5 Fakta Monyet Laba-laba Muka Merah, Primata dengan Kelompok Unik

- Monyet laba-laba muka merah tersebar di Amerika Selatan.
- Mereka arboreal dengan ekor prehensil dan kehidupan sosial yang unik.
- Status konservasi mereka rentan punah dan menghadapi berbagai ancaman.
Monyet laba-laba muka merah (Ateles paniscus) termasuk kelompok monyet Dunia Baru. Mereka punya beberapa nama lain yang tak kalah populer, semisal monyet laba-laba hitam maupun monyet laba-laba guyana. Adapun, penamaan monyet laba-laba (genus Ateles) pada primata ini sebenarnya berasal dari lengan dan ekor mereka yang sangat panjang sampai menghasilkan bayangan yang mirip seperti laba-laba.
Kembali ke monyet laba-laba muka merah, tampilan primata ini terbilang cukup mudah dibedakan dengan kerabat yang lain. Seluruh rambut tebal yang tumbuh di tubuh, kecuali wajah, dari monyet ini berwarna hitam pekat. Yang unik dari mereka adalah bagian wajah yang cenderung agak memerah dan rambut di atas kepala yang cukup lebat sampai terlihat seperti gaya potongan rambut yang menawan.
Ukuran monyet laba-laba muka merah terbilang cukup besar dibanding kebanyakan kerabat yang lain. Panjang tubuh (tanpa ekor) primata ini sekitar 54 cm, bobot antara 8,44—9,11 kg, dan panjang ekor sekitar 64—93 cm. Ada beberapa hal menarik yang dimiliki spesies monyet laba-laba ini yang akan segera kita kupas satu per satu. Jadi, kalau ingin kenalan dengan mereka, simak pembahasan di bawah ini, ya!
1. Peta persebaran, habitat, dan makanan favorit

Sebagai bagian primata Dunia Baru, maka persebaran monyet laba-laba muka merah terpusat di benua Amerika. Secara spesifik, mereka ditemukan di Amerika Selatan bagian utara Sungai Amazon yang meliputi wilayah Guyana, Brasil, Suriname, dan Guyana Prancis. Ada pula sedikit kantung populasi yang ditemukan di Peru dan Bolivia.
Dilansir Animalia, habitat utama monyet laba-laba muka merah adalah hutan hujan tropis yang lebat, dekat dengan aliran sungai, serta cukup terisolasi. Mereka banyak menghabiskan waktu di atas pepohonan ketimbang menyentuh tanah. Rata-rata ketinggian pohon yang mereka pilih sebagai tempat tinggal itu sekitar 25 meter. Primata ini termasuk hewan diurnal sehingga aktivitas banyak dilakukan selama Matahari masih terbit.
Salah satu aktivitas yang rutin dilakukan monyet ini tentunya adalah mencari makan. Mereka tergolong hewan herbivor. Makanan utama yang umum dipilih adalah berbagai jenis buah-buahan di hutan. Namun, monyet laba-laba muka merah turut mengonsumsi dedaunan, bunga-bungaan, biji-bijian, akar tanaman, sampai madu.
2. Hewan arboreal yang punya ekor prehensile

Seperti yang disebutkan sebelumnya, monyet laba-laba muka merah menghabiskan sekitar 95 persen waktu di atas pepohonan. Hal tersebut secara tak langsung mewajibkan mereka untuk memiliki kemampuan memanjat yang sangat mumpuni. Untungnya, anggota tubuh yang bertanggung jawab dalam kemampuan motorik primata ini mampu menopang gaya hidup arboreal.
Wisconsin National Primate Research Center menyebut kalau lengan dan tangan memainkan peran penting dalam proses memanjat. Lengan monyet laba-laba muka merah yang panjang memudahkan pergerakan antar dahan atau batang pohon dalam jarak dekat ataupun jauh. Jadi, mereka hanya perlu satu ayunan per lengan saja untuk menggapai pohon lain, layaknya kera. Kemampuan lengan ini disebut dengan gerak brakiasi.
Selain lengan, tangan dari monyet laba-laba muka merah juga terdiri atas empat jari panjang yang menyerupai kait dan satu ibu jari pendek. Meski ibu jari tergolong pendek, tangan primata ini tetap mampu menggenggam dahan atau batang pohon dengan erat. Terakhir, ekor monyet laba-laba muka merah turut berkontribusi dalam kemampuan memanjat karena tergolong ekor prehensile.
Maknanya, ekor panjang monyet ini dapat berperan layaknya tangan ekstra yang mampu menggenggam sesuatu dengan erat. Monyet laba-laba muka merah memanfaatkan ekor ini untuk bergelantungan secara mudah, efisien dalam penggunaan tenaga, dan jauh lebih aman dari risiko terjatuh. Kalau kedua tangan sedang memegang sesuatu, ekor mereka mampu menopang bobot tubuh sehingga tak perlu turun ke tanah. Uniknya, di bagian ujung ekor terdapat bagian kulit yang terekspos dan berfungsi untuk bantalan gesekan saat mereka turun ke permukaan tanah.
3. Kehidupan sosial yang unik

