AS Incar Investasi Besar di Intel untuk Produksi Chip

- Trump ingin memperkuat produksi chip lokal.
- Intel menghadapi kerugian besar dan restrukturisasi.
- Investor global ikuti langkah pemerintah AS.
Jakarta, IDN Times – Pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana mengambil bagian saham di Intel sebagai langkah baru dalam mendukung industri chip dalam negeri. Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengumumkan bahwa administrasi Presiden AS, Donald Trump, ingin mengalihkan dana Chips and Science Act menjadi kepemilikan ekuitas. Undang-undang tersebut sebelumnya disahkan pada 2022 di masa pemerintahan Joe Biden.
Lutnick menyoroti perbedaan pendekatan antara Biden dan Trump dalam mendukung industri chip.
“Pemerintahan Biden secara harfiah memberikan uang kepada Intel secara gratis dan memberikan uang kepada TSMC secara gratis, dan semua perusahaan ini hanya mendapatkan uang secara gratis,” ujarnya pada Selasa (19/8/2025), dikutip dari Al Jazeera.
Trump disebut ingin memastikan investasi ini memberi keuntungan langsung bagi pembayar pajak AS.
Menurut laporan Bloomberg, pemerintah Trump sedang mempertimbangkan kepemilikan hingga 10 persen saham Intel sebagai imbalan hibah senilai 7,9 miliar dolar AS (setara Rp 128 triliun) yang sudah disetujui sebelumnya. Kabar itu segera memicu antusiasme investor, dengan saham Intel melonjak 7,5 persen di bursa New York.
1. Tujuan strategis Trump perkuat produksi chip lokal

Rencana investasi ini tidak akan memberi pemerintah kendali atas pengelolaan Intel seperti pemegang saham mayoritas lainnya. Lutnick menekankan bahwa langkah ini semata-mata mengubah hibah menjadi ekuitas tanpa hak suara. Ia menambahkan bahwa tujuan utama kebijakan ini adalah memperkuat produksi chip dalam negeri, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC).
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, juga menjelaskan arah kebijakan saham tersebut dalam wawancara dengan CNBC.
“Hal terakhir yang akan kita lakukan adalah mengambil saham dan kemudian mencoba mencari pelanggan,” katanya, dikutip dari The Guardian.
Ia menegaskan tidak ada rencana memaksa perusahaan lain membeli dari Intel, sambil menilai ketergantungan pada chip Taiwan sebagai masalah keamanan nasional.
2. Intel hadapi kerugian besar dan restrukturisasi

Intel yang pernah mendominasi pasar prosesor kini tertinggal dari pesaingnya, seperti Nvidia yang baru saja mencapai nilai pasar 4 triliun dolar AS, serta Qualcomm yang unggul di segmen ponsel dan kecerdasan buatan.
Pada 2024, Intel membukukan kerugian 18,8 miliar dolar AS (setara Rp305 triliun), menjadi kerugian tahunan pertama sejak 1986. Perusahaan juga berencana memangkas 15 persen tenaga kerja, dari 99.500 menjadi sekitar 75 ribu pegawai inti.
Trump sempat meminta CEO Intel, Lip-Bu Tan, untuk mundur karena isu hubungannya dengan China. Namun setelah bertemu langsung, Trump justru memberikan pujian kepadanya. Ia menyebut Tan memiliki cerita yang luar biasa. Sementara itu, Intel menegaskan tetap mendukung visi Trump memperkuat manufaktur teknologi di AS meski tidak berkomentar langsung soal rencana investasi.
3. Investor global ikuti langkah pemerintah AS

Minat investor terhadap Intel kian meningkat setelah SoftBank Group dari Jepang mengumumkan pada Senin (18/8/2025) akan menanam modal sebesar 2 miliar dolar AS (setara Rp32,4 triliun). Gabungan pengumuman SoftBank dan rencana pemerintah AS langsung mendorong lonjakan harga saham Intel di pasar.
Gedung Putih menanggapi kabar ini dengan pernyataan resmi melalui juru bicara Kush Desai.
“Pembahasan tentang kesepakatan hipotetis harus dianggap sebagai spekulasi kecuali diumumkan secara resmi oleh Pemerintahan,” katanya kepada CNN International.
Dua sumber yang mengetahui diskusi internal menyebut, jika kesepakatan ini jadi terwujud, maka langkah tersebut bisa menjadi model untuk investasi lain oleh pemerintahan Trump ke depan.