Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Swedia Hampir Tak Punya TPA? Ini 7 Alasannya!

potret kota Stockholm, ibu kota Swedia yang bebas sampah
potret kota Stockholm, ibu kota Swedia yang bebas sampah (commons.wikimedia.org/ThibautRe)
Intinya sih...
  • Hampir 99% sampah di Swedia dikelola tanpa landfill.
  • Sampah diubah jadi energi, menyuplai pemanas distrik dan listrik.
  • Mengimpor sampah dari negara lain, sampah sebagai produk bernilai ekonomi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Saat banyak negara kewalahan menghadapai tumpukan sampah, Swedia justru menunjukkan keberhasilan luar biasa dalam pengelolaan sampah. Negara ini berhasil mengelola hampir seluruh sampahnya tanpa perlu mengandalkan tempat pembuangan akhir (TPA).

Rahasia keberhasilan Swedia bukan sekadar teknologi, tapi juga budaya yang dibentuk sejak dini. Dari sistem insentif daur ulang hingga pembakaran sampah yang menghasilkan energi, Swedia punya pendekatan yang menyeluruh dan efektif. Yuk, Simak tujuh alasan mengapa Swedia bisa nyaris bebas dari ketergantungan pada TPA!

1. Hampir 99% sampah dikelola tanpa landfill

potret truk pengangkut sampah terpilah di Swedia sedang mengosongkan kontainer daur ulang
potret truk pengangkut sampah terpilah di Swedia sedang mengosongkan kontainer daur ulang (commons.wikimedia.org/Holger Ellgaard)

Jumlah sampah yang dihasilkan penduduk Swedia per tahun hampir sama dengan penduduk Eropa lainnya, tapi hanya kurang dari 1% sampah rumah tangga yang berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Angka tersebut menjadikan Swedia sebagai negara dengan tingkat pembuangan ke TPA terendah di dunia. Sampah yang berakhir di TPA adalah sampah-sampah yang tidak bisa didaur ulang atau tidak bisa diolah menjadi energi.

2. Sampah diubah jadi energi

ilustrasi unit pengolahan sampah menjadi panas dan listrik
ilustrasi unit pengolahan sampah menjadi panas dan listrik (commons.wikimedia.org/Lauri Veerde)

Sampah-sampah yang tidak bisa didaur ulang akan dibakar di fasilitas waste-to-energy (WTE) atau pengolahan sampah menjadi energi. Energi yang dihasilkan oleh fasilitas ini adalah pemanas distrik (district heating) dan pembangkit listrik yang bisa menyuplai banyak rumah dan gedung. Menurut statistik dari Badan Energi Swedia, pada tahun 2023, district heating menyuplai sekitar 52% dari total kebutuhan energi rumah tangga di Swedia untuk pemanas ruangan dan air panas. Secara keseluruhan, energi dari sampah mampu menyediakan pemanas untuk sekitar 1,2--1,3 juta rumah dan listrik untuk lebih dari 780.000 unit hunian.

3. Mengimpor sampah dari negara lain

ilustrasi proses pengangkutan limbah yang siap dikirim ke Swedia
ilustrasi proses pengangkutan limbah yang siap dikirim ke Swedia (commons.wikimedia.org/Energy.GOV)

Sistem pengelolaan sampah yang sangat efisien terkadang membuat Swedia justru kekurangan sampah untuk dibakar di fasilitas waste-to-energy (WTE). Agar fasilitas WTE tetap berjalan, Swedia mengimpor hampir 800.000 ton sampah dari Inggris, Norwegia, Italia, dan Irlandia. Bahkan, negara-negara tersebut rela membayar $43 untuk setiap ton sampah yang diimpor Swedia. Hal ini menjadikan sampah sebagai produk bernilai ekonomi di Swedia.

4. Penerapan sistem Pay-As-You-Throw (PAYT)

ilustrasi reusable bag yang bisa digunakan agar tidak menambah volume sampah dan hemat biaya di sistem PAYT
ilustrasi reusable bag yang bisa digunakan agar tidak menambah volume sampah dan hemat biaya di sistem PAYT (pexels.com/George Gregorio)

Dalam sistem PAYT, semakin banyak sampah yang kamu hasilkan, semakin tinggi biaya yang harus dibayar. Sebaliknya, biaya akan lebih rendah atau bahkan tidak ada sama sekali untuk daur ulang. Hal ini mendorong perilaku masyarakat dalam memilah dan mengurangi sampah. Penerapan sistem ini cukup efektif, terbukti dari adanya penurunan sampah rumah tangga di beberapa kota di Swedia.

5. Daur ulang botol dan kaleng diberi uang kembali

ilustrasi seseorang sedang memasukkan botol ke dalam mesin setor botol/kaleng otomatis
ilustrasi seseorang sedang memasukkan botol ke dalam mesin setor botol/kaleng otomatis (commons.wikimedia.org/Europaportalen)

Swedia telah lama menerapkan sistem deposit-refund untuk kemasan kaleng dan botol, yang dikenal sebagai sistem pant. Sistem ini dimulai sejak tahun 1984 untuk kaleng aluminium, dan diperluas pada tahun 1994 untuk botol plastik. Melalui sistem ini, warga yang mengembalikan kemasan kosong ke mesin otomatis akan mendapatkan kompensasi berupa uang tunai atau voucher. Setiap tahunnya, masyarakat Swedia berhasil mendaur ulang hampir 3 miliar botol dan kaleng, berkat insentif dari sistem deposito yang mendorong partisipasi aktif dalam daur ulang.

6. Sampah makanan jadi biogas dan pupuk

ilustrasi sampah makanan
ilustrasi sampah makanan (pixabay.com/Pete Linforth)

Pada tahun 2024, Swedia mengesahkan undang-undang yang mengharuskan semua sampah makanan harus dipisahkan. Sampah makanan tersebut akan diolah menjadi biogas, sekaligus pupuk organik. Biogas tersebut digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, terutama pada transportasi umum, untuk menggantikan bahan bakar fosil. Sampah makanan yang dikumpulkan dari 3.000 orang selama satu tahun cukup untuk menjalankan satu bus atau lima truk sampah selama satu tahun.

7. Warga sangat terlibat dan disiplin

ilustrasi anak kecil sedang memilah sampah
ilustrasi anak kecil sedang memilah sampah (pexels.com/Anna Shvets)

Warga Swedia secara rutin memilah sampah di rumah masing-masing ke dalam berbagai kategori, seperti kertas, plastik, elektronik, dan limbah makanan. Edukasi lingkungan diberikan sejak usia dini. Anak-anak diajarkan pentingnya mendaur ulang dan menjaga kebersihan lingkungan. Bahkan, terdapat hari nasional khusus di mana anak-anak di seluruh negeri bersama-sama memungut sampah dan membersihkan lingkungan. Para guru juga menjalani pelatihan khusus untuk melibatkan siswa dalam sistem pengelolaan sampah, sehingga tercipta budaya sadar lingkungan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

Keberhasilan Swedia mengelola sampah lahir dari kombinasi teknologi, kebijakan tegas, dan budaya sadar lingkungan. Mereka tak hanya meminimalkan ketergantungan pada TPA, tapi juga mengubah sampah menjadi sumber daya. Hal ini menjadi bukti bahwa sistem pengelolaan yang berkelanjutan bukan hal yang mustahil dan bisa jadi inspirasi bagi negara lain, termasuk Indonesia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Hafizhuddin
EditorMuhammad Hafizhuddin
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Fakta Patan Durbar Square, Pusat Agama Hindu dan Budha di Nepal

22 Sep 2025, 05:26 WIBScience