Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Pemimpin Sejarah Ini Memberikan Cap Buruk pada Ateisme, Siapa Saja?

medium.com

Ateisme telah ada selama ribuan tahun dan bertanggung jawab atas banyak perkembangan filosofis dan ilmiah. Seperti gerakan lainnya, ia juga memiliki beberapa tokoh yang jahat pula. Tampaknya, tidak peduli apapun agama atau ideologi yang dianut, orang akan selalu melakukan kesalahan, baik atas nama agama atau tidak. Dari sekian pemimpin terkejam dalam sejarah, berikut 6 pemimpin yang memberikan cap buruk pada ateisme.

1. Napoleon Bonaparte

bbc.com

Banyak sejarawan yang setuju jika Napoleon Bonaparte — yang terlibat dalam Revolusi Prancis yang anti-Katolik — adalah seorang ateis. Dalam jurnal Napoleon's Views of Religion, Napoleon sendiri mengklaim kalau "semua agama adalah buatan manusia."

Napoleon adalah salah satu komandan militer terbaik yang pernah ada sepanjang sejarah. Dia melakukan kudeta dan menyatakan dirinya sebagai kaisar, lalu berhasil menaklukkan sebagian besar Eropa selama Perang Napoleon. Namun sementara ia mengakhiri anarki di Prancis pasca-Revolusi, banyak yang menganggapnya sebagai tiran dan perampas kekuasaan. 

Selama pemerintahannya, Napoleon mengabaikan banyak perjanjian dan konvensi untuk menjarah wilayah yang ditaklukkannya. Kekuasaannya selama 17 tahun mengakibatkan kebangkrutan Prancis, kehilangan sebagian besar wilayah Prancis, kematian enam juta orang Eropa dan kemunduran ekonomi Prancis hanya dalam satu generasi.

2. Kim Jong Il

abc.net.au

Kim Jong Il adalah pemimpin de facto Republik Demokratik Rakyat Korea dari tahun 1994 hingga kematiannya pada tahun 2011. Di Korea Utara, ia dan ayahnya, Kim Il-sung, diperlakukan sebagai penyelamat seluruh alam semesta. 

Selama masa pemerintahannya, mereka yang tertangkap mencuri makanan atau berusaha melintasi perbatasan harus dihukum mati di depan umum. Di saat rakyatnya menderita karena kelaparan dan ekonomi negaranya hancur, Jong Il justru melanjutkan gaya hidupnya yang mewah dan obsesinya pada militer.

Berdasarkan dokumen dari WorldCat, Jong Il bertanggung jawab atas kematian empat juta warganya selama bencana kelaparan Korea Utara. Ia juga bertanggung jawab karena telah melancarkan perang terhadap Korea Selatan yang melibatkan pembunuhan para pemimpin Korea Selatan.

3. Benito Mussolini

timeshighereducation.com

Benito Mussolini terkenal karena kejahatan perangnya sebagai diktator Fasis selama Perang Dunia II. Namun sedikit yang mengetahui kalau di masa mudanya, Mussolini secara terbuka menyatakan ateisme-nya. Dalam karier awalnya sebagai seorang politisi, Mussolini juga secara terbuka menyatakan diri sebagai seorang anti-Katolik.  

Pada tahun 1935, ia menginvasi Ethiopia dengan gas beracun, membom rumah sakit Palang Merah, lalu membuat kamp konsentrasi untuk membunuh warga sipil dan menghancurkan budaya "inferior" Ethiopia. Setelahnya, Mussolini memerintahkan eksekusi tahanan tanpa pengadilan dan penembakan para "dukun" di sana.

Seperti yang dilansir dari laman Centro Primo Levi, Mussolini juga melakukan eksekusi publik dan pembakaran desa-desa untuk menghancurkan populasi Slavia di Yugoslavia. Tentu saja, tindakan-tindakannya secara luas dianggap sebagai upaya genosida. 

Meski begitu, ia sempat mengaitkan Fasisme dengan Katolik untuk mendapatkan dukungan yang semakin berkurang dari rakyat Italia, walau jandanya — Rachele Guidi — menyebutkan kalau ia masih seorang ateis. Sama seperti "sahabatnya," Hitler, Mussolini juga dikenal sebagai seorang anti-Semit garis keras.

4. Mao Zedong

Getty Images via nybooks.com

Mao Zedong memimpin Partai Komunis Tiongkok untuk memenangkan Perang Saudara melawan Kuomintang yang nasionalis dan kemudian mendirikan Republik Rakyat Tiongkok. Mao memang memiliki ambisi untuk membuat Tiongkok menjadi negara yang kuat. Namun dalam prosesnya, banyak programnya yang gagal.

