5 Makna Spiritual Payung di Jepang: Bukan Cuma Pelindung Hujan!

- Payung di Jepang memiliki makna spiritual yang dalam
- Dalam tradisi Jepang, payung dipercaya sebagai wadah turunnya roh dan simbol kekuasaan spiritual
- Payung juga digunakan sebagai alat penolak penyakit dalam festival dan rumah sementara untuk roh leluhur
Kalau di banyak negara payung cuma dianggap sebagai alat pelindung hujan atau peneduh panas, di Jepang fungsinya jauh lebih dalam. Payung, terutama model tradisional seperti wagasa, punya makna spiritual yang sudah mengakar sejak ratusan tahun lalu. Benda ini dipercaya bisa menjadi penghubung dengan dunia roh, bahkan jadi bagian penting dalam upacara dan festival.
Sejak pertama kali masuk ke Jepang antara abad ke-9 sampai abad ke-11, payung justru gak langsung dipakai untuk menahan hujan. Awalnya, benda ini adalah simbol kekuasaan spiritual dan politik.
Hanya tokoh penting seperti pemuka agama atau bangsawan yang berhak menggunakannya, dan biasanya dibawa oleh para pelayan sebagai tanda kehormatan. Seiring waktu, maknanya berkembang, tapi unsur spiritualnya tetap kuat sampai sekarang.
Kalau kamu penasaran kenapa payung punya peran sedalam ini di Jepang, berikut lima makna spiritual yang membuatnya istimewa.
1. Wadah turunnya roh

Dalam tradisi Jepang, ada kepercayaan animisme yang melihat benda-benda tertentu sebagai yorishiro, atau media yang bisa menarik roh dan dewa. Bentuk payung yang bulat dianggap mirip bentuk jiwa, sementara gagangnya menyerupai tiang yang bisa menjadi jalur turunnya roh ke dunia manusia. Jadi, membuka payung tradisional bukan cuma soal praktis, tapi juga membuka “ruang” bagi kehadiran roh.
2. Simbol kekuasaan spiritual

Pada masa awal masuknya ke Jepang, payung bukanlah barang umum. Model panjang seperti sashikake-gasa hanya boleh digunakan oleh tokoh agama atau pejabat tinggi.
Kehadiran payung di atas kepala mereka menunjukkan status, kekuatan spiritual, sekaligus perlindungan dari energi buruk. Sampai sekarang, citra ini masih terlihat dalam beberapa ritual adat yang menggunakan payung besar sebagai elemen utama.
3. Alat penolak penyakit dalam festival

Di berbagai festival, payung tradisional dipercaya punya kekuatan membersihkan energi buruk. Contohnya di Yasurai Matsuri di Kyoto, payung dihias bunga dan digunakan untuk “menarik” penyakit dari tubuh orang.
Ada juga di Festival Hakata Dontaku di Fukuoka, di mana orang-orang percaya bahwa berjalan di bawah kasaboko raksasa akan membawa keberuntungan dan kesehatan. Ritual ini membuat payung bukan sekadar properti dekorasi, tapi bagian dari penyembuhan spiritual.
4. Rumah sementara untuk roh leluhur

Saat Obon di Okinoshima, penduduk membuat payung besar penuh hiasan untuk menampung roh leluhur yang baru meninggal. Payung ini dibawa berkeliling dalam tarian ritual sebelum “mengantar” roh kembali ke alam baka.
Bentuknya yang menaungi dipercaya memberi perlindungan selama roh berada di dunia manusia. Tradisi ini memperlihatkan betapa payung dipandang sebagai tempat yang aman dan sakral.
5. Inspirasi tokoh mistis kasa yokai

Animisme Jepang juga melahirkan cerita tentang kasa yokai, roh payung yang digambarkan punya satu mata dan lidah panjang. Sosok ini muncul dalam seni tradisional seperti “Night Parade of the Myriad Goblins”, di mana benda-benda rumah tangga lama yang dibuang dipercaya bisa “hidup kembali”. Keberadaan kasa yokai jadi pengingat bahwa benda sehari-hari pun bisa memiliki jiwa jika sudah lama digunakan.
Melihat semua makna ini, jelas kalau payung di Jepang punya kedudukan lebih dari sekadar alat pelindung hujan. Benda ini menyimpan sejarah panjang sebagai simbol spiritual, pelindung dari energi buruk, dan penghubung dengan dunia roh. Jadi, kalau suatu saat kamu memegang wagasa di Jepang, ingatlah kalau di balik bentuknya yang indah, ada filosofi yang telah bertahan selama berabad-abad.