Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Rachmat Gobel Sebut Impor Pakaian Bekas Mengancam Industri Garmen

Wakil Ketua DPR, Rachmad Gobel (dpr.do.id)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua DPR-RI yang juga Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel, menyayangkan masih terjadi impor pakaian bekas di Indonesia. Padahal, menurutnya, itu melanggar peraturan dan mengancam keberadaan industri garmen kecil dan rumahan.

"Ini sangat merugikan industri garmen rumahan yang berskala UMKM dan juga tidak ramah lingkungan," kata Rachmat Gobel melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (12/6/2022) dilansir ANTARA.

1. Impor pakaian bekas melanggar UU dan Permendag

Ilustrasi pakaian bekas (unsplash.com/Artificial Photography)

Menteri Perdagangan pada Kabinet Kerja I Presiden Joko Widodo itu mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015, impor pakaian bekas dilarang dan jika sudah masuk harus dimusnahkan. Hal itu juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Ia mengatakan industri garmen rumahan dan skala UMKM merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional karena banyak menyerap tenaga kerja terutama dari lapisan bawah. Oleh karena itu, ia menilai impor pakaian bekas tidak sesuai dengan konsep Presiden Jokowi yang membangun dari pinggiran dari desa dan dari bawah.
​​​​​​
"Impor pakaian bekas tentu bertentangan dengan visi Bapak Presiden dan memperburuk ekonomi di lapis bawah serta melemahkan UMKM," ujar Rachmat Gobel.

2. Impor pakaian bekas, pada dasarnya adalah limbah

IDN Times/Dhana Kencana

Ia juga menilai pakaian bekas berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan karena di negara asalnya dikategori limbah dan sampah. "Tak semua pakaian bekas itu bisa layak pakai dan akan menjadi sampah bagi Indonesia," katanya.

Menurutnya, itu ironis dengan kenyataan masih maraknya impor pakaian bekas dengan nilai triliunan rupiah. Bahkan angkanya diprediksi terus meningkat sejak 2017.

3. Jauh jika dibandingkan skill industri garmen

Ilustrasi perusahaan garmen. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Pria yang juga mantan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri, Ristek, dan Maritim itu mengatakan membangun industri, khususnya garmen, membutuhkan kreativitas dan intelektual karena harus memahami desain, tren, pasar, manajemen industri, hingga manajemen sumber daya manusia.

"Ini tidak sebanding dengan skill importir pakaian bekas yang hanya membutuhkan koneksi dengan para pemegang kekuasaan dan kekuatan modal saja," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us