Bank Dunia Soroti Buruknya Penerimaan Pajak Indonesia

- Bank Dunia menyoroti minimnya penerimaan pajak Indonesia pada 2021
- Rasio pajak terhadap PDB Indonesia hanya 9,1 persen, jauh lebih rendah dari negara-negara Asia Tenggara lainnya
- Kesenjangan kepatuhan meningkat secara signifikan pada 2020, disebabkan oleh konsekuensi ekonomi dari pandemi COVID-19
Jakarta, IDN Times - Bank Dunia menyoroti minimnya penerimaan pajak Indonesia pada 2021. Institusi tersebut bahkan menyebutkan rasio perpajakan Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) jadi salah satu yang terendah di dunia.
Dalam laporan berjudul "Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia," Bank Dunia menyebutkan rasio pajak terhadap PDB Indonesia hanya 9,1 persen pada 2021.
Capaian itu jauh lebih rendah ketimbang negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Kamboja (18 persen), Malaysia (11,9 persen), Filipina (15,2 persen), Thailand (15,7 persen), dan Vietnam (14,7 persen).
1. Angka rasio perpajakan Indonesia menurun dalam satu dekade

Lebih jauh, Bank Dunia mencatat tren penurunan rasio perpajakan Indonesia dalam kurun waktu satu dekade terakhir.
Jika dibandingkan dengan rasio pajak pada 2011, maka rasio pajak RI pada 2021 mengalami penurunan hingga 2,1 persen poin. Krisis COVID-19 kemudian menambah buruk rasio perpajakan Indonesia terhadap PDB dengan penurunan hingga 8,3 persen pada 2020.
"Kesenjangan kepatuhan meningkat secara signifikan pada 2020, yang kemungkinan disebabkan oleh konsekuensi ekonomi dari pandemik COVID-19, yang mengakibatkan insentif lebih tinggi untuk menghindari dan menunda pembayaran pajak," sebut Bank Dunia dalam laporannya, dikutip Rabu (26/3/2025).
2. PPN dan PPh Badan kurang berkontribusi terhadap penerimaan pajak Indonesia

Bank Dunia lantas menyoroti peran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang kurang berkontribusi terhadap penerimaan pajak di dalam negeri.
Pada 2021, Bank Dunia menyebutkan, dua instrumen perpajakan utama Indonesia tersebut jauh di bawah standar yang diharapkan. PPN dan PPh Badan hanya berkontribusi terhadap 66 persen total penerimaan pajak atau ekuivalen dengan 6 persen PDB.
Kendati, PPN dan PPh Badan lebih produktif dibandingkan instrumen pajak lainnya, tetapi pendapatan dari dua instrumen cenderung rendah dibandingkan negara tetangga di regional ASEAN.
"Hal ini dapat disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, termasuk kepatuhan yang rendah, tarif pajak efektif yang relatif rendah, dan basis pajak yang sempit," tulis Bank Dunia.
3. Potensi kehilangan pajak di RI selama 2016-2021

Kondisi tersebut lantas membuat Indonesia kehilangan potensi penerimaan pajak hingga Rp944 triliun selama 2016-2021. Potensi tersebut meliputi kehilangan yang disebabkan ketidakpatuhan pada PPN dan PPh Badan maupun kehilangan akibat kebijakan pajak yang dijalankan pemerintah.
"Estimasi kesenjangan PPN dan PPh Badan tersebut secara rata-rata mencapai 6,4 persen dari PDB atau Rp944 triliun antara 2016 dan 2021," sebut Bank Dunia.
Adapun rinciannya, Indonesia ditaksir kehilangan hingga Rp387 triliun dan Rp161 triliun akibat masalah ketidakpatuhan pada PPN maupun PPh Badan. Kemudian Rp138 triliun serta Rp258 triliun lainnya hilang akibat kebijakan perpajakan yang dipilih pemerintah.