6 Fakta Menarik Sistem Pendidikan Indonesia di Masa Kolonial Belanda

Sistem pendidikan masa kolonial tak lepas dari diskriminasi

Kita semua layaknya bersyukur sudah hidup setelah Indonesia merdeka, di mana kita bisa mengenyam pendidikan dengan layak tanpa adanya unsur tekanan hingga diskriminasi. Tentu saja ini jauh dari kondisi masa penjajahan Belanda dulu, sebab hanya segelintir anak yang bisa masuk ke sekolah. Adapun banyak itu adalah dari kalangan bangsawan atau elit masyarakat.

Sistem pendidikan masa kolonial dulu, sebenarnya tidak menguntungkan penduduk Indonesia, bahkan setelah penerapan kebijakan politik etis awal tahun 1900. Pihak pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah bagi penduduk pribumi hanya bertujuan untuk memperoleh tenaga atau buruh yang murah. Bisa menulis dan membaca saja sudah bisa menjadi juru tulis di perusahaan koloni.

Berikut adalah fakta menarik sistem pendidikan Indonesia masa kolonial Belanda.

1. Pembagian sekolah berdasarkan kelas sosial dan ekonomi

6 Fakta Menarik Sistem Pendidikan Indonesia di Masa Kolonial Belandakitlv.library.leiden.edu

Ada banyak sekali jenis sekolah dasar yang berkembang di Indonesia. Diantaranya adalah Sekolah Ongko Siji yang kemudian menjadi HIS (Hollandsc Inlandsche School), Sekolah Ongko Loro, ELS (Europeesche Lagere School), Sekolah Rakyat atau Volkschool, dan masih banyak lagi.

Masing-masing mempunyai aturan tersendiri khususnya dalam hal penerimaan siswa. Sekolah Ongko Siji ataupun HIS umumnya untuk anak-anak pribumi kalangan menengah ke atas seperti bangsawan, pegawai PNS atau pemerintahan, pegawai perusahaan, dan semacamnya. Ketika masih bernama Sekolah Ongko Siji lama belajarnya 5 tahun, namun kemudian menjadi 6 tahun.

Sekolah Ongko Loro dan Sekolah Rakyat hampir sama yaitu diperuntukkan bagi anak-anak kalangan menengah ke bawah seperti anak petani desa, buruh kasar, dan sebagainya. Lama belajarnya cukup 3 tahun dengan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantarnya dan bahkan beberapa menggunakan bahasa daerah masing-masing sebagai pengantarnya.

ELS merupakan sekolah bagi anak-anak Eropa, Indo, dan beberapa anak pribumi dari kalangan elit bangsawan. Tentu saja hanya sedikit anak pribumi yang masuk dalam sekolah ini dan didominasi oleh kalangan Eropa. Lama belajarnya adalah 6 tahun dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.

Dengan begitu, tampak sekali perbedaan kelas yang didasarkan pada bangsa atau warna kulit serta kondisi ekonomi. Selain beberapa sekolah di atas masih ada lagi sekolah dasar khusus anak Tionghoa yaitu HCS (Hollandsch Chinesche School) dan HAS (Hollandsch Arabsche School) yaitu sekolah khusus anak-anak keturunan Arab atau Timur Tengah.

2. Ada sekolah sambungan

6 Fakta Menarik Sistem Pendidikan Indonesia di Masa Kolonial Belandacolonialarchietecture.eu

Umumnya siswa yang lulus dari Sekolah Rakyat ataupun Sekolah Ongko Loro tidak bisa langsung masuk ke jenjang selanjutnya seperti MULO (Meer Uitgebeid Lagere Onderwijs), setara SMP. Hal ini menambah daftar kerumitan sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial.

Jika mereka ingin melanjutkan, harus masuk ke sekolah sambungan terlebih dahulu (Schakel School) selama lima tahun atau ke Vervolgschool dua tahun. Tujuan sebenarnya supaya mereka belajar dan mampu berbahasa Belanda, mengingat semua jenjang tersebut menerapkan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.

