Aturan Revisi PP Devisa Hasil Ekspor Terbit Bulan Ini

Jakarta, IDN Times - Pemerintah memastikan revisi Peraturan Pemerintah (PP) mengenai aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) akan terbit bulan ini. Adapun PP baru ini mencakup revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2019 tentang DHE.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah tengah menunggu proses penandatanganan dari pihak terkait agar revisi PP dapat dirampungkan.
"PP DHE sedang bersirkulasi, maka mudah-mudahan paraf nanti langsung diluncurkan, dan mudah-mudahan bulan ini bisa selesai," ucap Airlangga saat ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Rabu (12/4/2023).
1. Tiga faktor eksportir menyimpan DHE SDA

Dihubungi terpisah, Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia, (APINDO), Ajib Hamdani mengatakan setidaknya terdapat tiga faktor yang dapat mendorong eksportir menyimpan DHE nya ke pasar keuangan dalam negeri.
"Pertama kepastian hukum karena terkadang terdapat data yang berbeda antara jumlah angka ekspor kita dengan jumlah impor negara tujuan,” tuturnya saat dihubungi.
Faktor yang kedua yakni suku bunga yang lebih menarik dan bersaing dengan tingkat imbal hasil negara lain. Kemudian, ketiga adalah faktor kebijakan fiskal.
“Di mana dalam Undang-Undang Cipta Kerja, tarif pajak PPh badan sudah diturunkan dari 25 persen menjadi 22 persen dan selanjutnya kita menunggu untuk tarifnya kembali turun menjadi 20 persen,” kata dia.
3. Ketentuan PP DHE 2019

Adapun dalam ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA), dengan salah satu revisinya yakni perluaan sektor dengan menambahkan manufaktur untuk nantinya diwajibkan menaruh DHE nya di dalam negeri.
Selama ini, pemerintah sudah memberikan tarif pajak khusus atas bunga deposito yang dananya bersumber dari DHE. Untuk bunga deposito yang bersumber dari DHE dalam mata uang dolar, maka tarif PPh final ditetapkan 10 persen untuk jangka waktu 1 bulan. Lalu, tarif sebesar 7,5 persen untuk jangka waktu 3 bulan, tarif 2,5 persen untuk jangka waktu 6 bulan, dan tarif 0 persen untuk jangka waktu 6 bulan.
Sementara itu, tarif PPh final untuk bunga deposito yang bersumber dari DHE dalam mata uang rupiah, yakni 7,5 persen untuk 1 bulan, 2 persen untuk jangka waktu 3 bulan, dan 0 persen untuk jangka waktu 6 bulan atau lebih.
3. Indonesia perlu tingkatkan keran investasi DHE

Sementara itu, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menilai Indonesia perlu meningkatkan keran investasi Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA). Sehingga, DHE SDA yang berada di reksus, dihitung sebagai acuan untuk menilai Giro Wajib Minimum (GWM), dan rasio intermediasi prudential dari bank penerima.
“Pengaturan terkait DHE SDA tidak cukup sekedar dicatatkan, dan penggunaannya diawasi untuk kebutuhan transaksi perdagangan internasional. Apalagi oleh Bank Indonesia hal itu tidak dikategorikan sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK) yang menjadi acuan penghitung kewajiban bank dalam memenuhi Giro Wajib Minimum (GWM), dan lainnya,” urai Said belum lama ini.