Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Gunung Kilimanjaro, Gletser di Puncak Gunung Terancam Hilang!

Potret gajah di Taman Nasional Amboseli, Kenya, dekat Gunung Kilimanjaro (pixabay.com/herbert2512)

Selain disebut sebagai “Atap Afrika”, Gunung Kilimanjaro juga memiliki julukan Ol Doinyo Oibor yang berarti "Gunung Putih” dalam bahasa Masai. Gunung dengan bentang alam yang luas dan indah ini selalu menjadi daya tarik bagi banyak orang, khususnya para pecinta alam. Tidak hanya terkenal dengan keindahan alamnya, gunung ikonik ini juga memiliki fakta menarik lain yang bikin penasaran, terutama tentang gletser di puncak gunung yang kabarnya semakin mencair. Simak, yuk!

1. Gunung yang berdiri sendiri

Potret Gunung Kilimanjaro, gunung yang berdiri sendiri (pixabay.com/GregMontani)

Gunung Kilimanjaro adalah gunung tertinggi di Afrika yang terletak di Kawasan Kilimanjaro, Tanzania, Afrika. Gunung ini memiliki ketinggian fantastis, yaitu mencapai sekitar 5.895 meter di atas permukaan laut dan berada tepat di garis khatulistiwa. Gunung megah ini memiliki tiga puncak utama, yaitu

  1. Shira, kaki gunung atau puncak terendah dengan ketinggian sekitar 3.962 meter
  2. Mawenzi, puncak dengan bentuk yang lebih tajam dengan ketinggian sekitar 5.149 meter
  3. Kibo (Uhuru), puncak tertinggi dengan ketinggian sekitar 5.895 meter

Gunung Kilimanjaro juga merupakan gunung berdiri bebas tertinggi di dunia dan bukan bagian dari pegunungan. Umumnya rangkaian pegunungan berdiri saling berdekatan, tetapi tidak dengan Gunung Kilimanjaro. Gunung ikonik ini berdiri menjulang tinggi sendirian di dataran Afrika tanpa ada pegunungan lain di sekitarnya. Inilah alasan utama mengapa Gunung Kilimanjaro disebut sebagai "gunung yang berdiri sendiri".

2. Terbentuk dari aktivitas vulkanik

Potret Gunung Kilimanjaro (pixabay.com/schliff)

Miliaran tahun lalu, aktivitas tektonik di wilayah Afrika Timur menyebabkan terbentuknya patahan dan retakan pada kerak bumi. Melalui retakan ini, magma menyembur ke permukaan bumi hingga membentuk gunung berapi. Semburan tersebut mengeluarkan material vulkanik, seperti abu vulkanik dan fragmen batuan. Proses letusan ini terjadi berulang kali hingga menghasilkan lapisan lava yang mendingin dan mengeras, serta membentuk kerucut gunung berapi yang semakin tinggi dan membesar.

Aktivitas vulkanik yang berbeda di setiap periode membentuk beberapa fenomena alam, seperti kubah lava di puncak gunung. Puncak Uhuru adalah kubah lava termuda dan tertinggi, serta merupakan puncak utama Gunung Kilimanjaro. Setelah tidak aktif, gunung berapi mengalami proses erosi yang disebabkan oleh angin, hujan, dan gletser. Erosi mengubah bentuk gunung, membentuk lembah, tebing, dan puncak yang lebih tajam. Hingga terbentuklah Gunung Kilimanjaro seperti sekarang.

3. Diselimuti gletser dan salju abadi

Potret gletser di puncak Gunung Kilimanjaro (unsplash.com/Hu Chen)

Seperti sebuah paradoks, salju di puncak Gunung Kilimanjaro tampak seperti ilusi yang membingungkan. Karena letaknya dekat dengan garis khatulistiwa. Namun, fenomena alam ini memiliki penjelasan ilmiah yang menarik untuk ditelusuri.

