak ke mana pun, astronaut tidak boleh atau tidak bisa bergerak jauh-jauh dari wahana antariksa mereka yang relatif kecil. Selain itu, astronaut mungkin saja merasa terisolasi dari manusia lain, mengingat hanya ada segelintir orang saja yang tinggal (untuk sementara) di luar angkasa sehingga bisa saja menyebabkan depresi. Masalah psikologis ini tak hanya mempengaruhi mental astronaut, tetapi juga perilaku mereka.

BBC melaporkan bahwa kebiasaan astronaut akan berubah drastis ketika berada di luar angkasa. Misalnya saja, jam internal di dalam tubuh mereka akan kacau karena situasi peredaran Matahari yang berbeda di luar angkasa. Selain itu, masalah tidur yang tidak sesuai atau tidak berkualitas jelas dapat membahayakan astronaut itu sendiri jika tidak diatasi. Untuk itu, lembaga antariksa sudah menerapkan berbagai teknologi yang dapat membuat wahana antariksa tempat tinggal astronaut memiliki "jadwal" yang sama dengan Bumi sehingga masalah jam tidur ini dapat diatasi.

Kalau kita melihat video-video astronaut yang melayang di udara, mungkin saja terpikir dalam benak kita kalau pekerjaan tersebut sangat menyenangkan. Memang, dengan menjadi astronaut, seseorang akan memperoleh pengalaman unik yang hanya dirasakan segelintir manusia dalam sejarah.

Perjuangan untuk menjadi astronaut jelas bukan sesuatu yang mudah. Tak hanya pelatihan intensif yang harus dijalani sebelum berangkat ke luar angkasa, ternyata astronaut tetap harus bisa beradaptasi di lingkungan yang masih cukup asing bagi tubuh manusia. Menakjubkan sekali, ya, dedikasi seorang astronaut! 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anjar Triananda Ramadhani
EditorAnjar Triananda Ramadhani
Follow Us