Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bagaimana Astronom di Peradaban Kuno Bekerja? Berikut 7 Faktanya!

ilustrasi instrumen astronomi pada masa Tiongkok Kuno (wikimedia.org/Gmbsfd)
ilustrasi instrumen astronomi pada masa Tiongkok Kuno (wikimedia.org/Gmbsfd)
Intinya sih...
  • Peradaban kuno mengembangkan sistem astronomi untuk navigasi, pertanian, dan kepercayaan spiritual.
  • Astronom Romawi menggunakan kalender Julian dan alat astronomi untuk navigasi laut.
  • Astronom Tiongkok, Mesopotamia, Mesir Kuno, Yunani Kuno, Inca, Celtic, dan Norse memiliki kontribusi unik dalam pengembangan ilmu astronomi.

Sejak zaman kuno, manusia telah mengamati langit untuk memahami dunia di sekitar. Berbagai peradaban menciptakan sistem astronomi unik yang tidak hanya membantu mereka dalam navigasi dan pertanian, tetapi juga dalam kepercayaan spiritual dan sosial.

Astronom kuno bekerja tanpa teleskop modern, tetapi mereka mampu mengembangkan sistem kalender, memprediksi gerhana, dan bahkan memahami pergerakan planet dengan akurasi yang mengesankan. Berbagai alat seperti jam matahari, astrolab, dan kuadran digunakan untuk melakukan pengukuran astronomi.

Beberapa peradaban bahkan membangun monumen besar seperti Stonehenge dan piramida yang berfungsi sebagai observatorium astronomi. Ilmu astronomi pada masa itu juga masih erat kaitannya dengan astrologi, di mana banyak budaya percaya bahwa posisi bintang dan planet dapat memengaruhi kehidupan manusia. Lalu, bagaimana para astronom di peradaban kuno ini bekerja? Berikut 7 faktanya!

1.Romawi

ilustrasi instrumen astronomi gnomon (wikimedia.org/Jakub Hałun)
ilustrasi instrumen astronomi gnomon (wikimedia.org/Jakub Hałun)

Astronomi di zaman Romawi banyak dipengaruhi oleh Yunani, terutama melalui karya Ptolemaeus. Dilansir laman Britannica, para astronom Romawi mengembangkan kalender Julian yang didasarkan pada perhitungan astronomi yang lebih akurat dibandingkan kalender sebelumnya.

Mereka juga menggunakan gnomon (jam matahari) dan berbagai alat lainnya untuk menentukan waktu dan musim. Ilmu astronomi ini juga berperan penting dalam navigasi laut, terutama bagi angkatan laut Romawi yang mengandalkan posisi bintang untuk pelayaran jarak jauh.

Meskipun astronomi lebih sering digunakan untuk keperluan praktis, astrologi juga berkembang pesat di Kekaisaran Romawi. Kaisar dan bangsawan sering berkonsultasi dengan peramal untuk mengetahui ramalan berdasarkan posisi bintang dan planet.

2.Tiongkok

ilustrasi instrumen astronomi armillary Tiongkok (wikimedia.org/VoDeTan2Dericks-Tan)
ilustrasi instrumen astronomi armillary Tiongkok (wikimedia.org/VoDeTan2Dericks-Tan)

Astronomi Tiongkok berkembang secara independen dan memiliki catatan pengamatan langit yang sangat rinci sejak 2000 SM. Kaisar Tiongkok sering memerintahkan para astronom kerajaan untuk mengamati langit, karena fenomena astronomi dianggap sebagai tanda-tanda ilahi yang mempengaruhi kekuasaan mereka. Dilansir laman The Hour Glass, para astronom Tiongkok menggunakan instrumen seperti bola armilari dan jam air untuk mengukur pergerakan benda langit. Mereka juga mencatat kemunculan komet, gerhana matahari, dan supernova dengan sangat detail dan beberapa di antaranya masih digunakan dalam penelitian astronomi modern.

Salah satu kontribusi terbesar Astronom Tiongkok adalah kalender lunisolar yang menggabungkan siklus bulan dan matahari untuk menentukan waktu pertanian dan perayaan tradisional. Sistem perhitungan waktu dan metode pengamatan mereka ini terus berkembang dan menjadi dasar dalam astronomi Timur selama berabad-abad.

3.Mesopotamia

ilustrasi tablet yang digunakan oleh astronom Mesopotamia (wikimedia.org/Zunkir)
ilustrasi tablet yang digunakan oleh astronom Mesopotamia (wikimedia.org/Zunkir)

Mesopotamia dianggap sebagai salah satu peradaban pertama yang memiliki sistem astronomi tertulis. Dilansir laman Astrobites, para astronom Babilonia menggunakan sistem matematika berbasis 60 untuk menghitung siklus bulan dan matahari yang masih berpengaruh dalam pembagian waktu modern (seperti 60 menit dalam satu jam).

Mereka juga mengembangkan salah satu kalender paling awal dan mampu memprediksi gerhana dengan cukup akurat. Tablet tanah liat yang ditemukan di wilayah ini menunjukkan bahwa mereka telah mencatat posisi planet selama berabad-abad termasuk poisisi Matahari, Bulan, dan Bumi. Mereka menggunakan kuadran sederhana dan papan berlubang untuk mengukur sudut benda langit.

Selain itu, astronomi Mesopotamia erat kaitannya dengan astrologi, di mana pergerakan planet diinterpretasikan sebagai pesan dari para dewa. Warisan mereka diteruskan oleh Yunani, dan Romawi-lah yang mengadopsi banyak prinsip astronomi dari peradaban ini.