Baca Juga: Mengintip 9 Linimasa Sejarah Perjalanan Rupiah, Mata Uang Indonesia

3. Tenaga pengajar didominasi oleh orang Belanda

6 Fakta Menarik Sistem Pendidikan Indonesia di Masa Kolonial Belandacolonialarchietecture.eu

Belum banyak kalangan prubumi yang dipercaya oleh pemerintah kolonial untuk mengajar di sekolah-sekolah dirian mereka. Oleh sebab itu, kebanyakan tenaga pengajar di sekolah dasar, menengah, maupun atas berasal dari Eropa, khususnya Belanda.

Terlebih jika itu sekolah yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya seperti HIS, ELS, ataupun MULO. Begitu pula sebelum abad ke-20 pemerintah masih banyak mendatangkan guru dari Belanda untuk sekadar mengajar di sekolah rendah semacam ELS. Baru setelah sistem politik etis, banyak merekrut tenaga pengajar dari kalangan pribumi seiring dengan semakin banyaknya sekolah rendah yang berdiri.

Hanya sekolah tertentu saja yang didominasi oleh guru dari kalangan pribumi sendiri seperti Sekolah Ongko Loro, Sekolah Rakyat, Vervolgschool, dan semacamnya. Adapun jika pengajar pribumi yang masuk di sekolah Eropa semacam ELS seringkali menjadi asisten atau guru bantu.

4. Full libur di bulan puasa

6 Fakta Menarik Sistem Pendidikan Indonesia di Masa Kolonial Belandahistoria/geheugenvannederland.nl

Pemerintah kolonial Belanda ternyata menghargai suatu hal yang berkaitan dengan adat agama, bukan hanya Kristen namun juga Islam. Sekolah selalu libur selama bulan puasa atau ramadhan bahkan mencapai 40 hari penuh sejak awal hingga pasca lebaran.

Tak hanya itu, pada perayaan Natal pun selalu diliburkan selama 30 hari penuh sejak pertangahan Desember hingga pertengahan Januari. Hal itu sudah menjadi aturan khusus sebagaimana dalam laporan tahunan Dinas Pendidikan, Keagamaan, dan Keterampilan kala itu.

5. Porsi pelajaran bahasa belanda sangat banyak

6 Fakta Menarik Sistem Pendidikan Indonesia di Masa Kolonial Belandacolonialarchietercture.eu

Sejak di sekolah rendah, siswa di ELS maupun HIS sudah diajarkan bahasa Belanda mulai dari membaca, menulis, bercakap dan sebagainya. Porsinya pun sangat banyak dan melebihi pelajaran lainnya seperti menghitung. Ada pula pelajaran geografi juga sejarah seputar negeri Belanda.

6. Adanya sekolah “tandingan”

6 Fakta Menarik Sistem Pendidikan Indonesia di Masa Kolonial Belandacolonialarchietecture. eu

Beberapa tokoh pergerakan seperti Ki Hajar Dewantara dan kawan-kawan mendirikan sekolah swasta sebagai “tandingan” sekolah yang dirikan oleh pemerintah kolonial yaitu Taman Siswa pada tahun 1930.

Aturannya tidak mengikuti apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah kolonial, bahkan seringkali menentang. Kurikulum yang diterapkan sifatnya lebih fleksibel yaitu mengedepankan pengetahuan tentang tanah air seperti menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Hal itu bertujuan untuk menangkal nilai pembaratan dalam pendidikan, khususnya bagi masyarakat pribumi.

Nah, itulah sekelumit sejarah mengenai sistem pendidikan di Indonesia pada masa pendudukan Belanda. Seiring berkembangnya zaman, sistem pendidikan nasional kita pun berubah. Semoga ke depannya kita semakin banyak memiliki insan cerdas untuk memajukan bangsa, ya!

Baca Juga: 7 Keindahan Bangunan Kolonial Belanda di Medan yang Bisa Dikunjungi

Khus nul Photo Verified Writer Khus nul

Pembelajar dan Pejalan

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya