Orang Jenius Suka Menyendiri? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Bukan berarti sombong, guys...

Orang pandai suka menyendiri? Itu bukan lagi sebuah mitos. Pasalnya, hal tersebut memang dapat dibuktikan dari eksperimen psikologis.

Banyak hal yang dapat membuat seseorang bahagia. Pergi ke mal bersama keluarga atau teman? Bahagia. Berwisata keliling Indonesia atau dunia bersama teman atau keluarga? Bahagia maksimal!

Namun, orang jenius memiliki definisi kebahagiannya sendiri, dan teman bukan sebuah prioritas, sayangnya. Setidaknya, itulah hasil penelitian yang diterbitkan di British Journal of Psychology pada 2016 oleh dua peneliti gabungan dari Singapore Management University (Norman P. Li) dan The London School of Economics and Political Science (Satoshi Kanazawa).

1. Orang jenius tidak nyaman dengan pertemanan?

Orang Jenius Suka Menyendiri? Ini Penjelasan Ilmiahnyalebih nyaman sendiri (Pexels/Do Trung)

Penelitian yang berjudul "Country roads, take me home… to my friends: How intelligence, population density, and friendship affect modern happiness" tersebut meneliti 15.197 data responden survei berumur 18 - 38 tahun, dari demografi hingga tingkat IQ.

Data tersebut merupakan bagian dari National Longitudinal Study of Adolescent Health, sebuah program yang meneliti hubungan kepuasan hidup dengan inteligensi dan kesehatan.

Para peneliti menemukan bahwa kerumunan membuat seseorang tidak bahagia, tetapi berkumpul dengan kawan-kawan membuat seseorang bahagia. Uniknya, prinsip kedua ternyata tidak berlaku untuk orang yang cenderung memiliki inteligensi tinggi.

Dengan kata lain, orang jenius tidak setuju dengan istilah,

"The more, the merrier."

"Gak ada loe, gak rame."

2. Teori kebahagiaan sabana

Orang Jenius Suka Menyendiri? Ini Penjelasan Ilmiahnyanyaman sendiri (Pexels/Igor Starkov)

Saat memulai penelitian, para peneliti tersebut mengatakan bahwa mereka mengacu pada "Teori kebahagiaan sabana". Apa itu?

Teori kebahagiaan sabana mengacu pada paham bahwa kepuasan hidup seseorang tidak hanya didasarkan pada apa yang terjadi di masa kini tetapi juga oleh bagaimana nenek moyang kita mungkin bereaksi di masa sekarang.

Para pakar psikologi evolusioner berpendapat bahwa otak manusia sebagian besar dirancang oleh dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan leluhur kita yang mayoritas adalah pemburu.

Dengan kata lain, tubuh dan otak kita telah berevolusi menjadi pemburu dan pengumpul. Akan tetapi, evolusi tersebut tidak cepat dan belum menyusul kemajuan teknologi dan peradaban manusia.

Orang Jenius Suka Menyendiri? Ini Penjelasan Ilmiahnyapixabay.com/Stocksnap

Para peneliti menjabarkan dua faktor yang membedakan kehidupan modern dan kehidupan zaman purba:

  • Kepadatan populasi, dan
  • Frekuensi sosialisasi seseorang dengan kawannya.

Sebagai perbandingan, satu desa zaman Neolitikum dapat ditinggali oleh sekitar 150 orang saja. Itulah yang menyebabkan lingkup pertemanan menjadi luas. Sedangkan, di masa modern, densitas populasi mempersulit sosialisasi dan pertemanan.

Oleh karena itu, meskipun manusia masa kini tinggal di lingkungan yang padat populasi, frekuensi sosialisasi antar manusia tidak bertambah. Itulah tanda evolusi otak manusia menurut teori kebahagiaan sabana.

Walaupun peradaban dan evolusi terus maju, otak manusia berevolusi sambil berpegang dengan cara hidup leluhur pemburu-pengumpul kita. Oleh karena itu, kebanyakan orang masa kini akan lebih bahagia dengan hidup dengan berada di sekitar lebih sedikit orang dan menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman-teman.

Baca Juga: Menurut Penelitian, 8 Masalah Ini Sering Dialami Oleh Orang Cerdas

3. Orang kota memiliki evolusi "berbeda"

Orang Jenius Suka Menyendiri? Ini Penjelasan Ilmiahnyailustrasi menyendiri (Pexels/Markus Spiske)

Lalu, kenapa orang pandai tidak memiliki prinsip yang sama? Kanazawa menekankan bahwa di saat kebanyakan orang mencari pertemanan, orang pandai justru tidak mencari hal tersebut.

