24.036 Orang Kena PHK, Jateng Kontributor Terbanyak

- 24.036 orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak awal tahun hingga 23 April 2025.
- 10.692 pekerja terpaksa menganggur di Jawa Tengah, diikuti oleh Jakarta (4.649) dan Riau (3.546).
Jakarta, IDN Times - Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Yassierli mengungkapkan, ada 24.036 orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak awal tahun hingga 23 April 2025.
Menurut Yassierli, angka tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan jumlah PHK yang terjadi pada 2024.
"Kemudian saat ini sudah terdata 24 ribu, jadi sudah sepertiga dari tahun 2024. Jadi kalau ada bertanya, PHK year to year gabungan saat ini dibandingkan tahun lalu memang meningkat," kata Yassierli dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senin (5/5/2025).
1. Provinsi terbanyak menyumbang PHK

Yassierli menjelaskan, ada tiga provinsi yang berkontribusi paling banyak terhadap kasus PHK di Indonesia tahun ini.
"Tiga provinsi terbanyak Jawa Tengah, Jakarta, dan Riau," ujar dia.
Dari total 24.036 orang terkena PHK, sebanyak 10.692 di antaranya terjadi di Jawa Tengah. Kemudian sebanyak 4.649 orang terkena PHK di Jakarta dan 3.546 orang kehilangan pekerjaan di Riau.
2. Sektor pekerjaan yang paling banyak kena PHK

Selain itu, ada juga tiga sektor pekerjaan yang menyumbang PHK terbanyak sepanjang tahun ini.
"Tiga sektor terbanyak adalah industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta aktivitas jasa lainnya," kata Yassierli.
Sebanyak 16.801 orang di industri pengolahan kena PHK. Lalu 3.622 orang di industri perdagangan besar dan eceran terpaksa kehilangan pekerjaan. Kemudian 2.012 orang di jasa aktivitas lainnya dipaksa menganggur.
3. Penyebab terjadinya PHK

Yassierli pun mengungkapkan, ada 25 penyebab PHK yang berhasil diidentifikasi oleh Kemnaker. Dari 25 penyebab tersebut, ada tujuh hal dominan yang dianggap Kemnaker sebagai biang kerok pemicu terjadinya PHK.
"Ternyata kalau kita lihat minimal ada 25 penyebab PHK yang mungkin tujuh adalah dominan. Pertama karena memang perusahaan rugi atau tutup karena pasar dalam negeri, luar negeri yang menurun," tutur Yassierli.
Penyebab kedua, perusahaan melakukan relokasi atau memindahkan kantor atau pabriknya ke wilayah lain guna mencari upah lebih murah.
"Kemudian ada perselisihan hubungan industrial, tapi ini biasanya tidak massal, dari satu perusahaan. Kemudian tindakan balasan pengusaha akibat mogok kerja, ini hubungan industrial," kata Yassierli.
Penyebab kelima adalah langkah efisiensi yang ditempuh perusahaan. Yassierli mengatakan, perusahaan itu berhasil bertahan dengan harus mengorbankan para karyawannya lewat PHK.
"Kemudian transformasi atau perubahan bisnis dan seterusnya. Kemudian yang terakhir pailit karena beban terkait kewajiban terhadap kreditur dan seterusnya," ujar Yassierli.