282 Eksportir Sawit Terendus Curang, Negara Rugi Rp140 Miliar

- Berdasarkan hasil analisis DJP di 2025, terdapat 25 wajib pajak eksportir yang diduga menggunakan modus fatty matter dengan nilai transaksi sekitar Rp2,08 triliun.
- Potensi kerugian negara akibat pengurangan pajak dari praktik tersebut diperkirakan mencapai Rp140 miliar.
- DJP akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti temuan tersebut dan difokuskan pada wajib pajak yang terindikasi memanipulasi data ekspor demi menghindari kewajiban pajak.
Jakarta, IDN Times – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkap dugaan manipulasi data ekspor oleh sejumlah eksportir sawit. Sebanyak 282 kasus diduga melibatkan pemalsuan jenis barang, seperti Palm Oil Mill Effluent (POME) dan Fatty Matter.
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menjelaskan modus tersebut terungkap setelah DJP menemukan indikasi kuat praktik under-invoicing, yakni pelaporan nilai ekspor yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Menurut Bimo, pelaku memanfaatkan kode HS yang tidak tepat untuk menyamarkan jenis barang ekspor. Barang yang dilaporkan sebagai POME atau fatty matter ternyata merupakan produk bernilai ekspor lebih tinggi, sehingga mengurangi potensi penerimaan pajak negara.
"Dari sisi perpajakan, ketika kita menghitung kembali beban pajak yang seharusnya diterima negara, nilainya tentu jauh berkurang apabila yang diakui adalah hak ekspor yang tidak sesuai dengan barang sebenarnya," ujar Bimo saat ditemui di Tanjung Priok, Kamis (6/11/2025).
1. Manipulasi dokumen ekspor telah rugikan negara Rp140 miliar

Berdasarkan hasil analisis DJP di 2025, terdapat 25 wajib pajak eksportir yang diduga menggunakan modus fatty matter dengan nilai transaksi sekitar Rp2,08 triliun. Potensi kerugian negara akibat pengurangan pajak dari praktik tersebut diperkirakan mencapai Rp140 miliar.
Sementara itu, sepanjang periode 2021–2024, DJP mencatat 257 wajib pajak yang memakai modus POME, dengan total nilai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) mencapai Rp45,9 triliun. Kasus-kasus tersebut kini tengah diproses oleh Tim Penegakan Hukum DJP.
2. DJP siap periksa ratusan eksportir

Sebagai tindak lanjut, DJP akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Pemeriksaan akan difokuskan pada wajib pajak yang terindikasi memanipulasi data ekspor demi menghindari kewajiban pajak.
DJP tidak akan menoleransi praktik curang yang merugikan negara. Pihaknya juga memastikan proses penegakan hukum dilakukan secara transparan dan berbasis bukti yang kuat.
"Kami sudah melaporkan kepada Bapak Menteri Keuangan. Setelah ini, sebanyak 282 wajib pajak yang diduga melakukan ekspor serupa akan kami periksa, bukper, dan sidik sesuai dengan kecukupan bukti awal," ujar Bimo.
3. Modus penyamaran nama produk supaya lolos bea keluar

Secara khusus, DJBC telah menahan 87 kontainer berisi produk turunan crude palm oil (CPO) milik PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Barang senilai Rp28,7 miliar itu diduga diekspor secara ilegal ke China dengan modus penyamaran sebagai fatty matter agar lolos dari pungutan ekspor dan bea keluar.
Di samping itu, DJP tengah melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) untuk memastikan kebenaran data ekspor, kesesuaian nilai transaksi, serta kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Seluruh kasus tersebut kini masih dalam proses investigasi oleh Tim Penegakan Hukum DJP.

















