5 Jenis Banjir yang Sering Terjadi di Indonesia, Tak Cuma karena Hujan

Banjir menjadi salah satu bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia. Meski sering dianggap sebagai akibat dari curah hujan tinggi, faktanya penyebab banjir jauh lebih kompleks dan bervariasi. Setiap daerah memiliki karakteristik lingkungan yang berbeda, sehingga jenis banjir pun bervariasi. Memahami perbedaan ini penting agar masyarakat lebih siap menghadapi risiko yang ada.
Di Indonesia sendiri, ada beberapa jenis banjir yang muncul dengan ciri dan pemicu yang berbeda-beda. Mulai dari banjir akibat hujan lokal hingga banjir yang dipicu kondisi pesisir, semuanya memiliki dampak masing-masing. Untuk mengenal lebih jauh jenis-jenis banjir tersebut, yuk simak penjelasan berikut.
1. Banjir pluvial

Banjir pluvial terjadi ketika hujan turun sangat deras hingga tanah dan sistem drainase tidak mampu menampung air. Akibatnya, air langsung mengalir dan menggenang di permukaan karena tidak sempat diserap atau dialirkan. Berbeda dengan banjir sungai atau banjir pantai yang dipicu luapan badan air, banjir pluvial muncul murni dari curah hujan tinggi, bahkan di area yang jauh dari sungai atau pesisir. Jenis banjir ini juga dikenal sebagai banjir permukaan atau banjir kilat.
Di perkotaan, banjir pluvial lebih mudah terjadi karena banyaknya permukaan kedap air seperti beton dan aspal yang menghambat penyerapan air. Saat drainase tidak memadai, genangan muncul cepat di titik rendah. Sementara di pedesaan, banjir pluvial terjadi ketika tanah sudah jenuh air sehingga hujan lebat langsung mengalir menuju cekungan alami. Para ahli menyebut kejadian ini berpotensi meningkat seiring perubahan iklim.
2. Banjir fluvial

Banjir fluvial terjadi ketika air sungai meluap karena volumenya melebihi kapasitas alur sungai. Kondisi ini biasanya dipicu hujan deras atau hambatan di sungai, seperti penyempitan alur dan endapan. Di beberapa daerah muara, banjir fluvial juga bisa semakin parah ketika air sungai sulit mengalir ke laut akibat pasang tinggi. Setiap sungai bisa menunjukkan respons berbeda terhadap hujan, tergantung bentuk wilayah tangkapan air, jenis tanah, hingga tingkat pembangunan di sekitarnya.
Di wilayah datar, banjir fluvial berlangsung lebih lama karena air mengalir dengan lambat. Sebaliknya, di daerah berbukit, banjir datang lebih cepat dan surut lebih cepat pula, meski sering membawa lumpur atau puing dari hulu. Perbedaan karakter sungai ini membuat pemahaman terhadap kondisi sungai penting agar risiko banjir bisa diprediksi dan langkah pencegahan lebih efektif.
3. Banjir bandang

Banjir bandang terjadi secara tiba-tiba ketika hujan ekstrem membuat air mengalir deras dari wilayah tinggi ke dataran rendah. Yang membedakan, biasanya banjir bandang membawa material seperti tanah, pasir, batu, lumpur, atau bahkan potongan pepohonan, sehingga daya rusaknya jauh lebih besar dibanding banjir biasa. Peristiwa ini umumnya berlangsung dalam waktu singkat, tetapi dampaknya bisa sangat parah karena arusnya kuat dan datang tanpa peringatan panjang.
Potensi banjir bandang meningkat saat lereng curam, tanah jenuh, atau hulu kehilangan tutupan hutan. Saat kapasitas alam melemah, curah hujan tinggi bisa berubah menjadi banjir bandang dalam hitungan jam. Kondisi ini pernah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia salah satunya Sumatra. Hal ini menunjukkan bagaimana hujan ekstrem dan kerusakan lingkungan dapat memperparah risiko bencana.
4. Banjir rob

Banjir rob terjadi ketika air laut naik dan meluap ke daratan, terutama saat pasang tinggi atau cuaca ekstrem. Berbeda dari banjir akibat hujan atau sungai, rob berasal langsung dari laut dan sering melanda kota-kota pesisir seperti Jakarta Utara, Semarang, dan Pekalongan. Fenomena ini semakin sering terjadi karena pasang laut, kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim, dan penurunan tanah di wilayah pesisir.
Selain faktor alam, aktivitas manusia juga ikut memperburuk kondisi ini. Hilangnya mangrove dan vegetasi pantai mengurangi perlindungan alami terhadap gelombang, sementara pembangunan di pesisir dan drainase yang tidak memadai membuat air laut lebih mudah masuk ke permukiman. Kombinasi faktor-faktor inilah yang membuat banjir rob menjadi ancaman rutin bagi banyak wilayah pesisir di Indonesia.
5. Banjir pantai

Banjir pantai terjadi ketika air laut meluap ke daratan pesisir, biasanya akibat kombinasi pasang tinggi dan badai atau angin kencang. Fenomena ini, dikenal juga sebagai coastal flooding atau storm surge, berbeda dengan banjir rob karena tidak hanya disebabkan pasang laut rutin, tetapi juga gelombang besar dan tekanan atmosfer ekstrem. Dampaknya lebih luas dan destruktif, menenggelamkan jalan, permukiman, dan lahan di dekat pantai.
Besarnya dampak banjir pantai dipengaruhi kekuatan dan arah angin, topografi pantai, serta kondisi pasang laut saat badai. Wilayah pesisir yang rendah atau memiliki pertahanan pantai lemah lebih rentan terhadap genangan ini. Dengan naiknya permukaan laut akibat perubahan iklim, risiko banjir pantai semakin tinggi, sehingga perlindungan pesisir melalui mangrove dan infrastruktur menjadi sangat penting untuk mengurangi kerusakan dan risiko bagi masyarakat.
Memahami lima jenis banjir yang sering terjadi di Indonesia tidak hanya membantu kita mengenali risiko, tapi juga mempersiapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat. Setiap banjir memiliki penyebab dan karakteristik berbeda, sehingga kesadaran terhadap lingkungan, pengelolaan air, dan tata ruang menjadi sangat penting. Dengan upaya bersama, dampak bencana bisa diminimalkan sekaligus menjaga keseimbangan alam. Yuk, tetap peduli dan waspada!


















