Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Taktik dan Gaya Permainan Pep Guardiola Mulai Usang? 

potret logo Manchester City (unsplash.com/bradenh13)

Musim 2024/2025 bisa dibilang menjad salah satu musim terburuk Pep Guardiola bersama Manchester City. Tim yang selama ini mendominasi English Premier League (EPL) dan Eropa kini terpuruk di posisi kelima klasemen liga. Selain itu, mereka juga gagal lolos ke fase knockout Liga Champions Eropa 2024/2025 untuk pertama kalinya di bawah asuhan Guardiola.

Situasi ini memunculkan perdebatan baru mengenai apakah gaya bermain Guardiola masih relevan di era sepak bola modern. Beberapa pengamat dan mantan pemain menilai bahwa filosofi permainan berbasis penguasaan bola yang diusung pelatih asal Spanyol ini sudah mulai kehilangan efektivitas. Sementara itu, Guardiola sendiri tetap yakin dengan skuad yang lebih lengkap dan bebas dari cedera, taktiknya masih dapat menghasilkan kemenangan.

1. Pep Guardiola telah mengusung taktiknya sejak melatih di FC Barcelona

Pep Guardiola dikenal sebagai pelatih yang mengedepankan penguasaan bola dan permainan posisi atau Juego de Posicion. Filosofi ini berakar dari pengalamannya bermain dan melatih di FC Barcelona, di mana ia mengembangkan gaya permainan berbasis umpan pendek dan pergerakan terstruktur untuk mendominasi lawan. Gaya ini kemudian ia bawa ke Bayern Munich dan Manchester City dengan berbagai penyesuaian tergantung pada karakteristik pemain yang dimilikinya.

Di Manchester City, Guardiola menerapkan permainan berbasis penguasaan bola yang sangat tinggi. Dalam beberapa musim terakhir, timnya mencatatkan rata-rata penguasaan bola di atas 65 persen di Premier League. Mereka menerapkan gaya bermain yang agresif dengan melakukan pressing sejak lini depan dan membangun serangan dari belakang yang melibatkan kiper.

Namun, pada musim 2024/2025, pendekatan ini mulai menemui hambatan besar. Cedera yang dialami pemain-pemain kunci, seperti Rodri dan Kevin De Bruyne, membuat lini tengah The Cityzens kehilangan keseimbangan. Tanpa mereka, Manchester City kesulitan mengontrol ritme permainan yang berakibat pada lebih banyaknya serangan balik lawan yang mampu menembus lini pertahanan mereka.

2. Filosofi Pep Guardiola dianggap merusak sepak bola oleh beberapa pelatih

Seiring dengan menurunnya performa Manchester City, muncul kritik keras terhadap filosofi sepak bola yang diterapkan Pep Guardiola. Fabio Capello, mantan pelatih Real Madrid dan timnas Italia, secara terbuka menyebut Guardiola sebagai sosok yang merusak sepak bola. Menurut Capello, keberhasilan Guardiola mendorong banyak pelatih lain untuk meniru strateginya tanpa memiliki sumber daya yang cukup. Hal inilah yang menyebabkan permainan sepak bola menjadi membosankan dan minim variasi.

Capello menyoroti kecenderungan Guardiola untuk melakukan eksperimen taktis dalam pertandingan-pertandingan besar yang sering kali berujung pada kegagalan. Ia berpendapat, Guardiola terlalu ingin menjadi protagonis utama dalam kemenangan timnya, sehingga sering membuat perubahan strategi yang tidak perlu. Hal ini, menurutnya, telah menyebabkan beberapa kegagalan Guardiola di Liga Champions selama bertahun-tahun.

Selain Capello, kritik juga datang dari mantan kiper tim nasional Amerika Serikat, Tim Howard. Dalam wawancaranya dengan beIN Sports, Howard mengatakan, filosofi Guardiola telah menipu banyak tim untuk percaya bahwa mereka bisa bermain dengan cara yang sama, padahal hanya beberapa klub di dunia yang memiliki pemain dengan kualitas yang cukup untuk menerapkan sistem ini. Ia menegaskan, sepak bola harus lebih pragmatis dan tidak melulu berorientasi pada penguasaan bola tanpa tujuan jelas.

