Rodeo, Olahraga Khas Amerika yang Lekat dengan Budaya Koboi 

Antara warisan budaya dan machismo

Rodeo adalah cabang olahraga yang dipercaya menggaungkan nilai-nilai dan gaya hidup Amerika. Mulai dari kostum yang dipakai para atletnya sampai prinsip-prinsip patriotisme dan maskulinitas yang ditampilkan, semuanya menjelma jadi ikon khas Amerika. Kita mungkin mengenalnya dengan istilah cowboy atau koboi dalam bahasa Indonesia. 

Bagaimana asal-usulnya? Lantas, bagaimana perkembangannya di masa kini? Berikut ulasan sejarah dan perkembangan olahraga rodeo. 

1. Sejarawan sepakat rodeo berasal dari Meksiko

Rodeo, Olahraga Khas Amerika yang Lekat dengan Budaya Koboi rider rodeo (pexels.com/Tony Mucci)

Merujuk tulisan Pearson dan Haney yang berjudul "The Rodeo Cowboy", rodeo bisa ditarik dari Zaman Perunggu, tepatnya peradaban Minoan-Mycenaean. Beberapa mural pada masa itu menunjukkan gambaran ritual yang melibatkan banteng dan manusia dengan gerakan-gerakan akrobatik. 

Berabad-abad kemudian, budaya serupa ditemukan berkembang di Spanyol dalam bentuk adu banteng. Selanjutnya, dibawa ke Meksiko ketika mereka melakukan penjelajahan dan pendudukan di Amerika Latin. 

Menariknya, di Meksiko, budaya adu banteng justru mengalami pergeseran. Dilansir LeCompte dalam tulisannya “The Hispanic Influence on the History of Rodeo, 1823-1922", pada abad ke-16, muncul festival yang salah satunya menampilkan pertunjukan pria yang berjuang bertahan di atas punggung kuda dengan hanya berpegangan pada tali. Pertunjukan tersebut dikenal dengan istilah rodeo. 

Para penampilnya disebut vaqueros, yaitu pria yang mengelola peternakan dengan keterampilan-keterampilan spesial mereka. Kebanyakan merupakan orang mestizo atau campuran penduduk asli benua Amerika dengan pendatang asal Spanyol). Dalam bahasa Inggris, vaqueros diterjemahkan menjadi cowboy. 

2. Awal mula masuk ke Amerika Serikat 

Rodeo, Olahraga Khas Amerika yang Lekat dengan Budaya Koboi suasana peternakan kuda komersial (pexels.com/Brett Sayles)

Menurut Chris La Tray dari Smithsonian Magazine dalam tulisannya yang berjudul "Show Time: The Humble Origins and Complex Future of Cowboy Competitition", rodeo menyebar ke Amerika Utara ketika Amerika Serikat mencaplok Texas dan beberapa bagian dari teritori Meksiko pada 1845. 

Penjelasan detail bisa ditilik dalam tulisan LeCompte. Menurut risetnya, vaqueros didatangkan para orang Anglo—pendatang Inggris yang mendiami Amerika Serikat—pada tahun 1800-an.

Sebelumnya, orang Anglo tertarik dengan kemampuan dan keterampilan mereka menggunakan tali untuk mengendalikan binatang ternak. Bahkan keterampilan tersebut terbukti berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan mereka melawan penjajah Spanyol. 

Ketika akhirnya terjadi pencaplokan atas Texas dan sebagian wilayah Meksiko, para vaqueros pun diajak untuk menjadi bagian dari ranch atau peternakan komersial yang ada di wilayah tersebut. Tak cuma bekerja melatih kuda, banyak yang kemudian dikontrak untuk melakukan pertunjukan. Tak butuh waktu lama, pertunjukan pun berkembang menjadi ajang kompetisi dan kontes. 

Barulah pada tahun 1975, didirikanlah asosiasi atlet rodeo profesional yang membawahi segala kegiatan rodeo di Amerika Serikat dan Kanada. Mereka dikenal dengan nama Professional Rodeo Cowboys Association (PRCA). 

Baca Juga: 5 Fakta Sejarah Domestikasi Kucing, Sudah Terjadi Ribuan Tahun!

3. Punya banyak peran bagi masyarakat Amerika Serikat 

Rodeo, Olahraga Khas Amerika yang Lekat dengan Budaya Koboi atlet rodeo yang sedang berlaga (pexels.com/Andrew Foster)

Pearson dan Haney mencoba menganalisis peran rodeo dalam masyarakat Amerika. Ada tiga peran yang mereka utarakan, yaitu ikon budaya, olahraga, dan bisnis.

Sebagai ikon budaya, rodeo menggaungkan nilai-nilai khas Amerika Serikat seperti budaya koboi dengan kostum, kosakata, serta pola pikir khas mereka. Pola pikir yang dimaksud di sini adalah keberanian mengambil risiko. Rodeo juga membantu perkembangan industri dan film di negara tersebut. 

