Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bagaimana Anjing Bisa Membaca Pikiran Manusia? Ini Kata Studi

ilustrasi anjing dan manusia (unsplash.com/mpetrucho)
ilustrasi anjing dan manusia (unsplash.com/mpetrucho)
Intinya sih...
  • Otak anjing peka terhadap suara dan ekspresi manusia
  • Anjing bisa menyelaraskan emosi manusia
  • Efek oksitosin manusia dan anjing
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Anjing sering kali terasa seperti sahabat yang benar-benar memahami kita. Mereka menolehkan kepala saat kita menangis, mondar-mandir ketika kita sedang stres, bahkan muncul di sisi kita pada saat-saat terburuk. Semua itu bukanlah kebetulan.

Ribuan tahun evolusi bersama manusia telah membentuk cara khusus bagi anjing untuk membaca suara, ekspresi wajah, hingga perubahan kimia dalam otak kita. Dari area otak yang didedikasikan untuk memproses ucapan hingga lonjakan hormon oksitosin saat saling menatap, kemampuan ini menunjukkan bahwa otak anjing memang diprogram untuk menangkap emosi manusia.

1. Otak anjing peka terhadap suara dan ekspresi manusia

Penelitian pencitraan otak menunjukkan bahwa anjing memiliki area khusus di korteks temporal yang sensitif terhadap suara, mirip dengan manusia. Tidak hanya sembarang bunyi, anjing mampu membedakan emosi lewat intonasi suara kita. Ini termasuk tawa, tangis, atau teriakan marah akan mengaktifkan korteks pendengaran dan amigdala mereka, bagian otak yang berperan dalam pemrosesan emosi.

Selain itu, anjing juga ahli dalam membaca wajah. Ketika diperlihatkan gambar wajah manusia, aktivitas otak mereka meningkat. Hal ini menandakan betapa tajamnya insting mereka dalam menangkap ekspresi emosional manusia.

2. Anjing bisa menyelaraskan emosi manusia

ilustrasi anjing (pexels.com/Bruno Cervera)
ilustrasi anjing (pexels.com/Bruno Cervera)

Sebuah studi menemukan bahwa melihat wajah manusia yang familiar bisa mengaktifkan pusat penghargaan dan emosi di otak anjing. Ini menandakan bahwa mereka memproses ekspresi kita bukan dalam bentuk kata, melainkan perasaan.

Tak hanya itu, anjing juga mampu “menangkap” emosi kita melalui fenomena yang disebut emotional contagion, yaitu bentuk dasar empati di mana satu individu mencerminkan keadaan emosional individu lain.

Sebuah penelitian pada 2019 bahkan menunjukkan bahwa detak jantung anjing dan pemiliknya bisa selaras dalam situasi stres. Hal ini terjadi secara otomatis melalui ikatan emosional yang kuat. Ini sebabnya anjing sering menguap, merengek, atau menunjukkan respons emosional lain yang selaras dengan kita.

3. Efek oksitosin manusia dan anjing

Salah satu temuan paling menakjubkan dalam ikatan manusia-anjing adalah adanya koneksi kimiawi yang mempererat hubungan emosional. Saat anjing dan pemiliknya saling menatap, keduanya mengalami lonjakan oksitosin. Ini merupakan hormon yang sering dijuluki sebagai “hormon cinta.”

Dalam sebuah studi, pemilik yang mempertahankan tatapan lama dengan anjing mereka menunjukkan peningkatan kadar oksitosin yang signifikan dan hal yang sama terjadi pada anjing. Mekanisme ini mirip dengan ikatan antara orang tua dan bayi, di mana tatapan memperkuat rasa kedekatan.

Menariknya lagi, efek ini unik pada anjing domestik karena serigala yang dibesarkan manusia tidak menunjukkan respons serupa. Artinya, selama proses domestikasi, anjing berevolusi untuk membangun “loop oksitosin antarspesies” yang membuat mereka terikat erat secara emosional dengan manusia.

4. Bisa membaca bahasa tubuh dan ekspresi

Selain tatapan mata yang penuh makna, anjing ternyata sangat piawai membaca bahasa tubuh dan ekspresi wajah manusia. Berbagai eksperimen menunjukkan bahwa anjing peliharaan mampu membedakan wajah yang tersenyum dari wajah yang marah, bahkan hanya dari foto.

Lebih menarik lagi, anjing memperlihatkan kecenderungan menggunakan belahan otak kanan ketika memproses isyarat emosional, sehingga mereka lebih sering menatap sisi kiri wajah manusia saat menilai ekspresi.

Pola ini juga ditemukan pada manusia dan primata lain. Ini menandakan bahwa kemampuan membaca emosi melalui wajah mungkin merupakan mekanisme sosial yang sangat tua dalam evolusi.

