Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bagaimana Etilen Glikol Bisa Ada di Obat Sirop? Ini Kata Ahli!

ilustrasi obat sirop (pexels.com/cottonbro studio)

Indonesia tengah berduka. Akibat gangguan ginjal akut progresif atipikal (GgGAPA), tercatat sebanyak 118 anak meninggal dunia. Meski penyebabnya belum konklusif, baik Kemenkes RI dan BPOM RI curiga dengan kandungan dietilen glikol/DEG dan etilen glikol/EG di obat sirop penurun panas anak.

Hal ini dikarenakan kasus serupa di Gambia yang reda setelah pemerintah setempat menyetop obat sirop anak yang mengandung DEG dan EG. Lantas, mengapa kandungan DEG dan EG bisa terdapat di obat penurun panas anak? Simak pendapat ahli!

1. Obat sirop butuh pelarut tambahan

ilustrasi obat sirop (unsplash.com/Towfiqu barbhuiya)

Diwawancara oleh IDN Times pada Senin (24/10), Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik, Prof. Zullies Ikawati, PhD, Apt., menjelaskan perihal DEG dan EG di formula obat. Baik DEG maupun EG bukanlah hal yang boleh dimasukkan ke dalam obat, apalagi sengaja.

"Karena DEG dan EG bukan sesuatu yang bisa dimakan atau diminum. Kalau pun terdapat, DEG dan EG adalah suatu cemaran," ujarnya melalui WhatsApp.

Ia memberi contoh sirop parasetamol yang sempat ramai di masyarakat. Sulit larut dalam air, parasetamol perlu agen untuk membantu pelarutan (kosolven), seperti propilen glikol, sorbitol, atau gliserol.

2. Menambahkan DEG dan EG adalah tindak kejahatan

Sudah umum mendengar kandungan propilen glikol dalam formula obat penurun panas. Lalu, apakah propilen glikol dan DEG serta EG berbeda? Profesor Zullies mengatakan bahwa sebenarnya, ketiga senyawa tersebut mirip, tetapi memiliki perbedaan secara fungsi.

"Masing-masing memiliki sifat dapat digunakan sebagai zat penambah kelarutan. Pelarutnya tetap air," imbuh Prof. Zullies.

Masalahnya, air tidak cukup. Oleh karena itu, Prof. Zullies mengatakan bahwa kosolven seperti propilen glikol perlu ditambahkan. Dari kemampuan kosolven, DEG dan EG sebenarnya bisa menggantikan propilen glikol.

Meski begitu, sifat toksik EG dan DEG berarti kedua senyawa ini tak boleh digunakan untuk obat atau makanan. Profesor Zullies memperingatkan bahwa DEG dan EG bisa terurai menjadi senyawa racun, sehingga sebenarnya tidak diperbolehkan sebagai pelarut.

Masalahnya, propilen glikol sebagai bahan baku dalam formula obat "tidak mungkin 100 persen murni". Bahan baku ini bisa mengandung cemaran seperti DEG dan EG dalam jumlah tertentu yang dibolehkan. DEG dan EG masih dapat bersifat toksik jika terpapar dalam jumlah besar dan jangka panjang.

"Kalau memang perusahaan farmasi mengganti PG dengan DEG dan EG, maka itu adalah sebuah pelanggaran. Namun, ini harus dibuktikan terlebih dulu. Ini bisa ditelusuri oleh badan regulator yang memegang dokumennya," kata Prof. Zullies menekankan.

3. Berapa batas ambang DEG dan EG?

ilustrasi obat sirop untuk anak (freepik.com/user18526052)

DEG dan EG sebenarnya tidak boleh ditambahkan ke produk konsumsi apa pun, terutama obat untuk anak. Meski begitu, tetapi komponen kosolven ini sering terdeteksi sebagai "cemaran" dalam jumlah kecil.

“Aslinya begitu aturannya. Boleh dijumpai sebagai cemaran dalam jumlah kecil," tambah Prof. Zullies.

Kalau ada cemaran DEG dan EG, batasan yang ditetapkan adalah 0,1 persen pada bahan bakunya. Jadi, saat dipakai untuk formula obat sirop anak, bisa jadi akan tetap terdeteksi. Akan tetapi, jika masih berada di bawah ambang batas aman, maka Prof. Zullies mengatakan bahwa DEG dan EG masih aman atau tidak berdampak signifikan.

"Kalau untuk batas ambang aman, kemarin dari BPOM RI adalah 0,5ml/kg berat badan anak. Jadi, itu adalah tolerable daily intake ... Akan terdapat di [obat] sirop dengan kadar berapa, tidak ada acuan yang mengaturnya untuk produk jadi. Oleh sebab itu, untuk menetapkannya, harus dihitung lagi,” papar Prof. Zullies.

Selain itu, Prof. Zullies menekankan kalau bahaya tersebut juga tergantung dari faktor individu saat penggunaan obat. Jika digunakan sesuai indikasi atau aturan, maka seharusnya tidak ada masalah. Akan tetapi, kalau digunakan berlebihan dari dosisnya, maka bisa menimbulkan masalah, terutama untuk anak.

4. Apakah berpotensi menyebabkan GgGAPA?

Bukan hanya obat sirop dengan DEG atau EG, Prof. Zullies mengatakan bahwa obat bisa menjadi racun jika disalahgunakan. Dalam kasus DEG dan EG, jika cemaran tersebut di bawah ambang, maka seharusnya tak berpotensi menyebabkan masalah kesehatan. Lalu, bagaimana bisa di atas ambang?

Saat tubuh terpapar EG berlebihan, EG terurai menjadi berbagai senyawa. Salah satunya adalah asam oksalat. Jika kadarnya cukup tinggi, Prof. Zullies mengatakan bahwa asam oksalat dari EG bisa mengganggu kinerja ginjal sampai terjadi gagal ginjal. Hal serupa juga terjadi jika DEG berlebihan dalam tubuh.

Mampu menyebabkan komplikasi ke seluruh tubuh hingga menyebabkan kematian, Prof. Zullies mengatakan bahwa DEG dan EG berlebihan bisa menyebabkan:

  • Gangguan sistem saraf pusat.
  • Gangguan sistem kardiovaskular.
  • Gangguan sistem pernapasan.
  • Gangguan sistem metabolisme.

"Bisa menyebabkan kematian tergantung dari seberapa besar kerusakan tubuh, terutama anak-anak yang lebih rentan dan belum berkembang sistem pertahanan tubuhnya," kata Prof. Zullies.

ilustrasi memeriksakan anak ke dokter (pexels.com/Los Muertos Crew)

Teruntuk masyarakat, Prof. Zullies berpesan untuk tidak panik dan tetap berhati-hati. Khususnya orang tua, ia menyarankan untuk membuat catatan obat untuk anak-anak, dari dosis hingga mereknya. Dengan daftar obat sirop yang dilarang dan diizinkan BPOM RI dan Kemenkes RI terus berubah, maka penting untuk tetap waspada.

Dengan peningkatan kasus GgGAPA, penting untuk mengetahui gejala dan kondisi gangguan ginjal. Cepat diobati, maka pasien bisa selamat. Dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), salah satu indikator terbaiknya adalah urine. Jika volume urine menurun secara signifikan, terutama dalam waktu 6 jam, maka segera cari pertolongan.

"Kalau ada gejala gagal ginjal, segera ke rumah sakit," tandas Prof. Zullies.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
Alfonsus Adi Putra
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us