Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bak Roller Coaster, BI Mati-Matian Jaga Rupiah Sepanjang 2023

ilustrasi rupiah (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
ilustrasi rupiah (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Jakarta, IDN Times - Sepanjang tahun 2023, nilai tukar rupiah dihadapkan pada tekanan besar yang berasal dari global. Situasi ini pun menjadi ujian berat bagi Bank Indonesia (BI) dalam upaya menstabilkan rupiah dan pasar keuangan domestik.

Sejak awal Januari 2023, rupiah sudah mengalami volatilitas yang besar. Nilai tukar rupiah di awal tahun mulai mengalami fluktuasi pada level Rp15.570 per dolar AS dibayangi oleh sentimen geopolitik dan pelemahan ekonomi dunia. 

Rupiah mencapai titik pelemahan tertinggi di level Rp15.933 per dolar AS pada 26 Oktober 2023. Depresiasi ini lebih mencerminkan kekuatan dolar daripada pelemahan rupiah.

Hal ini dipicu oleh sikap hawkish Federal Reserve AS The Fed yang kebijakan menaikkan suku bunga. The Fed tujuan menurunkan laju inflasi di Negeri Paman Sam dan memperkuat pertumbuhan ekonomi.

Demi meredam rupiah yang terus melemah, Gubernur BI Perry Warjiyo pun kembali mengeluarkan jamu pahit dan jamu manis untuk menjaga stabilitas nilai rupiah. Berbagai stimulus dari sisi kebijakan moneter maupun makroprudensial menjadi jamu manis menopang stabilitas rupiah, inflasi hingga ekonomi Indonesia.

Adapun jamu pahit yang disiapkan BI kali ini adalah kenaikan suku bunga acuan.

1. BI kerek suku bunga imbas rupiah loyo

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo (Dok. Departemen Komunikasi Bank Indonesia)
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo (Dok. Departemen Komunikasi Bank Indonesia)

Pada periode Januari, BI  menaikkan suku bunga 25 bps sehingga suku bunganya menjadi 5,75 persen. Dengan demikian, BI mengerek suku bunga 225 bps sejak Agustus 2022 hingga Januari 2023. 

Perry menyampaikan keputusan menaikkan suku bunga yang lebih terukur ini merupakan langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.

"Bank Indonesia meyakini kenaikan BI7DRR sebesar 225 bps sejak Agustus 2022 hingga menjadi 5,75 persen ini memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1 persen dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen pada semester II 2023," ucap Perry dalam RDG Januari 2023, yang dikutip, Minggu (31/12/2023). 

Saat itu, Perry memberi sinyal bahwa BI berpotensi tidak akan menaikkan suku bunga lagi apabila kondisinya tidak terlalu bergejolak. Terlebih, nilai tukar rupiah menguat tajam 1,67 persen  pada Maret dan melambung 2,17 persen pada April 2023 atau bertengger di posisi Rp14.665 pada 28 April 2023.

Namun harapan BI pupus, setelah mendengar pernyataan Chairman The Fed Jerome Powell bahwa The Fed tak ragu menahan suku bunga  di level tinggi atau "higher for longer" setelah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 20 September 2023.  

Sektor keuangan pun mengalami tekanan hebat pada rupiah, alhasil BI pun kembali  mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Oktober 2023 sehingga suku bunga acuan berada di level 6 persen dan masih bertahan hingga Desember 2023.

Adapun suku bunga The Fed saat ini sudah berada di level 5,25 persen hingga 5,5 persen dan The Fed diperkirakan akan mulai menurunkan suku bunga acaunnya sebanyak 3 kali di tahun depan. Kondisi ini pun menjadi angin segar bagi kebijakan bank sentral di sejumlah negara. 

2. Meluncurkan instrumen baru

Acara Konferensi Pers tentang DHE SDA di Kemenko Perekonomian, bersama dengan Menteri Keuangan, Gubernur BI dan Ketua DK OJK, Jumat (28/7/2023). (Dok. Golkar)
Acara Konferensi Pers tentang DHE SDA di Kemenko Perekonomian, bersama dengan Menteri Keuangan, Gubernur BI dan Ketua DK OJK, Jumat (28/7/2023). (Dok. Golkar)

Selain mengerek suku bunga pada tahun ini, BI juga menjaga stabilitas rupiah dengan meluncurkan sejumlah instrument baru. Senjata pertama yang dikeluarkan BI adalah revisi Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2023).

Aturan yang berlaku pada 1 Maret 2023 tersebut memuat sejumlah perubahan seperti kewajiban menyimpan minimal 30 persen dari DHE dalam sistem keuangan Indonesia selama jangka waktu tertentu.

Kebijakan ini pun diyakini akan mendorong penguatan rupiah dan stabilitas sistem keuangan domestik. Adapun batas DHE yang akan dikenai kewajiban adalah 250 ribu per dokumen.

"Kami optimis DHE SDA yang disimpan dalam di dalam negeri dapat mencapai 8-9 miliar dolar AS per bulan," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Selasa (1/8/2023)

Ada tujuh jenis instrumen yang dapat menjadi instrumen penempatan DHE SDA dan pemanfaatan atas instrumen penempatan DHE SDA tersebut untuk saat ini.