4.Mesir Kuno

ilustrasi instrumen astronomi Mesir Kuno yaitu merkhet (wikimedia.org/Science Museum Group)
ilustrasi instrumen astronomi Mesir Kuno yaitu merkhet (wikimedia.org/Science Museum Group)

Astronomi Mesir Kuno sangat berhubungan dengan agama dan arsitektur mereka. Mereka menggunakan bintang Sirius untuk menentukan waktu banjir Sungai Nil, yang menjadi acuan utama dalam kalender mereka.

Dilansir laman Egypt Tours Portal, para pendeta Mesir mengamati langit dari kuil-kuil mereka dan menggunakan alat seperti merkhet (sejenis jam bintang) untuk mengukur waktu di malam hari. Mereka juga membagi langit menjadi 36 dekade bintang, yang digunakan sebagai sistem penentuan waktu.

Astronomi juga digunakan dalam pembangunan kuil dan makam, dengan orientasi yang sering dikaitkan dengan titik balik matahari atau konstelasi tertentu. Salah satu bukti paling nyata dari keahlian astronomi Mesir adalah penyelarasan piramida dengan bintang-bintang tertentu.

5.Yunani Kuno

ilustrasi instrumen astronomi astrolab (wikimedia.org/JAMET Bertrand)
ilustrasi instrumen astronomi astrolab (wikimedia.org/JAMET Bertrand)

Yunani Kuno memiliki kontribusi besar dalam mengembangkan astronomi sebagai ilmu pengetahuan sistematis. Tokoh seperti Aristoteles, Hipparchus, dan Ptolemaeus mengembangkan teori-teori yang menjadi dasar astronomi modern. Dilansir laman Greek Reporter, mereka menggunakan astrolab, bola armilari, dan berbagai instrumen lainnya untuk menghitung posisi benda langit.

Hipparchus adalah salah satu astronom pertama yang menciptakan katalog bintang dan menghitung presesi ekuinoks (posisi matahari yang berada tepat di ekuator). Sementara itu, Ptolemaeus menyusun model geosentris yang menggambarkan Bumi sebagai pusat alam semesta, sebuah konsep yang bertahan hingga zaman Renaisans. Meskipun model ini akhirnya digantikan oleh teori heliosentris, kontribusi para astronom Yunani tetap menjadi dasar dalam pengembangan ilmu astronomi.

6.Inca

ilustrasi Intihuatana Machu Picchu (wikimedia.org/McKay Savage)
ilustrasi Intihuatana Machu Picchu (wikimedia.org/McKay Savage)

Peradaban Inca memiliki astronomi yang sangat erat kaitannya dengan pertanian dan kepercayaan mereka. Mereka mengamati pergerakan Matahari, Bulan, dan bintang untuk menentukan musim tanam dan panen. Mereka juga mengenal konsep konstelasi gelap, yaitu pola bintang yang terbentuk oleh celah dalam jalur Bima Sakti.

Dilansir laman Salkantay Trekking, observatorium utama mereka, seperti Intihuatana di Machu Picchu, digunakan untuk melacak gerak Matahari sepanjang tahun. Kalender mereka juga berbasis pada siklus Matahari dan diselaraskan dengan perayaan keagamaan.

Para pendeta Inca bertanggung jawab dalam mengamati langit dan menafsirkan fenomena astronomi sebagai tanda dari para dewa. Hingga saat ini, pengetahuan astronomi Inca tetap digunakan oleh masyarakat Andes dalam praktik pertanian tradisional.

7.Celtic dan Norse

ilustrasi Stonehenge (wikimedia.org/garethwiscombe)
ilustrasi Stonehenge (wikimedia.org/garethwiscombe)

Dilansir laman Ancient Origins, bangsa Celtic dan Norse memiliki tradisi astronomi yang unik, terutama dalam bentuk monumen batu yang selaras dengan siklus astronomi. Stonehenge di Inggris, misalnya, diduga digunakan sebagai kalender raksasa untuk menandai titik balik Matahari dan ekuinoks.

Selain itu, bangsa Norse menggunakan bintang dan Matahari sebagai alat navigasi saat berlayar melintasi lautan. Mereka juga memiliki mitologi yang mengaitkan konstelasi dengan dewa-dewa mereka, seperti Bima Sakti yang disebut sebagai "Jalan Para Dewa."

Rasi bintang biasanya digunakan sebagai panduan dalam menentukan waktu musim dingin dan musim panas. Mereka tidak memiliki sistem tertulis yang kuat dalam astronomi, tetapi pengetahuan ini diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Jejak astronomi mereka ini masih bisa ditemukan dalam kalender dan perhitungan musim di daerah Eropa Utara.

Astronomi di masa peradaban kuno berkembang dengan cara yang berbeda di setiap wilayah, tetapi semuanya memiliki kesamaan dalam mengamati langit untuk keperluan praktis dan spiritual. Dari kalender Romawi yang bertahan hingga kini, hingga sistem navigasi bangsa Norse yang memungkinkan mereka menjelajah lautan, ilmu astronomi telah membantu manusia memahami dunia. Meskipun tanpa teleskop atau teknologi modern, mereka mampu membuat prediksi akurat tentang gerhana, pergerakan planet, dan perubahan musim. Dengan demikian, banyak dari metode yang mereka kembangkan masih menjadi dasar dalam astronomi modern masa ini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us