Mengenal Soroban, Rahasia Kuno Jepang untuk Asah Daya Ingat dan Hitung

Jepang dikenal sebagai negara dengan teknologi canggih, budaya yang mendunia, dan inovasi tanpa henti. Namun, di balik pencapaian modernnya, ada rahasia kuno yang telah membantu membangun fondasi kemampuan mereka sejak ratusan tahun lalu. Salah satunya adalah soroban.
Di balik manik-maniknya yang sederhana, soroban menyimpan kekuatan luar biasa untuk mengasah daya ingat, konsentrasi, dan kemampuan hitung yang menakjubkan. Penasaran bagaimana benda ini bisa menjadi bagian penting dari kecerdasan Jepang? Yuk, kita kenali lebih dekat!
1. Apa itu soroban?

Dalam kamus Merriam Webster, soroban didefinisikan sebagai sempoa yang digunakan orang Jepang. Hasil modifikasi dari sempoa Cina yaitu suan pan yang artinya papan perhitungan. Sejarah sempoa di Jepang adalah cerita panjang yang menarik tentang adaptasi dan inovasi.
Sempoa, alat hitung kuno yang pertama kali ditemukan di Babilonia sekitar 5.000 tahun lalu, tiba di Jepang pada pertengahan abad ke-16.
"Dikatakan bahwa sempoa dibawa ke Jepang sekitar pertengahan abad ke-16. Sekolah-sekolah kecil privat yang umum di awal periode Edo (1600-an) mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Dari sana, penggunaan sempoa menyebar ke seluruh Jepang. Pada era Showa (1900-an), banyak sekolah sempoa bermunculan. Pendidikan sempoa dipercaya memainkan peran yang sangat penting dalam pemulihan luar biasa Jepang pasca-perang," ungkap Kazuyuki Takayanagi, pengajar sempoa Jepang, hasil wawancara BBC.
Melansir shuzan.jp dalam artikelnya History of the Soroban, saat pertama kali diperkenalkan, sempoa Cina yang berukuran besar dimodifikasi menjadi versi Jepang yang lebih kecil dan praktis, dikenal sebagai soroban. Metode pembagian tradisional Cina yang rumit juga digantikan oleh metode Jepang yang lebih efisien menggunakan tabel perkalian.
Pada tahun 1938, teknik penggunaan soroban dimasukkan ke dalam kurikulum wajib sekolah dasar oleh Kementerian Pendidikan Jepang. Popularitasnya semakin meningkat berkat sistem uji efisiensi soroban yang diterapkan sejak 1928. Hingga kini, soroban tidak hanya menjadi simbol pendidikan tradisional Jepang, tetapi juga alat penting dalam membangun fondasi keterampilan aritmatika generasi muda.
2. Budaya soroban di kalangan pelajar Jepang

Meski di banyak negara sempoa telah ditinggalkan, alat hitung tradisional ini tetap diminati di Jepang, khususnya di kalangan pelajar. Ribuan siswa masih mempelajari soroban.
"Dalam kurikulum, terdapat kelas soroban untuk siswa kelas tiga dan empat di sekolah dasar. Tapi itu hanya beberapa jam saja. Jadi, untuk mempelajarinya dengan lebih baik, banyak siswa mengikuti les soroban di luar jam sekolah," ujar Takao Taniguchi, guru sempoa Jepang, hasil wawancara BBC.
Pelajar soroban di Jepang bervariasi usianya, mulai dari lima hingga 20 tahun. Mereka mendapatkan sertifikasi berupa kyu dan dan, yang sistemnya serupa dengan tingkatan sabuk dalam seni bela diri. Peringkat tertinggi, 10 dan, mencerminkan kemampuan luar biasa dalam menghitung dengan kecepatan dan akurasi tinggi.
Dalam artikel The Japanese Soroban: A Brief History and Comments on its Educational Role (2010), James Cusick menuliskan, meskipun teknologi seperti kalkulator dan komputer telah mengurangi popularitasnya sejak masa pascaperang, soroban masih digunakan oleh sekitar 20 juta orang di Jepang.
Sekitar 700.000 siswa terdaftar di juku, sekolah tambahan yang mengajarkan soroban dan mata pelajaran khusus lainnya. Bahkan, jumlah peserta ujian sertifikasi soroban meningkat sekitar 10 persen setiap tahun sejak 2005, menunjukkan bahwa tradisi ini terus bertahan dan berkembang di generasi muda.
3. Kalkulator vs soroban

