Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kisah Para Eksil 1965, Mengapa Tidak Dianggap sebagai WNI?

Pendukung PKI Indonesia tahun 1955 (commons.wikimedia.org)

Apakah kamu pernah mendengar tentang peristiwa eksil 1965? Ini adalah salah satu babak kelam dalam sejarah Indonesia, dimana ribuan orang Indonesia yang sedang belajar di luar negeri tidak bisa kembali ke tanah airnya. Hal ini dikarenakan mereka dianggap sebagai pengkhianat dan komunis oleh rezim Orde Baru.

Lantas, mereka kemudian kehilangan status kewarganegaraan Indonesia dan menjadi orang-orang tanpa negara. Bagaimana mereka hidup dan berjuang di negeri orang? Dalam artikel ini, kita akan mengupas sejarah peristiwa ini dari latar belakang, kisah para eksil 1965, sampai harapan para eksil. Simak baik-baik, yuk!

1. Latar belakang

Presiden Soeharto (commons.wikimedia.org/Eric Koch)

Pada tahun 1965, terjadi peristiwa yang dikenal sebagai G30S/PKI, yaitu upaya kudeta yang dilakukan oleh sekelompok perwira militer yang diduga berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Peristiwa ini mengakibatkan terbunuhnya enam jenderal dan satu perwira tinggi Angkatan Darat.

Peristiwa ini kemudian dimanfaatkan oleh Soeharto--saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), untuk mengambil alih kekuasaan dari Presiden Sukarno yang dianggap dekat dengan PKI. Soeharto kemudian membentuk rezim yang disebut Orde Baru dan berkuasa hingga tahun 1998.

2. Dampak bagi warga Indonesia

Kelompok militan bersenjata PKI (commons.wikimedia.org/Yayasan Kesejahteraan Jayakarta - Kodam V Jaya; Badan Penerbit Almanak RI/B.P. Alda)

Salah satu dampak dari peristiwa G30S/PKI adalah terjadinya pembantaian massal terhadap anggota, simpatisan, dan dugaan simpatisan PKI yang diperkirakan menewaskan setidaknya setengah juta orang, serta memenjarakan jutaan orang lainnya tanpa pengadilan. Pembantaian ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia, terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Pembantaian ini dilakukan oleh militer, kelompok-kelompok sipil, dan organisasi-organisasi anti-komunis dengan dukungan dari pemerintah Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Pembantaian ini juga menyasar kelompok-kelompok minoritas, seperti etnis Tionghoa, Kristen, dan Hindu.

3. Nasib para eksil

potret D.N. Aidit dan delegasi asing dalam HUT ke-45 Partai Komunis Indonesia (commons.wikimedia.org/Yayasan Kesejahteraan Jayakarta - Kodam V Jaya; Badan Penerbit Almanak RI/B.P. Alda)

Selain pembantaian dan penjara, dampak lain dari peristiwa G30S/PKI adalah nasib para eksil, yaitu orang-orang Indonesia yang terpaksa meninggalkan tanah airnya karena alasan politik. Banyak dari mereka adalah mahasiswa yang mendapat beasiswa untuk belajar di luar negeri--terutama di negara-negara Komunis--yang didorong oleh Sukarno untuk membantu membangun Indonesia selepas belajar dari luar negeri.

Namun, setelah peristiwa G30S/PKI, mereka (para eksil) tidak bisa kembali ke Indonesia karena dianggap sebagai pengkhianat dan komunis oleh rezim Orde Baru. Mereka juga kehilangan status kewarganegaraan Indonesia dan menjadi orang-orang tanpa negara.

4. Kisah para eksil

ilustrasi para eksil pada saat itu (commons.wikimedia.org/Berita Film Indonesia)

Para eksil ini tersebar di berbagai negara, seperti Uni Soviet, Cekoslowakia, Polandia, China, Vietnam, Korea Utara, Kuba, dan Belanda. Mereka menghadapi berbagai tantangan, seperti kesulitan bahasa, budaya, ekonomi, dan sosial. Mereka juga harus beradaptasi dengan perubahan politik dan ideologis di negara-negara tempat mereka tinggal.

Beberapa dari mereka berhasil menetap dan membentuk keluarga di negara-negara tersebut, sementara yang lain terus berjuang untuk kembali ke Indonesia atau mencari tempat perlindungan di negara-negara lain. Para eksil juga tetap menjaga identitas dan semangat nasionalisme dengan berbagai cara, seperti menulis, mengajar, berorganisasi, dan berkomunikasi dengan sesama eksil.

5. Harapan para eksil

ilustrasi para eksil saat menyampaikan harapannya ke Indonesia (pexels.com/Karolina Grabowska)

Meskipun sudah lama hidup di luar negeri, para eksil ini masih memiliki harapan untuk bisa kembali ke Indonesia, atau setidaknya mendapatkan pengakuan dan penghormatan dari negara dan rakyat Indonesia.

Mereka berharap agar sejarah peristiwa G30S/PKI dan dampaknya bagi para eksil bisa diketahui dan dipelajari oleh generasi muda Indonesia, agar tidak terulang lagi kesalahan dan ketidakadilan yang terjadi di masa lalu. Mereka juga ingin agar Indonesia bisa menjadi negara yang demokratis, berdaulat, dan sejahtera, sesuai dengan cita-cita Sukarno dan para pejuang kemerdekaan.

Dari kisah para eksil 1965, kita dapat memahami bahwa peristiwa ini adalah salah satu tragedi yang terlupakan dalam sejarah Indonesia. Tak hanya itu, tragedi ini menyisakan luka serta trauma bagi ribuan orang Indonesia yang terpaksa hidup di luar negeri tanpa kewarganegaraan dan tanpa hak. Mereka adalah korban dari ketidakadilan dan kekejaman rezim Orde Baru yang menghapus jejak dan hakikat mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Walau menghadapi berbagai tantangan dan rintangan, mereka tetap berusaha untuk menjaga identitas dan semangat nasionalisme mereka. Mereka adalah para eksil, yang memiliki sejarah dan cerita yang layak untuk diketahui dan dihargai oleh generasi muda Indonesia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us