Perang Dagang AS, Penjualan Mobil Diprediksi Anjlok!

- Perang dagang global mempengaruhi penjualan mobil di AS dan Kanada, mengancam penurunan hingga 2 juta unit pada tahun 2025.
- Kebijakan tarif impor 25% dari Presiden Donald Trump dapat membuat penjualan mobil anjlok dan produsen otomotif harus menyesuaikan produksi dan biaya.
- Peningkatan produksi truk di AS, insentif konsumen, dan perkembangan kendaraan listrik menjadi strategi pabrikan untuk menghadapi ketidakpastian pasar otomotif.
Pasar otomotif Amerika Serikat (AS) dan Kanada sedang diuji. Bukan karena minat beli masyarakat yang menurun, tapi karena tensi perang dagang global yang makin panas. Firma konsultan otomotif asal Detroit, Telemetry Agency, memprediksi bahwa penjualan mobil di AS dan Kanada bisa turun drastis, bahkan hingga 2 juta unit ada tahun 2025!
Bagimana nasib industri otomotif di Amerika Serikat jika perang dagang terus berlanjut dan apa yang bisa menjadi jalan keluar dari masalah ini?
1. Penjualan mobil di AS sempat tembus 15 juta unit tahun lalu

Sebagai gambaran, tahun lalu saja penjualan mobil di AS tembus 15,85 juta unit. Tapi kalau kebijakan tarif impor 25% dari Presiden Donald Trump terus berlaku, angka itu bisa anjlok ke level yang cukup bikin produsen otomotif garuk-garuk kepala. Apalagi tarif ini juga dikenakan ke kendaraan yang diproduksi di Meksiko dan Kanada, dua negara tetangga yang selama ini jadi lokasi favorit pabrikan buat merakit mobil.
Dan ini bukan cuma soal satu-dua tahun. Dalam skenario terburuk, kalau kebijakan tarif ini berlanjut sampai 2035, penjualan kendaraan ringan di AS dan Kanada bisa lebih rendah 7 juta unit dibanding proyeksi semula. Itu artinya, perang dagang bukan cuma bikin panas politik global, tapi juga dinginkan showroom mobil.
2. Produsen mobil harus merombak strategi

Kondisi ini bikin produsen mobil harus muter otak. Mereka nggak bisa lagi asal rakit di luar negeri dan jual di AS kayak dulu. Sekarang, semua harus disesuaikan dengan aturan dan biaya baru. General Motors (GM) misalnya, memilih untuk meningkatkan produksi truk mereka di pabrik Indiana, AS. Sementara Stellantis, produsen Jeep, malah terpaksa menghentikan sementara operasional dua pabrik di Meksiko dan Kanada karena tekanan tarif.
Bukan cuma soal produksi. Dari sisi penjualan pun, pabrikan seperti Ford dan Stellantis mulai kasih insentif lebih agresif buat konsumen agar mereka tetap tertarik beli mobil. Soalnya, dengan tambahan tarif, harga mobil bisa naik sampai ribuan dolar. Ini jelas bikin konsumen mikir dua kali, apalagi kalau suku bunga kredit juga lagi tinggi-tingginya.
Banyak analis sepakat bahwa kalau kondisi ini terus berlanjut, harga mobil baru bisa makin nggak terjangkau, bahkan untuk kelas menengah. Sekarang aja, harga rata-rata mobil baru di AS udah tembus US$50.000 atau sekitar Rp825 juta. Jadi jangan heran kalau permintaan menurun dan akhirnya berdampak ke lapangan kerja.
3. Mobil listrik bisa jadi harapan

Di tengah ketidakpastian ini, kendaraan listrik (EV) masih jadi secercah harapan. Meski pertumbuhannya melambat beberapa tahun terakhir, Telemetry memprediksi bahwa mobil listrik berbasis baterai (BEV) akan mendominasi pasar dalam satu dekade ke depan. Secara global, penjualannya diperkirakan mencapai 40,5 juta unit pada tahun 2035.
Untuk kawasan Amerika Utara sendiri, diperkirakan akan ada 8,8 juta unit BEV terjual di tahun yang sama, asalkan kondisi ekonomi tetap stabil dan perang dagang nggak makin parah. Salah satu faktornya adalah semakin banyaknya pilihan EV dengan jarak tempuh yang makin jauh, jadi konsumen pun makin percaya buat beralih.