APBN Dikelola Ugal-Ugalan, Ekonom Sebut Presiden Baru Gak Tiru Jokowi

Jakarta, IDN Times - Ekonom sekaligus pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik Rachbini, berharap agar Presiden Indonesia berikutnya tidak meniru pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilakukan oleh Joko "Jokowi" Widodo saat ini.
Menurut dia, pemerintahan Jokowi sejak 10 tahun lalu mengelola APBN secara ugal-ugalan, padahal anggaran merupakan suatu hal penting dalam perekonomian nasional dan cermin birokrasi serta politik Indonesia.
Salah satu indikatornya adalah penarikan utang yang jumlahnya terus membesar tiap tahunnya dan terus diwariskan oleh pemerintahan sekarang.
"Presiden ke depan hendaknya jangan meniru pengelolaan anggaran seperti sekarang. Sejak 2019 utang baru sejumlah Rp492,55 triliun (penarikan utang dengan pengeluaran obligasi setiap tahun), beda dengan zaman Presiden SBY di mana penarikan utang/obligasi hanya Rp50 triliun tiap tahun. Utang digunakan untuk menutup defisit atau menambah anggaran yang dinamakan politik ekspansif dalam ekonomi," tutur Didik dalam keterangannya dikutip Senin (18/12/2023).
1. Utang jadi bentuk politik korupsi

Pada dasarnya, utang boleh saja dilakukan asal ditujukan untuk menutup defisit atau menambah anggaran. Hal itu, kata Didik, dinamakan politik ekspansif dalam ekonomi.
Namun, sambung Didik, di Indonesia utang tersebut jadi politik korupsi lantaran digunakan secara ugal-ugalan dan dipakai macam-mcacam yang tidak jelas dampaknya bagi pertumbuhan ekonomi.
"Pada 2020, masa COVID-19, dalam satu tahun APBN membuat utang/menerbitkan obligasi sebesar Rp1.686,22 triliun. Justru pada saat COVID tersebut politik bandit berjalan. Ternyata tidak semua dana tersebut digunakan untuk anggaran, sebagian digunakan untuk membayar pokok utang," ucap dia.
"Sehingga sampai kiamat Indonesia akan selalu mengambil utang di atas 1.000 triliun setiap tahun atau bahkan lebih, jika tidak ada perubahan radikal," sambung Didik.
2. Utang Indonesia per Oktober 2023

Diberitakan, posisi utang pemerintah Indonesia naik ke level Rp7.950,52 triliun pada Oktober 2023. Utang mengalami kenaikan hingga Rp58,9 triliun dari periode September 2023 (month-to-month/mtm) yang tercatat sebesar Rp7.891,61 triliun.
Begitu pun bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu, utang Indonesia malah mengalami peningkatan hingga 6,05 persen yang saat itu hanya Rp7.496,70 triliun.
3. Rasio utang masih aman pada level 37,68 persen

Dikutip dari buku APBN Kita Edisi November 2023, rasio utang pemerintah per Oktober 2023 mencapai 37,68 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Meski nilainya mengalami kenaikan, rasio utang per Oktober 2023 justru lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 37,95 persen terhadap PDB. Bahkan rasio utang tersebut masih lebij rendah dibandingkan dengan periode akhir 2022 dan masih di bawah batas aman 60 persen terhadap PDB sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
"Rasio ini juga masih lebih baik dari yang telah ditetapkan pada kisaran 40 persen dalam Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026,” tulis Kemenkeu dalam Buku APBN Kita Edisi November 2023.