Gunung tertinggi di Afrika ini memiliki ketinggian ekstrem yang mencapai hampir 6.000 meter di atas permukaan laut. Membuat suhu di puncaknya sangat rendah, bahkan di bawah titik beku. Uap air dalam udara naik ke puncak gunung yang dingin hingga mencapai ketinggian tertentu. Uap air tersebut akan mengembun dan membeku menjadi kristal-kristal es. Seiring berjalannya waktu, kristal-kristal es menempel pada permukaan tanah dan bebatuan hingga membentuk lapisan salju serta gletser yang semakin tebal. Faktor pembentukan salju dan gletser ini dipengaruhi oleh cuaca, angin, dan aktivitas vulkanik.

Keberadaan salju dan gletser di puncak gunung menjadi sumber air bagi masyarakat lokal, serta berbagai jenis flora dan fauna yang unik di sekitar gunung. Selain itu, gunung Kilimanjaro merupakan indikator perubahan iklim akibat pemanasan global. Kabar terbarunya, gletser di gunung ikonik ini telah menyusut sejak tahun 1880-an akibat pemanasan global dan perubahan pola hujan sehingga mempengaruhi keseimbangan massa gletser.

Ilmuwan memperkirakan bahwa salju di puncak Gunung Kilimanjaro mungkin akan hilang dalam waktu dekat. Menurut National Geographic Indonesia, tahun 2030 diprediksi akan menjadi tahun di mana seluruh lapisan salju di puncak Gunung Kilimanjaro akan hilang sepenuhnya.

4. Raksasa Tidur Afrika

Potret Gunung Kilimanjaro, raksasa tidur Afrika (pixabay.com/adriankirby)

Meskipun tinggi menjulang, gunung megah ini sering dijuluki sebagai “raksasa tidur Afrika" atau "gunung tertidur". Gunung Kilimanjaro adalah gunung berapi stratovolcano, yang terbentuk dari lapisan-lapisan lava, abu vulkanik, dan material piroklastik. Gunung ini memiliki sejarah letusan yang panjang, namun letusan terakhir terjadi sekitar 360.000 tahun yang lalu. Sejak letusan terakhir tersebut, tidak terdeteksi tanda-tanda aktivitas vulkanik yang signifikan. Kawah-kawah di puncak gunung juga tidak menunjukkan adanya asap atau uap air.

Meskipun statusnya kini sudah tidak aktif, namun para ahli geologi meyakini bahwa masih ada magma di bawah permukaan gunung ini. Ada kemungkinan Gunung Kilimanjaro bangun kembali dan mengalami erupsi, namun waktunya sangat sulit diprediksi. Istilah "gunung tertidur" menegaskan, meskipun saat ini terlihat tenang, gunung berapi tetap memiliki potensi untuk meletus.

5. Rumah bagi flora dan fauna

Potret monyet colobus, primata khas Gunung Kilimanjaro (pixabay.com/jonleong64)

Meskipun puncaknya tertutup salju abadi dan mengalami perubahan iklim yang drastis, tetapi Gunung Kilimanjaro berdiri sebagai rumah beragam jenis spesies flora dan fauna. Mulai dari kaki gunung di zona hutan hujan tropis yang lembap, zona padang Alpine yang dingin, hingga puncak di zona Arktik dengan suhu sangat ekstrem di bawah titik beku.

Terdapat fauna jenis primata, seperti monyet colobus dan monyet biru. Ada juga berbagai jenis burung berwarna-warni, burung elang, gagak leher putih, dan serangga. Selain itu, ada bunglon bertanduk tiga, hyrax, galago, kalajengking, dan laba-laba. Serta beragam jenis flora seperti tanaman pakis, tanaman heather, pohon eboni, semak belukar, rumput Alpine, lumut, lichen (lumut kerak), hingga salju di puncak gunung zona Arktik.

Hilangnya gletser di Gunung Kilimanjaro tentu akan sangat berdampak pada ekosistem, sumber daya air, pariwisata, perubahan iklim lokal dan naiknya permukaan laut. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi cairnya gletser di Gunung Kilimanjaro. Salah satunya dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca untuk memperlambat laju pemanasan global. Tindakan ini sangat perlu dilakukan untuk melindungi ekosistem dan industri pariwisata. Juga dengan harapan kebutuhan masyarakat sekitar yang bergantung pada Gunung Kilimanjaro dapat selalu terpenuhi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us