Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Atasi Predatory Pricing, Mendag Siapkan Peraturan Menteri

ilustrasi belanja (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan, bahwa saat ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah mempersiapkan Peraturan Menteri (Permen) untuk mengatasi predatory pricing. Hal ini juga jadi bentuk perlindingan terhadap konsumen di e-commerce.

"Rencananya kita akan keluarkan (Permendag) pada kesempatan pertama bulan Juni ini untuk masalah predatory pricing, terutama kegiatan-kegiatan curang yang dilaksanakan oleh banyak media terutama lokapasar yang sudah kejadian," ujar Lutfi dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (31/5/2021).

1. Predatory pricing beri dampak besar untuk UMKM

Ilustrasi UMKM. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Lutfi mengungkapkan, predatory pricing ini memang menimbulkan masalah tersendiri. Hal tersebut tidak dilarang dalam undang-undang, tetapi memberikan dampak signifikan, terutama bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

"Jadi memang ini merupakan suatu permasalahan, karena yang banyak kena itu adalah UMKM atau IKM (Industri Kecil Menengah), jadi sasaran sturktur yang dihancurkan. Pada kesempatan awal Juni ini kita sudah siap, kita cuma memastikan ini bisa lebih baik," ungkap Lutfi.

2. Lutfi janji bereskan masalah predatory pricing ini

ilustrasi belanja E-commerce (IDN Times/Arief Rahmat)

Lutfi mengaku ia akan segera membereskan masalah predatory pricing ini. Ia ingin bahwa perdagangan di Indonesia, baik itu yang dilakukan secara offline maupun online lewat e-commerce, berjalan lancar.

Ia pun janji lewat Permendag ini, yang nanti akan diteruskan kepada PP (Peraturan Pemerintah), ia akan coba mengkritisi isi UU No 5 Tahun 1999 yang tidak melarang adanya praktek predatory pricing.

"Kita ingin mendapatkan perdagangan yang adil, bermartabat dan mempunyai manfaat untuk industri dan konsumen. Kalau tidak ada manfaat, tidak sehat, kita akan bereskan di Permendag. Kalau tidak dikerjakan, struktur perdagangan nasional bisa rusak," ujar Lutfi.

3. Jokowi benci predatory pricing

Presiden Joko "Jokowi" Widodo. (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Sebelumnya, Lutfi menjelaskan bahwa Presiden Joko 'Jokowi' Widodo membenci praktik predatory pricing yang banyak ditemukan di platform e-commerce. Menurutnya, Indonesia tidak memberlakukan skema proteksi dagang yang ketat agar perdagangan internasional bisa berjalan.

"Ini (predatory pricing) yang sebenarnya dibenci pak Jokowi. Aksi-aksi ini yang tidak boleh," kata Lutfi dalam Rapat kerja Nasional HIPMI 2021, Jumat (5/3/2021).

Lutfi menceritakan awal kisah itu dibuat dalam artikel World Economic Forum tentang pertumbuhan industri fashion hijab di Indonesia.

Pada awalnya, ada pedagang hijab yang membangun konveksi hijabnya sendiri. Pengusaha itu sampai mempekerjakan hingga 3 ribu orang dengan gaji keseluruhan mencapai 650 dolar AS atau Rp10 miliar. Namun data itu terekam oleh Artificial Intelligence atau Kecerdasan Buatan salah satu e-commerce dari luar negeri.

"Ketahuan bentuknya warna, bentuknya, harga berapa, terekam, dibuat di negara luar, datang ke Indonesia dilakukan dengan spesial diskon yang saya katakan dalam istilah perdagangan predatory pricing. Masuk ke Indonesia harga Rp1.900, gimana kita bisa bersaing?" ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sandy Firdaus
EditorSandy Firdaus
Follow Us