Ketika kalkulator digital mulai populer, soroban sempat dianggap sebagai peninggalan masa lalu. Sementara kalkulator hanya memberikan hasil hitungan, belajar soroban memiliki manfaat yang lebih dari sekadar menghitung. Aktivitas menghitung menggunakan soroban melibatkan gerakan tangan, menciptakan koneksi antara pikiran dan tubuh.
Hasil penelitian dalam artikel Mental Comparison of Students Learning Abacus-Arithmetic and Not Learning Abacus-Arithmetic on Mathematics Material (2024), menunjukkan bahwa siswa yang mempelajari aritmatika mental dengan sempoa memiliki kemampuan menyelesaikan soal simbolik yang lebih baik dibandingkan siswa yang tidak belajar sempoa.
Kini, soroban terus berkembang dengan bantuan teknologi. Kenta Saito, dkk. dalam karya ilmiah yang ditulisnya Development of a Simulator of Abacus: Ancient Analog Calculator on a Mobile Phone as a Teaching Material (2009) mengembangkan sebuah simulator soroban berbasis android yang memungkinkan siswa belajar kapan saja dan di mana saja.
Simulator ini dilengkapi fitur untuk latihan menghitung, pengoreksian kesalahan, dan ujian kalkulasi. Bahkan, sumber kode aplikasi ini dibuka untuk umum agar dapat digunakan dan ditingkatkan berdasarkan masukan dari siswa. Dengan langkah ini, soroban tidak hanya menjadi alat tradisional, tetapi juga bagian dari inovasi pendidikan digital.
4. Soroban Mental Calculation (SMC)

Soroban Mental Calculation (SMC) adalah teknik unik yang memungkinkan penggunanya melakukan perhitungan cepat dan akurat dengan membayangkan soroban dalam pikiran mereka. Teknik ini melibatkan penggantian angka dengan gambar visual dalam otak, sehingga memungkinkan aritmatika mental berkecepatan tinggi.
Dilansir The Japan News, Takeshi Hatta, Presiden Kansai University of Welfare Sciences, menjelaskan, "Ketika melakukan perhitungan mental dengan angka yang ditulis di atas kertas, Anda terutama menggunakan otak kiri, yang berhubungan dengan angka. Namun, ketika melakukan perhitungan mental dengan gaya soroban, Anda juga menggunakan otak kanan, karena Anda membayangkan manik-manik soroban dalam pikiran saat menghitung. Karena gambar dapat menyimpan lebih banyak informasi daripada huruf dan lebih mudah diingat, Anda akan mampu melakukan perhitungan kompleks dengan cepat."
Peneliti Chunjje Wang, menjelaskan lewat artikelnya A Review of the Effects of Abacus Training on Cognitive Functions and Neural Systems in Humans (2020), bahwa pelatihan Abacus Mental Calculation (AMC) tidak hanya meningkatkan kemampuan matematika, tetapi juga berbagai keterampilan kognitif lainnya, bahkan dapat mengubah struktur dan fungsi otak secara signifikan. Dengan mengaktifkan area frontal-parietal dan occipital-temporal di otak, pelatihan ini terbukti meningkatkan daya ingat kerja, konsentrasi, dan pemrosesan angka.
5. Bisakah mempelajari soroban di usia dewasa?

Selain menarik di kalangan pelajar, soroban ternyata cukup diminati di kalangan orang dewasa. Banyak dari mereka, seperti pekerja kantor di Jepang yang menghadiri kelas soroban setelah jam kerja karena ingin meningkatkan keterampilan berhitung untuk keperluan profesional.
Soroban tidak hanya membantu anak-anak mengembangkan kemampuan matematika, tetapi juga membantu orang dewasa menjaga ketajaman otak mereka. Meski belajar soroban dari nol mungkin terasa menantang bagi orang dewasa yang terbiasa dengan kalkulator, latihan rutin bisa memberikan manfaat jangka panjang.
Soroban bukan hanya alat hitung, tetapi juga alat untuk meningkatkan kemampuan manusia secara menyeluruh. Jadi, apakah soroban masih relevan? Jawabannya, sangat relevan, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.
Meskipun kita hidup di era teknologi yang serba digital, kita tak bisa mengabaikan kekuatan dari cara-cara tradisional yang telah terbukti efektif. Jadi, apakah kamu tertarik untuk mencoba belajar soroban dan melihat sendiri manfaatnya? Atau kamu masih lebih memilih cara cepat pakai kalkulator?