Bagaimana Pemain Muslim Memengaruhi Regulasi di Premier League?

- Jumlah pemain muslim di Premier League terus meningkat, mencapai 47 pemain pada musim 2024/2025.
- Kehadiran pemain muslim mendorong perubahan aturan liga terkait praktik keagamaan dan memperkenalkan aspek budaya Islam di lingkungan sepak bola Inggris.
- Premier League semakin inklusif dengan memberlakukan kebijakan yang mengizinkan penghentian sementara pertandingan agar pemain muslim dapat berbuka puasa, serta menyediakan fasilitas ibadah bagi suporter muslim.
Seiring dengan globalisasi di dunia sepak bola, pemain dari berbagai latar belakang mulai merapat ke English Premier League (EPL). Hal ini turut didukung dengan peningkatan jumlah pemain muslim tiap tahunnya. Dilansir Footiehound, terdapat 47 pemain muslim yang berlaga di Premier League pada musim 2024/2025.
Kehadiran pemain muslim di Premier League bukan sekadar fenomena biasa. Mereka tidak hanya membawa talenta luar biasa, tetapi juga memperkenalkan aspek budaya dan agama mereka ke dalam lingkungan sepak bola Inggris. Dari segi regulasi, kehadiran mereka mendorong perubahan aturan liga, terutama terkait praktik keagamaan, seperti puasa Ramadan, aturan konsumsi alkohol dalam perayaan kemenangan, hingga penyediaan fasilitas bagi pemain dan suporter muslim.
1. Sebelum memberlakukan aturan yang inklusif, pemain muslim di EPL kerap menghadapi ujian
Mengutip BBC, Mohamed Ali Amar, atau yang lebih dikenal dengan sapaan Nayim, merupakan pesepak bola muslim pertama yang bermain di Premier League pada 1992. Pada era 90-an, jumlah pemain muslim di liga masih sangat terbatas, sehingga kehadiran Nayim yang kala itu berseragam Tottenham Hotspur menjadi sesuatu yang unik. Meski demikian, kedatangannya menandai awal dari perjalanan panjang dalam penerimaan budaya Islam di Premier League.
Sebelum Premier League memberlakukan peraturan yang lebih inklusif bagi pemain muslim, mereka kerap dilanda tantangan besar. Salah satu isu terbesar adalah sponsor klub yang terkait dengan industri perjudian dan alkohol. Pada 2013, Papiss Cisse menolak sempat mengenakan jersey Newcastle United yang disponsori oleh Wonga, perusahaan peminjaman uang yang bertentangan dengan prinsip keuangan Islam. Sikap ini menimbulkan perdebatan panjang hingga akhirnya Cisse mencapai kompromi dengan klub.
Tak hanya itu, Yaya Toure, yang dikenal sebagai muslim yang taat, sempat menolak menerima penghargaan Man of the Match dalam bentuk sampanye (minuman anggur putih). Hal ini karena bertentangan dengan ajaran Islam. Kejadian itu mendorong Premier League mengganti bentuk penghargaan menjadi trofi kecil yang lebih inklusif bagi pemain muslim dan non-konsumsi alkohol.
Selain isu sponsor klub dan alkohol, pemain muslim juga berulang kali menjadi sasaran pelecehan Islamofobia, baik di dalam maupun di luar lapangan. Salah satu contoh nyata terjadi kepada Ahmed Hossam 'Mido', mantan striker Tottenham Hotspur dan Middlesbrough, yang beberapa kali mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari suporter lawan. Pada 2008, saat bermain untuk Middlesbrough, ia menjadi korban ejekan bernada Islamofobia, di mana pendukung lawan meneriakkan kata-kata bernada rasis dan menyebutnya sebagai teroris.
2. Premier League menerapkan regulasi khusus bagi pemain muslim saat berpuasa
Salah satu ujian terbesar bagi pemain muslim di Premier League adalah menjalani puasa Ramadan sembari tetap tampil dalam pertandingan kompetitif. Pada 2013, Demba Ba mengungkapkan, beberapa staf kepelatihan di Newcastle United mengaku tidak senang dengan keputusannya untuk tetap berpuasa. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa selama performanya tetap baik, tidak ada alasan untuk melarangnya menjalankan ibadah tersebut.
Pada 2021, Premier League akhirnya resmi memberlakukan kebijakan yang mengizinkan penghentian sementara pertandingan agar pemain muslim dapat berbuka puasa. Kebijakan ini pertama kali diterapkan dalam laga antara Leicester City versus Crystal Palace pada April 2021, di mana Wesley Fofana dan Cheikhou Kouyate diberikan kesempatan untuk berbuka dengan menghentikan laga sejenak. Ini menjadi tonggak sejarah penting dalam adaptasi liga terhadap kebutuhan pemain muslim.
Selain jeda berbuka puasa, beberapa klub juga mulai memberikan dukungan lebih lanjut, seperti menyesuaikan jadwal latihan dan menyediakan ahli gizi khusus untuk pemain muslim selama Ramadan. Mantan Manajer Liverpool, Juergen Klopp, mengakomodasi kebutuhan pemainnya dengan menyesuaikan sesi latihan agar mereka dapat tetap berlatih optimal. Perubahan ini menegaskan, Premier League semakin beradaptasi dengan keberagaman pemainnya, menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi semua.
3.Pengaruh Mohamed Salah mendorong klub EPL menyediakan fasilitas bagi umat muslim
Di luar lapangan, pemain muslim juga memberikan dampak sosial yang signifikan, salah satunya adalah Mohamed Salah. Kehadirannya di Liverpool tidak hanya mengangkat prestasi klub, tetapi sekaligus berkontribusi dalam mengubah persepsi masyarakat Inggris terhadap Islam. Penelitian dari Stanford University bahkan menemukan, sejak kedatangan Salah, tingkat kejahatan kebencian terhadap muslim di Merseyside mengalami penurunan yang signifikan.
Selain itu, Salah dikenal karena kegiatan amalnya yang luas, termasuk mendanai proyek pendidikan dan layanan kesehatan di Mesir. Sikapnya yang rendah hati dan kepeduliannya terhadap komunitas menjadikannya panutan bagi banyak orang, baik muslim maupun non-muslim. Bahkan, nyanyian suporter Liverpool yang menyebutnya sebagai "hadiah dari Allah" menunjukkan bagaimana seorang atlet dapat membangun jembatan antara budaya dan agama yang berbeda.
Pengaruh pemain muslim semakin mendorong perubahan budaya di Premier League, termasuk dalam penyediaan fasilitas ibadah. Di tengah efisiensi anggaran, Manchester United baru-baru ini membuka ruang sholat di Old Trafford agar suporter muslim dapat beribadah dengan nyaman saat pertandingan. Langkah yang sebelumnya telah diterapkan Liverpool dan Arsenal ini mencerminkan upaya klub-klub besar Inggris dalam merangkul keberagaman.
Perjalanan pemain muslim di Premier League mencerminkan adaptasi liga terhadap keberagaman. Meski masih ada tantangan, langkah-langkah yang diambil menunjukkan komitmen menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi semua pemain dari berbagai latar belakang budaya dan keagamaan.