[REVIEW] Clair Obscur: Expedition 33, Calon Game of the Year 2025

- Clair Obscur: Expedition 33 mengisahkan ekspedisi dalam konteks penjelajahan yang kelam dan mendalam.
- Game ini menawarkan visual menarik dengan Unreal Engine 5.
- Combat system-nya terbilang impresif dengan turn-based RPG modern.
Bukan, bukan, ini bukan tentang ekspedisi macam JNE atau J&T. Clair Obscur: Expedition 33 (2025) mengisahkan ekspedisi dalam konteks penjelajahan. Ekspedisinya pun bukan ekspedisi biasa. Clair Obscur: Expedition 33 mengikuti perjalanan manusia menjelajahi dunia untuk menemukan masalah yang menyebabkan hidup menjadi kelam dan dunia yang perlahan-lahan menuju tamat.
Dari segi kisah, game ini memang patut mendapat apresiasi. Ditambah lagi, gameplay-nya impresif. Akan menarik kalau kita mengurainya satu per satu di sini. Begini review Clair Obscur: Expedition 33, calon Game of the Year 2025.
1. Dark fantasy dengan kisah kelam sejak awal permainan

Kisah Clair Obscur: Expedition 33 merupakan kisah yang kelam. Ini bisa kita rasakan sejak awal permainan. Prolognya mungkin saja membuatmu trauma. Sebab, kisahnya melibatkan perpisahan yang menyedihkan.
Game rilisan 24 April 2025 ini berlatar belakang dark fantasy Belle Époque. Tiap tahun selama 67 tahun terakhir, penduduk pulau terpencil, Lumiere, mengalami Gommage. Suatu entitas, yang dikenal sebagai The Paintress, melukis angka yang terus berkurang. Semua manusia dengan usia di atas angka yang dilukis The Paintress menghilang. Ini mirip Thanos Snap dalam semesta Marvel yang menghapus sebagian umat manusia. Orang-orang terpaksa kehilangan kekasih mereka, sementara anak-anak mesti kehilangan orangtua.
Tiap tahun, Lumiere sebenarnya telah mengirim ekspedisi berisi sukarelawan untuk membunuh The Paintress sebelum melukis angka baru. Namun, hasilnya terasa jauh dari ekspektasi. Expedition 33 lantas menjadi ekspedisi terakhir yang berangkat.
Anggota Expedition 33 meliputi tokoh utama, Gustave, seorang insinyur dengan masa hidup setahun lagi karena telah berusia 33 tahun. Dia berangkat bersama rombongannya, termasuk Maelle, anggota termuda ekspedisi, dan saudara angkatnya, Lune, seorang penyihir brilian.
Mendarat di sebuah pantai, Expedition 33 kemudian diserang entitas mengerikan yang menyapu mereka seketika. Para anggotanya tercerai-berai. Gustave baru bertemu lagi dengan Maelle dan Lune di tengah perjalanannya bertahan hidup. Mereka juga bertemu Sciel, seorang prajurit yang ceria sekaligus anggota ekspedisi yang tersisa.
Kisahnya yang kelam tidak hanya menggugah, tetapi juga menarik kita untuk menyelaminya lebih jauh. Sebab, misteri The Paintress baru akan terungkap saat kita benar-benar menelusurinya. Dengan premis yang kelam akan kelanjutan hidup manusia, Clair Obscur: Expedition 33 menawarkan sebuah kisah yang mendalam dan layak diikuti.
2. Dibalut dengan visual yang menarik

Kisah yang mendalam mungkin terasa biasa saja tanpa visual yang menarik. Dengan Unreal Engine 5, Clair Obscur: Expedition 33 mengejawantahkan isi kepala kreatornya, Sandfall Interactive, dalam balutan grafik yang tidak kaleng-kaleng, apalagi jika mengingat bangunan dunianya yang fantastis. Kita bahkan bisa melihat sebuah menara mirip Menara Eiffel di Prancis yang seolah meleleh di cakrawala yang kacau. Potongan bangunan beterbangan seolah Bumi tidak lagi bergravitasi. Tiap tempat dalam ekspedisi juga memiliki lanskap yang memukau dalam keindahan maupun kekacauannya masing-masing.
Karakter-karakternya terbilang ikonis secara visual. Mereka terasa hidup dalam balutan grafik tiga dimensi, terutama pada skena-skena sinematik yang melibatkan dialog-dialog panjang. Pada banyak kesempatan, Gustave sang karakter utama juga bisa tampak mirip dengan Robert Pattinson, aktor Inggris kelahiran London.
Clair Obscur: Expedition 33 tidak hanya menarik karena bangunan dunia dan karakternya, tetapi juga karena efek-efek visualnya. Dalam skena pertarungannya, kreator game ini menyisipkan efek-efek yang memuaskan. Es, yang umumnya berwarna biru, bisa membekukan musuh saat Gustave membenturkan pedangnya kepada mereka. Petir, yang kerap berwarna kuning, pun bisa menyambar saat Lune mengeluarkan sihirnya dari langit. Pada titik tertentu, efek-efek visual ini berdampak kepada kepuasan batin. Ini menjadi bumbu yang menghidupkan pertarungan yang tidak jarang menegangkan.
3. Menggunakan combat system yang impresif

