Mengapa Jepang Sering Terjadi Gempa Bumi? Ini Penjelasannya

Bencana alam dilaporkan terjadi di Jepang pada awal 2024 ini. Negara Sakura tersebut mengalami gempa bumi dengan kekuatan tingkat seismik mencapai 6,9 tepat Senin malam (13/01/2025). Tak tanggung-tanggung, guncangan kuat tersebut memicu peringatan tsunami.
Kejadian tersebut bukan satu-satunya. Sejak 2011, negara tersebut sudah mengalami lebih dari 30 kali gempa bumi dengan kekuatan 6 atau lebih tinggi, dilansir Nippon. Lantas, mengapa di Jepang sering terjadi gempa bumi?
Mengapa di Jepang sering terjadi gempa bumi?
Mirip dengan Indonesia, Jepang jadi salah satu negara yang kerap mengalami gempa bumi. Salah satu alasan terkuatnya negara tersebut berada di kawasan the Pasific Ring of Fire. Cincin api ini merupakan zona imajiner berbentuk tapal kuda yang mengikuti tepi Samudra Pasifik. Kawasan the Pasific Ring of Fire ini mengular sekitar 40 ribu km yang memuat sekitar 450 gunung berapi.
Selain gugusan gunung api, kawasan yang berada di dalam Ring of Fire ini ini juga memiliki beberapa lempeng tektonik. Bagian bumi yang tebalnya sekitar 70 km ini bergerak beberapa sentimeter setiap tahun, melansir Web Japan. Pergerakan tersebut menyebabkan distorsi. Di luar itu, pertemuan dua lempeng pun mengakibatkan guncangan di permukaan yang disebut gempa bumi.
Sebagian besar negara Jepang berada di sekitar Lempeng Laut Filipina, tetapi sebagian wilayah utaranya berada di Lempeng Eurasia dan perpanjangan dari Lempeng Amerika Utara, melansir World Data. Bukan hanya itu, Jepang juga mendapat dampak dari pergerakan patahan Lempeng Pasifik. Adanya subduksi, benturan, dan aktivitas lempeng lainnya membuat Jepang kerap mengalami gempa bumi.
Namun, lempeng bumi bukan satu-satunya pemicu utamanya. Adanya palung di bawah bagian negara ini juga dikatakan menjadi alasan mengapa Jepang sering terjadi gempa bumi. Palung yang berada di bagian barat Laut Pasifik dengan kedalaman 8410 meter tersebut juga memiliki gunung berapi. Gunung tersebut aktif seismik dan dikatakan bertanggung jawab atas Gempa Tohoku pada Maret 2011 dengan kekuatan 9 dan memicu tsunami.
Teknologi Jepang untuk menghadapi gempa bumi

Dilansir Voyapon, ada sekitar 5 ribu gempa kecil yang tercatat terjadi di Jepang per tahunnya. Lebih dari setengahnya berkekuatan 3—3,9 dan mungkin tidak terlalu dirasakan. Meski demikian, ada sekitar 160 gempa bumi berkekuatan 5 atau lebih tinggi yang mengguncang kepulauan Jepang tiap tahunnya.
Dengan jumlah yang demikian, tentu akan sangat berdampak pada negara dan masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, teknologi pun dikembangkan untuk membuat bencana alam yang sulit diprediksi ini jadi bisa diantisipasi.
Salah satu upayanya adalah dengan membuat Tokyo Skytree. Tower dengan ketinggian 634 meter ini merupakan menara radio tertinggi di dunia yang mengurangi getaran oleh gempa bumi melalui sistem kontrol getaran kolom inti (shinbashira). Singkatnya, Tokyo Skytree merupakan penyeimbang ketika terjadi gempa bumi, melansir situs pemerintah Jepang.
Jepang juga memberikan upgrade fitur pada tiap fasilitas yang dibangun negara untuk menjadi lebih siap menghadapi gempa. Pada kereta cepatnya alias Shinkansen, terdapat Sistem Peringatan Dini Gempa Bumi. Teknologi tersebut mampu mendeteksi getaran dari seismograf yang terletak di sepanjang rel, dasar laut, dan daratan. Selanjutnya, teknologi ini dapat menghentikan kereta api dan aliran listrik.
Di luar itu, masyarakatnya pun dibuat melek akan risiko dan evakuasi apabila terjadi gempa bumi. Pelatihan siaga gempa dimulai sejak dini ketika anak-anak berada di sekolah. Latihan menghadapi gempa bumi pun secara rutin diadakan. Masyarakat juga diimbau mengundung aplikasi peringatan bencana dan menyiapkan perlengkatan darurat dasar di rumah sebagai antisipasi, melansir Plaza Homes.
Mengapa Jepang sering terjadi gempa bumi berkaitan erat dengan kondisi topografi negara tersebut. Mengetahui potensi bencana alam yang lebih besar, Negara Sakura pun mempersiapkan berbagai teknologi guna mengurangi dampak negatifnya.