Rencana "Great Leap Forward" yang ia buat untuk mebangkitkan ekonomi Tiongkok justru memicu bencana kelaparan yang dahsyat. Oleh sebab itu, ia bertanggung jawab atas kematian antara 20 sampai 67 juta rakyatnya. 

Selain lonjakan ekonomi, Mao juga terkenal karena "Revolusi Budaya"-nya yang mungkin menjadi era vandalisme budaya terbesar di dunia. Melansir dari BBC, pada saat itu barang antik, situs bersejarah, artefak, dokumen kuno, tradisi feng shui, pakaian tradisional Tiongkok sampai biara dihancurkan karena dianggap berkaitan dengan "cara berpikir yang kuno." 

Selama rezimnya, Pengawal Merah akan mengkritik siapa pun yang menganggap lebih superior dari Mao, lalu menghancurkan reputasi dan kehidupan para musuh politik Mao. Mao juga dikenal suka membalas dendam pada semua orang, terutama para intelektual dan profesional yang pernah mempermalukannya di awal kariernya.

Dia menargetkan siapa saja yang memiliki hubungan dengan Partai Nasionalis Tiongkok serta siapa saja yang menjadi ancaman baginya. Berdasarkan dokumen dari BBC, lima juta orang dieksekusi di kamp kematian, di mana 36 juta lainnya dianiaya dan disiksa selama rezim ateisme Mao Zedong.

5. Pot Pol

libertynation.com

Pot Pol yang lahir dengan nama Saloth Sar adalah pemimpin Khmer Merah dan Perdana Menteri Kamboja dari tahun 1976 dan menjadi pemimpin de facto Kamboja sejak pertengahan 1975 hingga 1979. 

Selama masa kekuasaannya, Pol Pot memberlakukan versi ekstrem dari komunisme agraria, di mana semua penduduk kota dipindahkan ke pedesaan untuk bekerja di pertanian kolektif dan proyek-proyek kerja paksa. 

Efek gabungan dari kerja paksa, kekurangan gizi, perawatan medis yang buruk dan eksekusi massal telah menewaskan sekitar 2 juta orang Kamboja — sekitar sepertiga dari populasi saat itu. Selain itu, rezimnya juga dikenal karena suka mengumpulkan para tokoh intelektual dan "musuh borjuis" lainnya untuk dieksekusi. 

Khmer Merah sendiri sering melakukan eksekusi massal di tempat-tempat yang dikenal sebagai Killing Fields. Untuk menghemat amunisi, terkadang eksekusi dilakukan dengan menggunakan palu, gagang kapak, sekop atau bambu runcing.

Kamboja pada masa Pol Pot secara resmi menjadi negara ateis, di mana penganiayaan agama oleh Khmer Merah dapat disandingkan dengan penganiayaan agama di negara-negara komunis lainnya seperti Korea Utara. Menurut History, usahanya untuk "membersihkan" Kamboja mengakibatkan kematian 1,7 hingga 2,5 juta orang. 

6. Joseph Stalin

pinterest.ca

Stalin adalah Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet dari tahun 1922 hingga kematiannya pada tahun 1953. Di bawah kepemimpinan Stalin, Ukraina menderita kelaparan (Holodomor) yang begitu parah sehingga dianggap oleh banyak orang sebagai tindakan genosida yang disengaja.

Dalam peristiwa itu, diperkirakan jumlah kematian berkisar antara 2,5 juta hingga 10 juta. Menurut History, kelaparan itu sendiri lahir akibat keputusan politik dan administrasi langsung di bawah pemerintahan Stalin.

Selain bencana kelaparan yang dipolitisasi, Stalin juga memerintahkan pembersihan di dalam Uni Soviet. Siapa pun yang dianggap sebagai musuh negara, entah itu para kulak, kapitalis, atau teis, akan dieksekusi selama rezimnya.

Secara total, jumlah perkiraan yang terbunuh di bawah pemerintahan Stalin berkisar antara 10 hingga 60 juta orang. Pemerintahannya sendiri mempromosikan ateisme dengan propaganda massal di sekolah-sekolah dan mengadakan kampanye teror terhadap agama.

Lewat kampanye anti religiusnya, yang sering disebut sebagai "Atheist five year plan" (1932-1937), Stalin menyatakan kalau konsep Tuhan akan hilang dari Uni Soviet. Dia juga menghancurkan Gereja Ortodoks Rusia, meratakan ribuan gereja dan menembak lebih dari 100.000 imam, biarawan dan biarawati antara tahun 1937 dan 1938.

Nah, itu tadi 6 pemimpin yang memberikan cap buruk pada ateisme. Ateisme atau komunisme bukanlah sebuah pandangan yang buruk dan selalu lekat dengan genosida. Para ateis dan komunis di atas lah yang justru menciptakan stereotip buruk, sehingga para penganut ateisme dan komunisme pada umumnya dicap buruk seperti mereka juga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us