Clair Obscur: Expedition 33 akan mengingatkan kita pada role-playing game (RPG) klasik lengkap dengan turn-based system yang familier. Pemainnya mesti mengendalikan sekelompok manusia yang menjelajahi dunia fantasi. Saat menjelajahi dunia luar dan berbagai area, mereka bisa melawan musuh untuk memulai pertarungan berbasis giliran tadi.
Setiap giliran, kita bisa memilih beberapa aktivitas, misalnya menggunakan item, melakukan serangan jarak dekat untuk mendapatkan ability point, atau menghabiskan poin itu untuk menggunakan keterampilan dengan serangan yang lebih mematikan. Kita juga bisa menyerang lebih dahulu. Adapun, konsepnya menembak ala first-person shooter (FPS) untuk mendapat keuntungan lebih awal.
Sementara, pada giliran musuh, kita bisa menghindar, menangkis, atau melompati serangan mereka secara real-time. Menangkis memang akan lebih sulit daripada menghindar. Namun, menangkis bisa memberi kita ability point dan kesempatan untuk melakukan serangan balik.
Combat system Clair Obscur: Expedition 33 terbilang impresif. Ini seperti memainkan Sea of Stars, turn-based RPG rilisan 2023, tetapi pada tingkat yang lebih ekstrem. Sebab, kita tidak bisa serta-merta mengalihkan pandangan hanya karena sistem bergilirannya. Serangan musuh boleh jadi kesempatan kita untuk mengalahkan mereka.
Tiap karakter Clair Obscur: Expedition 33 juga memiliki skill tree yang menarik. Kita tentu bebas mengembangkannya. Ini lengkap dengan senjata dan mekanisme permainan yang unik. Ada item bernama Pictos dan Lumina yang bisa memperkuat karakter.
4. Diselingi musik-musik yang bikin merinding
Musik-musik di Clair Obscur: Expedition 33 sepertinya bukan musik sembarangan. Mereka dibuat menyesuaikan game ini. Pada beberapa kesempatan, musiknya sama kelam dengan kisahnya.
Musik bernuansa kelam ini bahkan sudah bisa kita temui pada awal permainan. Dalam skena perpisahan Gustave dan kekasihnya, Sophie, musik akan mengantarkan kita kepada kesedihan yang mendalam. Pada kesempatan lain, musik bisa menghanyutkan kita dalam ketegangan.
Sementara itu, dalam combat system, efek-efek suara beradu dengan efek-efek visual. Kita, misalnya, bisa mendengar benturan pedang yang disambut desisan es bertemu api. Ini yang membuat pertarungan menjadi hidup. Mendengarkan suara-suara dalam game dengan headphone boleh jadi pilihan tepat. Ini membuat suasananya makin imersif.
5. Naskah rapi yang dieksekusi dengan ciamik

Clair Obscur: Expedition 33 berasal dari naskah yang ditulis dengan rapi. Namun, naskah ini tidak akan menjadi apa-apa tanpa arahan sutradara yang paham akan isi kepala kreatornya. Kita sepatutnya berterima kasih kepada Guillaume Broche yang telah memimpin produksi game ini dengan mengatur semua elemennya, termasuk mengarahkan aktor-aktornya untuk menjalankan dialog-dialog yang kadang getir dan kadang humoris.
Secara keseluruhan, Clair Obscur: Expedition 33 telah menjadi bukti karya yang dieksekusi dengan ciamik dari hulu ke hilir. Kisahnya pun mendalam dibalut dalam visual menarik menggunakan Unreal Engine 5. Gameplay-nya diatur sedemikian rupa agar tidak terasa membosankan. Sementara, musiknya mengalun menyesuaikan suasanya, yang seringnya kelam sepanjang ekspedisi.
Nilai review 5/5 rasanya tidak berlebihan bagi calon Game of the Year. Tidak heran banyak orang menyukainya, begitu pun para pengulas game di mancanegara. Clair Obscur: Expedition 33 mungkin juga bisa menghapus dahaga mereka yang haus akan turn-based RPG klasik yang justru terasa modern. Silakan coba kalau tidak percaya! Game ini bisa dimainkan di berbagai platform, seperti konsol Xbox Series X/S dan PlayStation 5. Game ini pun ada di PC via Steam dan Epic Games. Clair Obscur: Expedition 33 bahkan tersedia gratis sejak hari perilisan jika kita berlangganan Xbox Game Pass.