APBN Ngos-ngosan untuk Tambah Subsidi BBM Rp195 Triliun

Jakarta, IDN Times - Pemerintah memperkirakan dibutuhkan tambahan belanja subsidi dan kompensasi sebesar Rp195,6 triliun agar harga Pertalite dan Solar tidak naik. Hanya saja, kemampuan APBN terbatas.
Imbasnya, jika harga Pertalite dan Solar subsidi tidak dinaikkan maka tambahan subsidi Rp195,6 triliun akan ditagihkan melalui anggaran 2023. Dengan demikian, anggaran subsidi dan kompensasi Rp336,7 triliun untuk 2023 akan terpangkas untuk membayar tambahan subsidi dan kompensasi tahun ini.
"Jadi kalau ada tagihan dari 2022 nanti ya berarti sudah lebih dari separuh (subsidi dan kompensasi 2023) sudah kepakai untuk membayar 2022. Kita bisa bayangkan 2023 pasti anggaran subsidi kompensasi menjadi tidak mencukupi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Jumat (26/8/2022).
1. Surplus APBN pun tidak cukup untuk mensubsidi dan mengkompensasi harga BBM

Dia menjelaskan bahwa APBN memang mendapatkan tambahan penerimaan sekitar Rp420 triliun berkat kenaikan harga komoditas yang diekspor oleh Indonesia. Namun, itu pun tidak akan cukup untuk menanggung beban subsidi dan kompensasi.
"Inilah situasi dari APBN kita. Jadi di satu sisi dengan penerimaan negara yang nambah Rp420 triliun pun yang kita pakai semua untuk subsidi tadi ya, untuk energi: Pertalite, Solar, dan kemudian LPG 3 kg, dan listrik itu gak akan mencukupi. Seluruh windfall profit yang dipakai, dipakai semuanya, tidak akan mencukupi karena akan habis," tuturnya.
Saat ini, APBN memang masih mencatatkan surplus. Namun, pada September nanti pemerintah akan mulai membayar tagihan subisidi dan kompensasi kepada Pertamina dan PLN. Kemungkinan, APBN akan mulai defisit.
"Jadi kalau tiap bulan saya menjelaskan APBN kita masih surplus karena tagihannya ini nanti baru akan ditagihkan ke kami pada bulan September atau Oktober, setiap 3 bulan, tagihannya yang Rp502 triliun itu baru akan datang pada saat sudah diaudit BPKP nanti sekitar bulan September," paparnya.
"Makanya nanti APBN kita akan mulai adjusted (disesuaikan) dari surplus-surplus, yang kelihatannya kita punya surplus akan langsung habis aja untuk membayar itu," tambahnya.
2. Rincian subsidi dan kompensasi yang harus dibayar pemerintah

Dalam paparannya, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan bahwa subsidi BBM dan LPG yang dikucurkan pemerintah sebesar Rp149,4 triliun, dan subsidi listrik Rp59,6 triliun. Total subsidi yang digelontorkan adalah Rp208,9 triliun.
Sementara untuk kompensasi BBM adalah Rp252,5 triliun, dan kompensasi listrik Rp41 triliun. Jadi total kompensasinya adalah Rp293,5 triliun.
3. Nominal subsidi yang dibayar APBN terhadap Solar hingga Pertalite

Harga jual Solar saat ini ditetapkan Rp5.150 per liter. Sedangkan harga yang seharusnya adalah Rp13.950 per liter. Jadi, selisih sebesar Rp8.800 per liter ditanggung oleh APBN dalam bentuk subsidi dan kompensasi.
Sedangkan Pertalite dijual Rp7.650 per liter, ada selisih Rp6.800 per liter yang dibayar oleh APBN karena harga Pertalite yang seharusnya adalah Rp14.450 per liter. Kemudian subsidi untuk LPG 3 kg adalah Rp14.250 per kg. Sebab, harga jualnya dipertahankan di Rp4.250 per kg, sedangkan harga yang seharusnya adalah Rp18.500 per kg.
"Jadi kalau setiap kali beli LPG 3 kilo kita bayangkan maka mereka mendapatkan Rp42 ribu lebih, Rp42.750. Setiap beli 3 kilo LPG itu subsidinya adalah Rp42.750," tambah Sri Mulyani.