Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Scan Retina Mata KTP vs World App, Privasi Kita di Ujung Retina?

Scan retina mata untuk pembuatan E-KTP (infopublik.id)
Scan retina mata untuk pembuatan E-KTP (infopublik.id)
Intinya sih...
  • World App viral karena menawarkan imbalan uang tunai bagi pengguna yang bersedia memindai retina mata menggunakan Orb, perangkat berteknologi tinggi.
  • e-KTP Indonesia menyimpan data pribadi dan biometrik berupa sidik jari dalam chip terenkripsi, serta memiliki keunggulan biometrik yang ekonomis dan keamanan berlapis.
  • Pemerintah Indonesia mulai melakukan transformasi dari e-KTP fisik ke Identitas Kependudukan Digital (IKD) secara bertahap untuk efisiensi, keamanan, dan kemudahan akses layanan publik.

Privasi kita benar-benar sedang diuji. Bukan lagi melalui kata sandi, melainkan lewat retina mata. Dalam beberapa hari terakhir, aplikasi World App mendadak viral dan menjadi perbincangan hangat di media sosial. Bagi mereka yang bersedia, data biometrik berupa pemindaian retina dipertaruhkan demi mendapatkan aset kripto senilai antara Rp250.000 hingga Rp800.000. Fenomena ini merupakan bagian dari inisiatif proyek Worldcoin, yang digagas oleh Tools for Humanity (TFH), perusahaan yang turut didirikan oleh Sam Altman, CEO OpenAI.

Menariknya, warga yang datang secara sukarela hanya perlu menunjukkan KTP serta mengisi nama dan tanggal lahir di aplikasi World App. Setelah itu, mereka diarahkan untuk memindai iris mata menggunakan Orb, perangkat berbentuk bola berteknologi tinggi yang dilengkapi kamera dan sensor canggih. Konon, alat ini tidak hanya memindai iris, tetapi juga merekam gambar beresolusi tinggi dari wajah, mata, bahkan tubuh pengguna. Setelah proses ini selesai, pengguna akan menerima koin digital Worldcoin (WLD) yang dapat dicairkan menjadi uang tunai.

Namun, mari sejenak kita tarik ingatan ke proses pembuatan e-KTP. Bukankah saat itu masyarakat juga diminta memindai retina atau wajah sebagai bagian dari verifikasi identitas? Kini, viralnya World App dan antusiasme masyarakat yang rela menyerahkan data biometrik demi imbalan tunai tampaknya menciptakan efek domino. Tak hanya data retina, data KTP yang diserahkan pun ikut terekam dalam sistem. Maka, pertanyaannya apakah kita masih bisa bicara soal privasi? Atau apakah privasi kita sekarang benar-benar berada di ujung retina mata? Artikel ini mencoba membandingkan antara e-KTP Indonesia dan World App dari proyek Worldcoin. Simak penjelasannya berikut!

1. e-KTP sebagai identitas warga untuk negara

E-KTP (dukcapil.acehjayakab.go.id)
E-KTP (dukcapil.acehjayakab.go.id)

Indonesia memperkenalkan e-KTP sebagai sistem identifikasi nasional berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). e-KTP menyimpan data pribadi dan biometrik berupa sidik jari dalam chip terenkripsi. Sistem ini bersifat wajib bagi seluruh warga negara dan digunakan untuk mengakses berbagai layanan publik.

Program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri pada Februari 2011, saat Gamawan Fauzi menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden. Tahap pertama program ini dilaksanakan dari 2011 hingga 30 April 2012, mencakup 67 juta penduduk di 2.348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Tahap kedua mencakup 105 juta penduduk di 300 kabupaten/kota lainnya. Pada akhir 2012, ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk telah memiliki e-KTP.

Program ini dilatarbelakangi oleh kelemahan sistem KTP fisik sebelumnya yang memungkinkan seseorang memiliki lebih dari satu KTP karena belum adanya basis data nasional terpadu. Kondisi tersebut membuka celah penyalahgunaan identitas, seperti penghindaran pajak, perlindungan terhadap praktik korupsi dan kriminalitas, pemalsuan identitas untuk aksi terorisme, hingga pemalsuan dokumen perjalanan. Penerapan KTP berbasis NIK telah sesuai ketentuan Pasal 6 Peraturan Presiden (Perpres) No. 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional, yang diperkuat oleh Perpres No. 35 Tahun 2010. Beberapa keunggulan utama e-KTP antara lain:

  • Biometrik yang ekonomis: Penggunaan sidik jari karena murah, unik, dan stabil.
  • Keamanan berlapis: Dilengkapi chip, sembilan lapisan fisik, dan enkripsi berstandar internasional (NISTIR, ICAO, EU Passport).
  • Kendali nasional: Data dikelola sepenuhnya oleh negara melalui sistem Administrasi Kependudukan (Adminduk).

