Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Nasib TikTok di AS, Sempat Diblokir hingga Diselamatkan Donald Trump

ilustrasi logo TikTok. (unsplash.com/Solen Feyissa)
Intinya sih...
  • TikTok diblokir di AS setelah Mahkamah Agung menolak upaya ByteDance membatalkan undang-undang pelarangan.
  • ByteDance mengajukan gugatan terhadap pemerintah AS namun Mahkamah Agung menolaknya, memaksa TikTok untuk mematikan layanannya secara sukarela.
  • Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif penundaan larangan TikTok selama 75 hari, membuka kemungkinan solusi kemitraan usaha patungan antara ByteDance dan pihak Amerika Serikat.

Platform media sosial TikTok sempat diblokir di Amerika Serikat (AS) pada Minggu (19/1/2025). Pemblokiran ini menyusul keputusan Mahkamah Agung AS yang menolak upaya ByteDance membatalkan undang-undang pelarangan aplikasi tersebut. TikTok memilih mematikan layanannya secara sukarela sebelum larangan resmi diberlakukan. Sebanyak 170 juta pengguna TikTok di AS tidak bisa mengakses aplikasi ini. Padahal, pengguna TikTok AS tercatat menghabiskan rata-rata waktu selama 51 menit per hari ini di platform ini.

Nasib TikTok kini berada di tangan Presiden AS Donald Trump yang baru dilantik. Trump telah menandatangani perintah eksekutif penundaan larangan TikTok selama 75 hari. Presiden ke-47 AS ini juga membuka kemungkinan solusi baru berupa kemitraan usaha patungan antara ByteDance dan pihak Amerika Serikat.

Bagaimana kronologi hingga terjadinya pemblokiran ini? Mari simak penjelasan lengkapnya!

1. Kronologi pemblokiran TikTok di AS

Ilustrasi pengadilan. (unsplash.com/Tingey Injury Law Firm)

Melansir AP, perjalanan pemblokiran TikTok di AS dimulai pada April 2024. Saat itu, Kongres AS mengesahkan undang-undang yang mewajibkan ByteDance menjual TikTok AS atau menghadapi pemblokiran. Kongres memberikan tenggat waktu hingga 19 Januari 2025 bagi ByteDance agar melepas kepemilikannya atas TikTok di AS. ByteDance mengajukan gugatan terhadap pemerintah AS pada Mei 2024. Mereka mengklaim undang-undang tersebut melanggar Amandemen Pertama konstitusi AS. Namun, pada Jumat (17/1/2025), Mahkamah Agung AS secara bulat menolak upaya ByteDance membatalkan undang-undang tersebut.

TikTok kemudian memilih mematikan layanannya secara sukarela pada Sabtu malam (18/1/2025) waktu setempat. Pengguna yang membuka aplikasi disambut pesan bahwa TikTok tidak tersedia karena undang-undang pelarangan telah diberlakukan di AS. Platform ini juga menghilang dari Apple App Store dan Google Play Store. Pemadaman dilakukan setelah beberapa mitra penyedia layanan menyatakan kekhawatiran mereka tentang potensi denda jika tetap mendukung operasional TikTok.

2. Alasan pemblokiran TikTok di AS

Ilustrasi bendera China. (unsplash.com/Yan Ke)

ByteDance selaku pemilik TikTok merupakan perusahaan China yang bermarkas di Beijing. Hubungannya dengan China ini membuat pemerintah AS melihat TikTok sebagai ancaman keamanan nasional. Para pejabat AS khawatir pemerintah China bisa menggunakan TikTok untuk memata-matai dan mengumpulkan data pribadi warga Amerika, dilansir CBS News.

Direktur FBI Christopher Wray memberikan kesaksian mengkhawatirkan di hadapan Komite Intelijen DPR tahun lalu.

Senator Josh Hawley dari Missouri menjelaskan risiko yang ditimbulkan.

"TikTok dapat melacak lokasi Anda, membaca pesan teks Anda, melacak ketikan keyboard Anda. Aplikasi ini memiliki akses ke catatan telepon Anda," ujar Hawley.

TikTok sebenarnya telah meluncurkan "Project Texas" pada 2022 yang bertujuan melindungi data pengguna AS di server-server Amerika. Namun, Departemen Kehakiman AS menilai upaya ini tidak cukup karena masih memungkinkan beberapa data mengalir ke China.

"Ini bukan hanya ancaman keamanan nasional, tetapi ancaman keamanan pribadi jika pemerintah China mendapatkan informasi tersebut," tambah Hawley.

3. Donald Trump tunda pemblokiran TikTok

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani perintah eksekutif. (The Trump White House, Public domain, via Wikimedia Commons)

Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada Senin (20/1/2025), yang menunda penegakan larangan TikTok selama 75 hari. Perintah ini meminta Departemen Kehakiman AS tidak menindak pelanggaran undang-undang "Foreign Adversary Controlled Applications Act" yang menjerat TikTok. Trump beralasan waktu pemberlakuan undang-undang yang tepat sehari sebelum dia mulai menjabat mengganggu kemampuannya menilai implikasi keamanan nasional dari larangan tersebut. Penundaan ini juga dimaksudkan memberi waktu negosiasi penyelesaian masalah.

Beberapa senator Republik menentang perpanjangan larangan ini. Senator Tom Cotton dari Arkansas dan Pete Ricketts dari Nebraska menuntut ByteDance menjual TikTok sepenuhnya. Mereka menyatakan tidak ada dasar hukum bagi perpanjangan tenggat waktu. Setelah penandatanganan perintah eksekutif Trump, TikTok kembali online pada Minggu siang. Perusahaan tersebut berterima kasih kepada Trump yang telah memberikan kelonggaran.

4. Masa depan TikTok di AS

tampilan TikTok. (unsplash.com/collabstr)

Donald Trump mengusulkan kemungkinan TikTok beroperasi sebagai usaha patungan 50-50 antara perusahaan AS dan ByteDance. Ia mengaku telah dihubungi banyak orang kaya yang berminat membeli TikTok. Beberapa calon pembeli potensial telah muncul. Kelompok yang dipimpin miliarder Frank McCourt dan Kevin O'Leary, investor terkenal dari acara TV Shark Tank, telah mengajukan penawaran resmi. Mesin pencari AI bernama PerplexityAI juga dilaporkan berminat bergabung dengan TikTok.

Media juga melaporkan bahwa China mempertimbangkan penjualan kepada Elon Musk. Musk dinilai memiliki sumber daya untuk membeli aplikasi ini dan merupakan pendukung Trump. Namun, TikTok menyebut laporan tersebut tidak benar.

Platform pesaing seperti Instagram Reels dan YouTube Shorts berpotensi mendapat keuntungan besar dari pemblokiran TikTok. Melansir dari BBC, analis Kelsey Chickering menyatakan bahwa beberapa pengiklan berencana untuk mengalihkan anggaran iklan mereka ke Meta dan Google. Perpindahan anggaran iklan ini bisa memberikan keuntungan finansial signifikan bagi platform-platform tersebut. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kidung Swara Mardika
EditorKidung Swara Mardika
Follow Us