Struktur sosial monyet laba-laba muka merah terbilang cukup tertata. Mereka sebenarnya tergabung dalam kelompok besar dengan jumlah anggota mencapai 20—30 individu. Akan tetapi, kelompok besar ini hanya berkumpul ketika ingin tidur di malam hari saja. Sementara itu, ketika siang hari, sistem kelompok terbagi lagi atas beberapa sub-kelompok dengan jumlah individu yang lebih kecil.
Animal Diversity Web melansir kalau subkelompok atau kelompok kecil primata ini terdiri atas 2—3 individu saja, meski bisa saja sampai 9 individu ketika musim hujan tiba. Kelompok kecil ini dipimpin oleh seekor betina dominan, tetapi menjadi dua ekor betina kalau anggotanya mencapai 9 individu. Masing-masing anggota selalu bergerak bersama untuk mencari makan di siang hari. Uniknya, monyet ini ternyata melakukan tidur siang pada dua waktu tertentu, yakni antara pukul 08.00—10.00 dan 12.00—14.30 setiap harinya.
Selain mencari makan, anggota kelompok kecil ini juga saling berinteraksi dengan sesama, baik lewat sentuhan ataupun komunikasi. Bentuk komunikasi monyet laba-laba muka merah pun terbilang beragam. Mereka dapat memanfaatkan berbagai jenis suara vokal, semisal teriakan, dengusan, siulan, dan gonggongan. Selain itu, gerakan menggaruk dada, menggoyangkan dahan, melempar objek, raut wajah, dan ayunan lengan termasuk komunikasi visual yang mereka lakukan. Hebatnya, seluruh anggota kelompok mengenali aroma masing-masing individu lain, lho.
4. Sistem reproduksi

Monyet laba-laba muka merah termasuk hewan polygynandrous yang artinya baik jantan maupun betina akan kawin dengan beberapa pasangan berbeda. Sebelum memilih pasangan, biasanya akan ada pertarungan yang lebih mirip permainan antar jantan dan betina. Setelah itu, kalau betina merasa cocok, maka ia akan duduk di pangkuan jantan pilihan. Sebenarnya, monyet ini bisa kawin sepanjang tahun. Namun, kelahiran anak paling sering terjadi ketika musim hujan tiba.
Animal Diversity melansir kalau betina melahirkan sekitar 1—4 ekor anak dalam satu masa kehamilan. Waktu kehamilan yang dilalui primata ini sekitar 229 hari dan betina tidak akan bereproduksi lagi selama 3—4 tahun ke depan setelah melahirkan. Dalam mengurus anak, peran betina jauh lebih besar karena ia yang bertugas untuk merawat sekaligus menjaga. Anak-anak monyet laba-laba muka merah bergantung dengan induk selama 15—18 bulan sebelum akhirnya bisa hidup mandiri.
Untuk mencapai usia kematangan seksual, mereka perlu waktu 4—5 tahun. Sementara itu, usia monyet laba-laba muka merah di alam liar diperkirakan mencapai 37 tahun. Namun, individu yang dipelihara di penangkaran diketahui bisa berusia lebih tua lagi dalam kasus yang langka, yakni mencapai 46 tahun.
5. Status konservasi

Menurut IUCN Red List, status konservasi monyet laba-laba muka merah masuk dalam kategori hewan rentan punah (Vulnerable). Lebih-lebih lagi, tren populasi monyet ini terus menurun dari tahun ke tahun. Meskipun tidak disebutkan berapa populasi yang tersisa secara pasti, tetapi ada sederet masalah yang sedang dihadapi primata satu ini.
Beberapa di antaranya adalah kerusakan habitat karena pembukaan lahan dan perburuan oleh manusia demi daging ataupun sekadar kompetisi menembak. Belum lagi, faktor lambannya siklus reproduksi monyet laba-laba muka merah membuat populasi yang hilang jadi semakin sulit untuk dikembalikan. Sebenarnya, sudah ada upaya konservasi dengan melarang perburuan dan melindungi wilayah persebaran monyet ini. Namun, sejauh ini angka perburuan dan kerusakan hutan masih terbilang cukup tinggi.
Padahal, monyet laba-laba muka merah punya peran penting untuk ekosistem. Sebagai hewan yang mengonsumsi buah-buahan dalam jumlah besar, mereka dapat menjadi perantara penyebaran biji tanaman ke berbagai tempat di hutan. Dengan demikian, ekosistem hutan tempat tinggal monyet ini bisa terus berkembang dan tetap sehat.


