Pertama, rekening khusus DHE SDA; kedua, deposito valas bank; ketiga, Term Deposit Valas DHE SDA; keempat, Promissory Notes Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI); kelima, penempatan deposito valas yang dapat dimanfaatkan menjadi agunan kredit Rupiah; keenam, Swap Valas Nasabah - Bank, dan ketujuh Swap Valas Bank - BI.

BI juga meluncurkan instrumen baru yakni Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) pada Agustus da berlaku efektif pada 15 September 2023. Penerbitan SRBI dilakukan melalui lelang dengan bank umum yang menjadi peserta operasi pasar terbuka (OPT) konvensional dan SRBI dapat  ditransaksikan di pasar sekunder.

Sementara itu, SRBI sebagai instrumen operasi moneter menggantikan Reverse Repurchase Agreement (Reverse Repo) Surat Berharga Negara atau RR SBN untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan.

Kemudian, BI meluncurkan instrumen Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI). Instrumen ini diharapkan bisa mendorong stabilitas nilai tukar rupiah dan menarik dolar.

Perkembangan dari isntrumen SRBI pun cukup baik, karena berdasarkan data hingga 19 Desember 2023, BI berhasil mengantongi dana senilai Rp229 triliun dari lelang Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Adapun, SRBI dilelang pertama kali pada 15 September 2023 dengan penawaran perdana mencapai Rp29,9 triliun atau 4,2 kali lipat dari target yang senilai Rp7 triliun.

"Instrumen SRBI telah secara aktif diperdagangkan di pasar sekunder tecermin dari kepemilikan nonresiden yang mencapai Rp52,87 triliun. Sementara itu, posisi nonresiden di SVBI tercatat sebesar 6 juta dolar AS. 
 
Di sisi lain BI juga baru menerbitkan Sukuk Valuta Asing BI (SUVBI) pada November yang lalu. Hingga 19 Desember BI berhasil mengumpulkan 129 juta dolar AS dari SUVBI.

3. Pengusaha merasakan dampak pelemahan rupiah

Pelemahan rupiah (IDN Times/Aditya Pratama)
Pelemahan rupiah (IDN Times/Aditya Pratama)

Namun, rupiah masih mengalami pelemahan. Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi pergerakan indeks dolar yang kembali menguat, setelah sebelumnya cenderung melemah karena pelaku pasar mencermati ketegangan geopolitik yang dipicu oleh perang Israel-Hamas.

“Pada saat yang sama pelaku pasar juga menantikan rilis notulensi rapat FOMC bulan September yang lalu dan menantikan rilis data inflasi AS yang akan dirilis pada hari Kamis mendatang,” jelasnya.

Bagi pengusaha, dampak negatif pelemahan nilai tukar rupiah sungguh terasa. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyebut pihak yang merasakan keuntungan dari pelemahan rupiah umumnya hanya eksportir komoditas mentah.

Sementara untuk sektor usaha lain baik eksportir produk manufaktur maupun pelaku usaha berorientasi pasar domestik, hampir seluruhnya mengalami peningkatan beban overhead usaha, pelemahan daya saing, serta cenderung menunda ekspansi usaha atau investasi jangka pendek-menengah.

"Pelemahan rupiah 3 bulan terakhir sudah sangat menganggu pelaku usaha, khususnya dalam bentuk penggelembungan overhead cost usaha. Sehingga produktivitas atau kinerja usaha dan daya saing ekspor menurun," jelas Shinta. 

Pelemahan nilai tukar rupiah juga mendorong pengusaha menaikkan harga jual. Ini dampak turunan dari kenaikan overhead cost akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap beban impor bahan baku atau penolong. Dengan demikian, Shinta berharap laju rupiah terus menguat secara sustianbale

4. Tingkatkan penggunaan TKDN bisa bantu industri dalam negeri kala rupiah melemah

Pixabay.com
Pixabay.com

Dampak depresiasi rupiah saat ini tengah dirasakan oleh industri manufaktur karena menyebabkan kenaikan biaya impor bahan baku dan logistik, kini juga diikuti oleh kenaikan suku bunga pinjaman perbankan bagi sektor manufaktur. 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita meyakini bank sentral memiliki instrumen-instrumen untuk menjaga stabilitas. Selain itu, perbankan juga dapat mendukung sektor industri yang selama ini menjadi penyumbang pajak serta memberikan kontribusi ekonomi tertinggi. Sementara itu, industri manufaktur diperkirakannya akan tetap tumbuh.

" Misalnya isu kenaikan harga gas industri atau kenaikan tarif listrik, sehingga biaya produksi dapat dijaga agar tetap stabil dan produk industri kita menjadi kompetitif,” jelas Agus.

Langkah utama yang perlu dilakukan untuk mendukung sektor industri dalam negeri agar tetap mampu produktif dan berdaya saing dalam situasi saat ini adalah meningkatkan penggunaan produk dalam negeri.

Selain meningkatkan penguasaan produk dalam negeri di pasar domestik, belanja produk dalam negeri juga mampu menurunkan impor yang dapat berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah.

Data Kemenperin,  realisasi komitmen belanja Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah maupun BUMN tahun 2023 sebesar Rp1.157,47 triliun. Saat ini, rata-rata realisasi anggaran nasional mencapai 66,78 persen per 23 Oktober 2023.

"Kemenperin melakukan berbagai terobosan, misalnya digitalisasi proses sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Hal ini untuk mendukung penggunaan produk dalam negeri secara merata dan optimal di seluruh kalangan Masyarakat," ungkap Agus. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us