Seiring perkembangan teknologi, pemerintah mulai melakukan transformasi dari e-KTP fisik ke Identitas Kependudukan Digital (IKD) secara bertahap. Melansir situs resmi Komdigi, sekitar 50 juta e-KTP fisik telah beralih ke bentuk digital pada akhir 2023. IKD dinilai lebih efisien dari segi pembiayaan, lebih aman dari pemalsuan, serta lebih praktis karena tidak perlu dibawa dalam bentuk fisik dan dapat diakses langsung dari smartphone. KTP digital merupakan kartu identitas penduduk dalam bentuk aplikasi yang dilengkapi QR Code dan dapat diakses melalui smartphone. Dalam aplikasi ini termuat data KTP, Kartu Keluarga, serta dokumen lain yang terintegrasi dengan NIK, seperti sertifikat vaksin, NPWP, dan bukti kepemilikan kendaraan. Pemerintah menargetkan penggunaan KTP digital di wilayah Jawa dan Bali mencapai 50 persen, Sumatra dan Sulawesi 30 persen, Kalimantan 20 persen, NTB 40 persen, dan wilayah timur seperti Maluku Utara, NTT, Papua, serta Papua Barat sebesar 10 persen. Syarat utama untuk dapat memiliki KTP digital adalah sudah memiliki e-KTP, mampu mengoperasikan smartphone, dan berada di wilayah yang memiliki akses internet.

2. Struktur e-KTP terdiri dari sembilan layer yang akan meningkatkan pengamanan dari KTP fisik

e-KTP (jakarta.go.id)
e-KTP (jakarta.go.id)

Struktur e-KTP terdiri dari sembilan lapisan (layer) yang dirancang untuk meningkatkan tingkat keamanan dibandingkan KTP fisik. Chip elektronik ditanam di antara lapisan plastik putih dan transparan pada dua lapisan teratas. Chip ini memiliki antena di dalamnya yang akan memancarkan gelombang saat digesek. Gelombang ini kemudian dikenali oleh alat pembaca e-KTP untuk memverifikasi apakah kartu tersebut digunakan oleh pemilik yang sah. Proses pembuatan e-KTP yang terdiri sembilan lapisan ini terdiri dari beberapa tahap, antara lain:

  • Hole punching – melubangi kartu sebagai tempat meletakkan chip.
  • Pick and pressure – menempatkan chip ke dalam kartu.
  • Implanter – memasang antena berbentuk pola spiral.
  • Printing – mencetak informasi pada kartu.
  • Spot welding – mengepres kartu menggunakan aliran listrik.
  • Laminating – menutup kartu menggunakan plastik pelindung.

e-KTP juga dilindungi berbagai fitur keamanan cetak seperti relief text, microtext, filter image, tinta tak terlihat (invisible ink), serta warna yang bersinar di bawah sinar ultraviolet dan desain anti-salin (anti-copy design). Data yang tersimpan dalam chip e-KTP disesuaikan dengan standar internasional seperti NISTIR 7123, Machine Readable Travel Documents ICAO 9303, dan EU Passport Specification 2006. Bentuk e-KTP mengikuti standar ISO 7810 yang mana ukurannya setara kartu kredit, yaitu 53,98 mm x 85,60 mm. Pemanfaatan e-KTP sangat penting untuk menciptakan sistem administrasi kependudukan yang rapi dan teratur sehingga dapat mempermudah pelayanan publik oleh pemerintah kepada masyarakat. Melalui fungsi dan keunggulan yang dimilikinya, e-KTP diharapkan mampu mendukung kelancaran layanan publik secara menyeluruh.

3. World App berada dalam pusara identitas digital pada ekosistem kripto

Bola berteknologi tinggi yaitu Orb akan mengambil gambar beresolusi tinggi termasuk detail iris mata pengguna (toolsforhumanity.com)
Bola berteknologi tinggi yaitu Orb akan mengambil gambar beresolusi tinggi termasuk detail iris mata pengguna (toolsforhumanity.com)

World App bukan sekadar dompet digital biasa, tetapi menjadi gerbang utama menuju ekosistem terpadu yang dikembangkan oleh World, yang meliputi World ID, World Coin, dan World Chain. Di balik desain antarmukanya yang sederhana, tersimpan teknologi identifikasi digital canggih bernama World ID. Teknologi ini dirancang untuk memastikan bahwa pengguna adalah individu nyata, bukan bot atau identitas palsu. Hal yang sangat penting di tengah maraknya kecerdasan buatan yang memicu munculnya akun palsu dan interaksi digital tidak autentik.