3. Taktik Pep Guardiola menunjukkan penurunan efektivitas musim ini

Performa Manchester City musim ini memang mengindikasikan ada masalah dalam penerapan strategi Guardiola. Menurut data BBC Sport, jumlah penguasaan bola The Cityzens mengalami penurunan dibanding musim sebelumnya. Jika pada 2023/2024 mereka mencatatkan rata-rata 72 persen penguasaan bola dalam pertandingan tertentu, pada musim 2024/2025 angka tersebut turun hingga 55 persen dalam beberapa laga penting, seperti saat melawan Brentford dan Manchester United.

Hal ini makin diperjelas dengan statistikThe Athletic mengenai jumlah high turnovers atau perebutan bola di area tinggi yang menurun. Ini membuktikan, pressing tinggi mereka tidak lagi seefektif sebelumnya, sehingga lawan lebih mudah membangun serangan balik. Hal ini diperparah dengan meningkatnya jumlah kebobolan mereka, dari rata-rata 0,9 gol per pertandingan musim lalu menjadi 1,4 gol per pertandingan musim ini.

Namun, Guardiola sendiri menolak anggapan bahwa sistem permainannya sudah ketinggalan zaman. Dalam wawancara dengan TNT Sports, ia menegaskan, masalah utama timnya adalah cedera pemain, bukan taktik. Ia juga menyebut timnya telah melakukan beberapa penyesuaian, termasuk lebih sering menggunakan bola panjang untuk memanfaatkan pergerakan Erling Haaland dan Omar Marmoush, serta meningkatkan fleksibilitas lini tengah dengan kehadiran Nico Gonzalez.

4. Apakah tren sepak bola modern akan memaksa Guardiola beradaptasi?

Dalam beberapa musim terakhir, sepak bola telah bergerak ke arah permainan yang lebih langsung dan berbasis transisi cepat. Data Opta Analyst menunjukkan, Nottingham Forest, salah satu tim dengan permainan fast and direct di Premier League, memiliki rata-rata progresi bola sebesar 2,08 meter per detik dan hanya membutuhkan 2,8 operan dalam satu rangkaian serangan. Sebaliknya, Manchester City mencatatkan rata-rata penguasaan bola sebesar 60,6 persen dan jumlah operan sukses per laga mencapai 540 operan yang memperlihatkan perbedaan gaya bermain yang kontras.

Tim-tim seperti Liverpool, Newcastle United, dan Brighton & Hove Albion juga telah mengadaptasi pendekatan berbasis transisi cepat dengan pressing agresif dan serangan balik kilat. Tren ini mengisyaratkan, semakin banyak tim yang mulai meninggalkan pendekatan berbasis penguasaan bola secara penuh dan lebih memilih strategi yang lebih vertikal dan eksplosif.

Namun, Guardiola tetap teguh pada filosofi permainannya. Dalam wawancara yang dikutip Opta Analyst, ia menyatakan, "Kami tidak akan beradaptasi. Kami akan tetap bermain seperti yang telah mendefinisikan tim ini selama bertahun-tahun." Meskipun demikian, ia mengakui semakin banyak tim yang berani bermain lebih agresif dan tidak lagi bertahan secara pasif seperti beberapa tahun lalu.

Lantas, apakah strategi Pep Guardiola sudah usang? Belum ada jawaban pasti. Adaptasinya membuktikan kemampuannya, akan tetapi tren sepak bola yang berubah cepat menuntut fleksibilitas lebih. Namun, dengan tren sepak bola yang semakin cepat dan agresif, apakah itu cukup? Persaingan yang semakin ketat di dunia sepak bola modern akan menjadi ujian sesungguhnya bagi kejeniusan taktik Guardiola.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Widyo Andana Pradiptha
EditorWidyo Andana Pradiptha
Follow Us