"Umumnya, individu yang memiliki IQ tinggi cenderung memiliki preferensi dan nilai alamiah yang tidak dimiliki nenek moyang kita. Sangat alami bagi spesies seperti manusia untuk mencari dan menginginkan pertemanan. Akibatnya, individu yang lebih cerdas cenderung mencari lingkup pertemanan lebih kecil.” papar Kanazawa.

Hal tersebut dikarenakan evolusi pada inteligensi manusia. Pakar psikologi evolusioner percaya bahwa kecerdasan berevolusi sebagai sifat psikologis untuk menyelesaikan masalah baru.

Dibandingkan dengan leluhur kita, frekuensi sosialisasi adalah keharusan yang membantu mereka memastikan kelangsungan hidup. Lain halnya dengan inteligensi. Uniknya, seorang individu mampu menyelesaikan tantangan tanpa membutuhkan bantuan orang lain. Nah, inilah faktor yang mengurangi pentingnya pertemanan bagi mereka.

Kalau kepadatan populasi dan kompleksitas pertemanan dapat menyebabkan depresi bagi beberapa orang, orang pandai tidak terpengaruh. Inilah mengapa orang dengan IQ tinggi lebih tertarik untuk tinggal di kota.

“Umumnya, penduduk perkotaan memiliki kecerdasan rata-rata yang lebih tinggi daripada penduduk pedesaan. Hal ini mungkin dikarenakan individu yang lebih cerdas mampu hidup dalam lingkungan 'tidak alami' dengan kepadatan populasi tinggi tidak alami'," imbuh Kanazawa.

4. Bukan berarti kesepian

Orang Jenius Suka Menyendiri? Ini Penjelasan Ilmiahnyatetap bahagia (Pexels/Craig McKay)

Kedua peneliti tersebut menutup penelitian mereka dengan kesimpulan berikut

“Semakin banyak individu dengan IQ tinggi mendapatkan kepuasan hidup yang lebih rendah karena frekuensi sosialisasi dengan kawan-kawan.”

Jadi, apa yang Kanazawa dan Li coba sampaikan melalui penelitian mereka? Meskipun orang jenius cenderung suka menyendiri, mereka tidak kesepian.

Malah, dengan mengurangi interaksi dengan orang sekitar, kelompok orang ber-IQ tinggi menggunakannya sebagai mekanisme untuk mengurangi tekanan sosial lingkungan perkotaan. Dengan menyendiri, mereka yang ber-IQ tinggi dapat meluangkan waktu lebih banyak untuk mengerjakan apa yang ada di dalam pikiran mereka, menghasilkan banyak karya.

5. Kesimpulan

Orang Jenius Suka Menyendiri? Ini Penjelasan Ilmiahnyatetap bahagia (Pexels/Julian Jagtenberg)

"Jadi, jika saya banyak teman, saya otomatis ber-IQ rendah? Hiks..."

Oh, tidak begitu. Kanazawa dan Li pun membuka kemungkinan bahwa ada juga orang ber-IQ tinggi yang memilih untuk tetap menjalin tali silaturahmi. Dikarenakan tinggal di daerah padat populasi, kelompok ber-IQ tinggi pun dapat beradaptasi dan ikut bersosialisasi juga.

Sebagai contoh, kedua ikon musik Amadeus Wolfgang Mozart dan Ludwig van Beethoven diketahui memiliki inteligensi musik yang tinggi. Akan tetapi, Mozart dapat bersosialisasi, berbeda dengan Beethoven yang memilih menyendiri.

Kalaupun kamu tidak memiliki IQ seperti Albert Einstein pun, bersosialisasi memiliki manfaat tersendiri. Dengan tujuan yang sama orang cerdas menyendiri, bagi kelompok ber-IQ biasa saja, sosialisasi adalah mekanisme yang mereka gunakan untuk meringankan tekanan sosial perkotaan yang padat penduduk sehingga tidak depresi.

Mengutip kata Carl Jung,

"Rasa kesepian bukan berasal dari tidak memiliki kawan, melainkan dari ketidakmampuan seseorang dalam mengomunikasikan hal-hal yang tampaknya penting bagi diri sendiri, atau dari memegang pandangan tertentu tidak dapat diterima orang lain."

Jadi, orang pintar yang menyendiri bukan berarti kesepian dan orang biasa yang suka bersosialiasi belum tentu bodoh. Mereka hanya memiliki cara sendiri untuk tetap merasa nyaman.

Don't judge the book by the cover!

Baca Juga: 10 Tanda Mungkin Kamu Orang Cerdas, Berikut Penjelasan Ilmiahnya

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono
  • Fatkhur Rozi

Berita Terkini Lainnya