Sebagai olahraga, rodeo ternyata dijadikan profesi oleh sejumlah komunitas masyarakat Amerika Serikat. Kebanyakan orang mestizo, kulit hitam, penduduk asli benua Amerika, dan criollos (orang Spanyol yang lahir di Amerika Latin).

Liputan Cecily Hilleary dari VOA melansir bahwa warga penduduk asli menggunakan rodeo sebagai cara untuk mengakses kesetaraan. Di masa lalu, mereka sering mendapatkan diskriminasi terutama saat olahraga ini didominasi atlet-atlet kulit putih. 

Peran ketiga dari rodeo adalah sumber penghasilan. Rodeo memungkinkan atlet mendapatkan penghasilan dari penjualan tiket dan hadiah kompetisi. Meskipun, harus diakui pendapatan dari rodeo tidak bisa dibilang stabil. Sebagai alternatif, pegiatnya bisa bekerja menjadi pelatih kuda liar di peternakan komersial. 

4. Lekat dengan machismo dan maskulinitas toksik

Rodeo, Olahraga Khas Amerika yang Lekat dengan Budaya Koboi atlet rodeo (pexels.com/@coldbeer)

Seakan jadi paradoks dari fakta bahwa rodeo adalah olahraga dengan risiko cedera yang tinggi, Pearson dan Haney justru menggunakan istilah "efek narkotik" untuk menjelaskan rodeo bagi para pelakunya. Menurut penelitian mereka, rider atau para atlet rodeo tak ambil pusing dengan risiko, memiliki daya juang yang tinggi, serta cenderung meremehkan cedera. 

Kecelakaan dan rasa sakit yang diakibatkannya dianggap sebagai kebanggaan tersendiri. Bahkan mereka akan tetap berlatih meski harus memakai kruk, perban, atau penyangga tangan. 

Mengutip penelitian Seafrett, dkk yang berjudul "Rodeo Trauma: Outcome Data from 10 Years of Injuries", kebanyakan atlet rodeo mengalami cedera pada bagian kepala dan dada. Sementara,  Elder dan Tincknell, justru menemukan banyak atlet yang mengalami cedera pinggul. 

Guy Gugliotta dari Washington Post pada 1996 juga sempat menyoroti kaitan erat antara olahraga rodeo dengan cedera otak dan sumsum tulang belakang yang bisa berujung pada disabilitas permanen. Para dokter dan ahli memang menyarankan atlet rodeo menggunakan helm dan rompi pelindung, tetapi hal ini sering diabaikan. 

5. Tak luput dari problem dan kritik 

https://www.youtube.com/embed/AlrWRttLTkg

Tak hanya dari sisi kesehatan, tulisan Pearson dan Haney juga menyoroti bagaimana rodeo bisa mempengaruhi kehidupan pribadi para atletnya. Menurut mereka, rider cenderung memiliki masalah dengan komitmen personal dan edukasi. Ini karena mereka dituntut untuk memprioritaskan rodeo di atas segalanya. Mereka juga seringkali dirundung isu ketidakstabilan penghasilan. 

Kehidupan atlet rodeo yang lekat dengan budaya machismo dan maskulinitas toksik digambarkan apik oleh Chloe Zhao dalam filmnya yang berjudul The Rider (2017). Film tersebut terinspirasi dari kisah sejumlah atlet rodeo di sebuah Native American Reservation yang meneruskan hidup dengan disabilitas mereka. 

Selain berisiko untuk atlet, rodeo banyak menerima kritik dari aktivis kesejahteraan hewan. Beberapa organisasi seperti People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) menyoroti penggunaan gawai elektronik dan gesper yang dipasang pada tubuh hewan dengan tujuan memprovokasi mereka agar berlaku agresif. 

PETA juga mengkritik kondisi kandang hewan serta beberapa perlakuan seperti horse-tripping, trik tertentu yang bertujuan menjatuhkan kuda. Namun, pada dua poin ini PRCA sudah menjamin tidak adanya pelanggaran. Dilansir BBC, PRCA juga tidak bersedia disetarakan dengan adu banteng. 

Rodeo adalah olahraga dan ikon budaya yang sudah eksis sejak ribuan tahun lalu. Terlepas dari beragam kritik dan dilema yang menyelimutinya, ia masih dijunjung tinggi oleh komunitas-komunitas tertentu di Amerika Serikat. Meski begitu, Stephen Starr dari National Geographic menemukan bahwa jumlah atletnya terus berkurang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk asli Amerika yang mengadopsi gaya hidup modern dan meninggalkan reservation. 

Baca Juga: Mengenal Sejarah Yoga, Bagaimana Awal Mulanya? 

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya