Mengapa Gunung Semeru Tidak Direkomendasikan untuk Pendaki Pemula?

Mendaki gunung memang menawarkan pengalaman yang mendebarkan sekaligus memuaskan. Pemandangan alam yang megah, udara segar di ketinggian, dan rasa pencapaian saat berhasil mencapai puncak jadi alasan banyak orang tertarik mencoba kegiatan ini. Namun, tidak semua gunung cocok untuk semua orang, apalagi bagi pemula yang belum terbiasa dengan medan terjal atau perubahan cuaca ekstrem. Beberapa gunung membutuhkan persiapan fisik dan mental yang jauh lebih kompleks dibandingkan jalur pendakian pada umumnya.
Gunung Semeru, sebagai gunung tertinggi di Pulau Jawa, sering masuk dalam daftar impian para pendaki termasuk pendaki pemula. Tapi untuk pemula, ada banyak pertimbangan penting yang harus dilihat lebih dulu sebelum menjadikannya tujuan awal. Meskipun menawarkan pemandangan yang luar biasa, tantangan di gunung ini jauh dari kata sederhana. Berikut empat alasan mengapa Gunung Semeru tidak direkomendasikan untuk pendaki pemula.
1. Jalur pendakian Gunung Semeru membutuhkan stamina di atas rata-rata

Medan pendakian Gunung Semeru tergolong panjang dan menuntut kondisi fisik yang benar-benar prima. Rata-rata waktu tempuh dari basecamp ke puncak bisa memakan waktu dua hingga tiga hari tergantung kecepatan dan daya tahan fisik. Jalur yang dilalui tak hanya menanjak, tetapi juga penuh pasir, batuan lepas, serta tanjakan tajam yang menguras energi.
Pendaki pemula yang belum terbiasa berjalan jauh sambil membawa beban berat bisa sangat kewalahan. Bahkan sebelum mencapai Kalimati, tubuh biasanya sudah terasa sangat lelah. Jika dipaksakan, kondisi seperti kelelahan ekstrem, dehidrasi, atau cedera ringan bisa terjadi di tengah jalur tanpa akses bantuan cepat yang mana bisa berisiko fatal kalau tidak disiapkan dengan baik.
2. Jalur pasir menuju puncak sangat berisiko bagi yang belum terlatih

Tanjakan pasir Semeru menuju Mahameru adalah bagian paling menantang dalam seluruh perjalanan. Setiap satu langkah naik bisa membuat kaki turun kembali setengah langkah karena permukaan pasir yang tidak stabil. Diperlukan teknik langkah tertentu, pengaturan napas yang tepat, dan kekuatan otot kaki yang terlatih agar tidak cepat lelah.
Bagi pendaki pemula, bagian ini sering menjadi titik paling membuat frustrasi. Selain rasa lelah yang menumpuk, perasaan takut terjatuh atau terperosok bisa menghambat langkah pendaki. Belum lagi risiko terkena batu dari atas jika ada pendaki lain yang tidak hati-hati. Tanpa pemahaman teknik yang benar, pendakian di bagian ini bisa berakhir di tengah jalan, bahkan sebelum mencapai puncak.
3. Kewaspadaan terhadap aktivitas vulkanik Semeru wajib dijaga

Gunung Semeru merupakan salah satu gunung berapi aktif yang aktivitasnya terus dipantau oleh pihak berwenang. Letusan kecil seperti semburan abu atau lontaran material vulkanik ke arah Kawah Jonggring Saloko cukup sering terjadi. Bahkan meskipun pendakian dibuka, tetap ada larangan untuk tidak mendekati radius 1 kilometer dari puncak. Risiko paparan gas beracun juga tidak bisa diabaikan.
Pendaki berpengalaman umumnya sudah terbiasa membaca laporan aktivitas gunung dan mengukur risikonya. Namun bagi pemula, informasi seperti ini sering diabaikan atau tidak dipahami dampaknya. Padahal, kurangnya pengetahuan tentang kondisi vulkanik bisa menimbulkan bahaya besar. Keputusan mendaki seharusnya tidak hanya berdasarkan keinginan pribadi, tetapi juga pemahaman menyeluruh tentang kondisi lapangan.
4. Kebutuhan logistik dan manajemen waktu sulit dikelola oleh pendaki baru

Mendaki Semeru bukan hanya soal berjalan sampai ke puncak, tetapi juga mengelola waktu, logistik, dan energi dengan sangat efisien. Pendaki harus tahu kapan harus istirahat, kapan harus melanjutkan perjalanan, dan berapa banyak air serta makanan yang dibutuhkan selama di jalur. Kesalahan kecil dalam perhitungan logistik bisa berdampak besar, seperti kekurangan air atau kehabisan makanan saat malam tiba.
Pendaki pemula sering kali belum punya pengalaman soal manajemen logistik di lapangan terbuka. Akibatnya, mereka bisa membawa barang yang terlalu berat atau justru lupa membawa peralatan penting seperti matras dan senter cadangan. Gunung Semeru tidak memberi toleransi untuk kesalahan seperti ini. Setiap keputusan harus berdasarkan kalkulasi dan pengalaman, bukan sekadar semangat atau dorongan emosional.
Memilih gunung untuk didaki pertama kali tidak boleh hanya berdasarkan popularitas atau pemandangan yang indah. Gunung Semeru memang memikat dan juga legendaris, tapi medan dan risikonya membutuhkan pengalaman yang tidak bisa dipelajari secara instan. Bagi pemula, ada baiknya memulai dari jalur yang lebih ramah agar pengalaman pertama mendaki tetap aman dan menyenangkan.