5. Menggunakan banyak indera

ilustrasi anjing bersiap untuk mandi (freepik.com/freepik)
ilustrasi anjing bersiap untuk mandi (freepik.com/freepik)

Anjing tidak hanya mengandalkan suara atau ekspresi wajah untuk memahami perasaan manusia, tetapi juga menggabungkan berbagai indera sekaligus. Nada suara yang ceria disertai postur tubuh rileks tentu memberi sinyal yang berbeda dibanding teriakan keras dengan bahasa tubuh kaku.

Penciuman tajam anjing juga memungkinkan mereka benar-benar "mencium" emosi. Sebuah studi pada 2018 menemukan bahwa anjing yang terpapar keringat orang ketakutan menunjukkan lebih banyak tanda stres dibandingkan dengan anjing yang mencium keringat dari orang yang bahagia.

Artinya, kecemasan bisa terasa mengganggu bagi mereka, sedangkan suasana hati yang tenang dan gembira justru membantu menenangkan anjing.

6. Evolusi dari domestikasi

Pertanyaan bagaimana anjing bisa begitu peka terhadap emosi manusia terjawab melalui perjalanan evolusi mereka bersama kita. Dibandingkan nenek moyangnya, serigala, anjing memang memiliki ukuran otak lebih kecil, tetapi proses domestikasi justru diduga membuat otak mereka mengalami "penyambungan ulang".

Petunjuknya terlihat dari eksperimen domestikasi rubah di Rusia. Eksperimen tersebut melihat rubah yang dibesarkan untuk menjadi jinak, yang kemudian menunjukkan peningkatan materi abu-abu di area otak yang berhubungan dengan emosi dan rasa penghargaan.

Hasil ini menantang anggapan bahwa domestikasi membuat hewan menjadi kurang cerdas. Sebaliknya, seleksi akan sifat ramah bisa memperkuat jalur otak yang membantu membentuk ikatan sosial. Pada anjing, ribuan tahun hidup berdampingan dengan manusia telah menyempurnakan kemampuan mereka membaca sinyal sosial kita.

Hubungan anjing dan manusia merupakan hasil ribuan tahun evolusi yang membentuk ikatan emosional luar biasa. Dari tatapan penuh kasih hingga kemampuan mencium emosi, anjing benar-benar menjadi sahabat setia yang mampu memahami kita lebih dalam dari yang kita kira.

Referensi

Andics, Attila, Márta Gácsi, Tamás Faragó, Anna Kis, and Ádám Miklósi. “Voice-Sensitive Regions in the Dog and Human Brain Are Revealed by Comparative fMRI.” Current Biology 24, no. 5 (February 20, 2014): 574–78.
Skierbiszewska, Katarzyna, Marta Borowska, Joanna Bonecka, Bernard Turek, Tomasz Jasiński, and Małgorzata Domino. “Functional Magnetic Resonance Imaging in Research on Dog Cognition: A Systematic Review.” Applied Sciences 14, no. 24 (December 23, 2024): 12028.
Katayama, Maki, Takatomi Kubo, Toshitaka Yamakawa, Koichi Fujiwara, Kensaku Nomoto, Kazushi Ikeda, Kazutaka Mogi, Miho Nagasawa, and Takefumi Kikusui. “Emotional Contagion From Humans to Dogs Is Facilitated by Duration of Ownership.” Frontiers in Psychology 10 (July 19, 2019).
Nagasawa, Miho, Shouhei Mitsui, Shiori En, Nobuyo Ohtani, Mitsuaki Ohta, Yasuo Sakuma, Tatsushi Onaka, Kazutaka Mogi, and Takefumi Kikusui. “Oxytocin-Gaze Positive Loop and the Coevolution of Human-Dog Bonds.” Obstetrical & Gynecological Survey 70, no. 7 (July 1, 2015): 450–51.
D’Aniello, Biagio, Gün Refik Semin, Alessandra Alterisio, Massimo Aria, and Anna Scandurra. “Interspecies Transmission of Emotional Information via Chemosignals: From Humans to Dogs (Canis Lupus Familiaris).” Animal Cognition 21, no. 1 (October 7, 2017): 67–78.
Hecht, Erin E., Anna V. Kukekova, David A. Gutman, Gregory M. Acland, Todd M. Preuss, and Lyudmila N. Trut. “Neuromorphological Changes Following Selection for Tameness and Aggression in the Russian Farm-Fox Experiment.” Journal of Neuroscience 41, no. 28 (June 14, 2021): 6144–56.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us

Latest in Science

See More

Bagaimana Anjing Bisa Membaca Pikiran Manusia? Ini Kata Studi

22 Sep 2025, 07:15 WIBScience