World ID disebut-sebut dapat melakukan verifikasi identitas secara aman dan anonim menggunakan teknologi biometrik canggih, terutama melalui pemindaian iris mata. Teknologi ini menggunakan perangkat khusus bernama Orb, sebuah alat berbentuk bola yang mampu memindai mata serta mengumpulkan data biometrik seperti detak jantung dan tanda vital lainnya. Data ini kemudian diolah menjadi IrisHash, sebuah kode unik berbasis kriptografi yang membuktikan keaslian identitas manusia tanpa mengungkapkan data biometrik secara langsung. Sistem ini menggunakan metode zero-knowledge proof untuk menjaga kerahasiaan pengguna.

Jika algoritma tidak menemukan kecocokan atas data yang sudah tersedia, maka pengguna dinyatakan lolos verifikasi dan bisa melanjutkan proses pendaftaran menggunakan email, nomor HP, atau kode QR untuk mengakses dompet Worldcoin. Pihak World juga menegaskan bahwa data biometrik hanya disimpan sementara di Orb dan akan dihapus setelah digunakan untuk melatih jaringan neural AI mereka. Melalui World App, pengguna dapat menyimpan identitas digital mereka sekaligus mengelola aset kripto seperti World Coin. Aplikasi ini juga menyediakan akses ke berbagai layanan mini yang tergabung dalam jaringan World sehingga menghadirkan ekosistem terpadu antara identitas digital, transaksi keuangan, dan layanan digital lainnya seperti pemungutan suara atau pembelian tiket.

4. Jika e-KTP adalah representasi identitas negara maka World App adalah representasi identitas global yang dibayar menggunakan data biometrik

Aplikasi World App (world.org)
Aplikasi World App (world.org)

Jika e-KTP berfungsi sebagai simbol identitas negara bagi warganya, maka World App dan World ID bisa dianggap sebagai bentuk identitas digital global yang “dibayar” menggunakan data biometrik. Tawaran yang disodorkan pun terkesan sangat menggiurkan. Cukup datang ke lokasi pendaftaran, antre menunjukkan KTP, mengisi nama dan tanggal lahir di aplikasi World App, lalu memindai iris mata dan langsung menerima kompensasi dalam bentuk uang tunai. Sebaliknya, e-KTP tidak memberikan insentif tunai secara langsung, melainkan hanya berfungsi sebagai dokumen administratif untuk mengakses layanan publik tanpa janji imbalan materi.

Kendati keduanya melibatkan data biometrik seperti sidik jari dan pemindaian retina, tidak ada jaminan mutlak bahwa baik e-KTP maupun World App benar-benar aman. Masing-masing menyimpan potensi risiko yang mungkin tak kita sadari hingga dampaknya terjadi. Apalagi, nasib buruk tidak mengenal jadwal. Risiko itu bisa berupa kebocoran data, penyalahgunaan identitas, atau pemantauan aktivitas individu tanpa izin. Masih belum jelas apakah penggunaan data biometrik oleh World App akan berujung pada penipuan atau risiko lainnya. Tetapi saat identitas dan data biologis kita dipertaruhkan, kita seharusnya berpikir dua kali sebelum menyerahkannya demi imbalan yang terlihat instan.

Memang benar, teknologi biometrik menawarkan efisiensi dan keamanan. Namun, perlu diwaspadai bahwa teknologi ini juga membuka peluang besar untuk penyalahgunaan dan eksploitasi identitas biologis manusia. Berbeda dengan email atau kata sandi, retina tidak bisa diganti setelah dibagikan. Sekali tersebar, tidak ada jalan kembali. Tanpa regulasi yang kuat, literasi digital yang memadai, dan kesadaran kolektif, privasi kita sebagai warga negara akan semakin rapuh.

Sampai saat ini, masyarakat kita masih kurang menyadari pentingnya keamanan data. Sebuah ruang tak kasat mata, namun, dampaknya begitu nyata. Contoh sederhananya adalah saat kita diminta mengirimkan foto KTP via WhatsApp untuk pemesanan tiket kereta. Tanpa bertanya lebih dulu soal keperluan dan siapa penerimanya, banyak orang langsung mengirimkan data tersebut tanpa berpikir dua kali tentang bagaimana data itu digunakan. Sekarang, privasi bukan lagi soal sembunyi-sembunyi. Pertanyaannya adalah siapa yang memegang kuncinya, jika kita sudah mempertaruhkan data biometrik yang tak bisa diganti dan disimpan entah di mana?

Teknologi kini bukan lagi sekadar menyentuh layar, tapi menyentuh mata. Bola mata yang tak bersalah itu dipindai, polanya diambil, lalu disimpan dalam sistem. Sistem yang bahkan tak selalu kita tahu siapa pengendalinya. Menukarkan data biometrik seperti scan retina sama halnya mengirim salinan identitas tanpa filter. Sebab, di balik ikatan janji efisiensi dan keamanan, akan selalu ada harga yang harus dibayar. Kali ini, mungkin yang dipertaruhkan adalah retina kita sendiri. Lalu, masihkah kamu yakin ingin mempertaruhkan data pribadimu hari ini?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kidung Swara Mardika
EditorKidung Swara Mardika
Follow Us