Gara-gara Manusia, Kecoak Ada di Mana-mana

- Kecoa Jerman adalah hama perkotaan yang umum, tetapi tidak ditemukan di alam.
- Ahli biologi Swedia Carl Linnaeus memberi nama spesies tersebut sebagai "Blatta germanica" pada 1767.
- Penelitian DNA menunjukkan bahwa kecoa Jerman berevolusi dari Afrika atau Asia sekitar 2.100 tahun lalu dan menyebar ke seluruh dunia.
Kecoa Jerman tumbuh subur di gedung-gedung di seluruh dunia. Mereka adalah salah satu spesies kecoak yang paling umum, menyebabkan masalah bagi masyarakat. Namun di alam, mereka tidak dapat ditemukan.
Soal bagaimana hama perkotaan ini berkembang dan menghuni tempat tinggal kita masih belum diketahui, mengutip laman Science Alert.
Sebuah penelitian menggunakan pengurutan DNA untuk mempelajari kecoa Jerman (Blattella germanica) dan menelusuri asal-usulnya hingga ke India timur dan Bangladesh.
Ini jadi pengetahuan yang menarik tentang bagaimana manusia memungkinkan terjadinya evolusi dan penyebaran salah satu hama yang paling dibenci ini.
Sebuah teka-teki
Di Eropa Timur, ia terlihat di toko makanan tentara selama Seven Years War (1756–1763). Kala itu sebutannya juga berbeda-beda–Rusia menyebutnya "kecoa Prusia", sementara tentara Inggris dan Prusia menyebutnya "kecoa Rusia".
Kemudian pada 1767, ahli biologi Swedia Carl Linnaeus mengklasifikasikan dan memberi nama spesies tersebut sebagai "Blatta germanica". Blatta adalah bahasa Latin untuk "menghindari cahaya", sedangkan germanica diambil karena spesimen yang diperiksanya dikumpulkan di Jerman.
Genus ini kemudian diubah menjadi Blattella untuk mengelompokkan varietas kecoa yang lebih kecil menjadi satu.
Akhirnya para ilmuwan menemukan spesies terkait, dengan anatomi serupa, di Afrika dan Asia. Mereka berpendapat bahwa kecoa Jerman pertama kali berevolusi di Afrika atau Asia, sebelum mendominasi dunia.
Tapi saat itu, mereka tidak punya cara untuk menguji teori nya. Kini penelitian yang dilakukan Theo Evans dan Qian Tang, mengambil sampel DNA dari 281 kecoak di 17 negara di dunia.
Keduanya membandingkan urutan DNA untuk satu wilayah genetik tertentu, yang disebut CO1. Ini dikenal sebagai "kode batang DNA".
"Saat kami membandingkan kecoa Jerman dengan spesies serupa dari Asia, kami menemukan kecocokan. Urutan kecoa Jerman hampir identik dengan Blattella asahinai dari Teluk Benggala," tulis peneliti.
Lebih dari 80 persen sampel kecoa Jerman sangat cocok, 20 persen sisanya hampir tidak ada bedanya. Ini berarti kedua spesies tersebut berevolusi hanya dalam waktu 2.100 tahun.
Dari Teluk Benggala hingga dunia

Mereka berpendapat bahwa B. asahinai beradaptasi untuk hidup berdampingan dengan manusia setelah para petani membuka habitat alami mereka, seperti yang dilakukan spesies lain.
Sehingga nenek moyang B. asahinai berpindah dari ladang di India ke bangunan, dan menjadi bergantung pada manusia. Namun bagaimana mereka kemudian menyebar ke seluruh dunia?
Untuk menjawab pertanyaan ini, peneliti menganalisis serangkaian DNA lain dari genom kecoak.
Kali ini studi mempelajari urutan DNA yang dikenal sebagai SNP (single nucleotide polymorphisms). Dengan menggunakan sampel yang diambil dari 17 negara di enam benua, mereka dapat mengetahui bagaimana kecoa Jerman menyebar dari tanah kelahirannya ke seluruh dunia.
Gelombang migrasi pertama muncul dari Teluk Benggala sekitar 1.200 tahun yang lalu dan bergerak ke arah barat. Kemungkinan besar kecoak tersebut menumpang bersama para pedagang dan tentara Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah yang sedang berkembang.
Gelombang berikutnya bergerak ke arah timur sekitar 390 tahun yang lalu menuju Indonesia. Mereka mungkin bepergian dengan perusahaan dagang Eropa, seperti British East India Company atau Dutch East India Company. Beberapa perusahaan semacam itu melakukan perdagangan di Asia Tenggara dan kembali ke Eropa sejak awal abad ke-17.
Penelitian menunjukkan bahwa kecoak Jerman tiba di Eropa sekitar 270 tahun yang lalu, yang cocok dengan catatan sejarah Seven Year War.
Kecoa Jerman kemudian menyebar dari Eropa ke seluruh dunia sekitar 120 tahun lalu. Ekspansi global ini sejalan dengan catatan sejarah spesies baru ini di berbagai negara.
"Kami yakin perdagangan global memfasilitasi penyebaran ini karena populasi yang memiliki kekerabatan, lebih dekat ditemukan di negara-negara yang memiliki hubungan budaya, dibandingkan negara yang hanya berdekatan satu sama lain. Sejalan dengan hal ini, kami menemukan satu perluasan lainnya di Asia–utara dan timur hingga Tiongkok dan Korea–sekitar 170 tahun yang lalu," jelas penelitian.
Ketika kapal bertenaga uap menggantikan kapal layar, para penumpang diangkut lebih cepat. Waktu perjalanan yang lebih singkat mengartikan bahwa kecoak lebih mungkin untuk tiba dalam keadaan hidup dan menyerang negara-negara baru.