Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Modal Asing Hengkang Rp2,04 T dari Indonesia pada Pekan Ketiga Juni

ilustrasi modal usaha (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi modal usaha (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
Intinya sih...
  • Aliran modal asing masuk ke SBN capai Rp44,93 triliun.
  • BI bakal perkuat koordinasi jaga stabilitas di pasar keuangan.
  • Waspada gejolak global, rupiah bisa ikut kena dampak.

Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing keluar bersih dari pasar keuangan domestik sebesar Rp2,04 triliun pada pekan ketiga Juni 2025, yakni selama periode transaksi 16–19 Juni 2025. Direktur Departemen Komunikasi BI, Bambang Pramono merinci bahwa jumlah tersebut terdiri atas modal asing keluar bersih di pasar saham sebesar Rp1,78 triliun dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp3,72 triliun.

"Namun ada aliran modal asing masuk ke pasar surat berharga negara (SBN) sebesar Rp3,47 triliun. Dengan memperhitungkan seluruh transaksi tersebut, total modal asing keluar bersih selama periode tersebut mencapai Rp2,04 triliun," ucapnya dalam keterangan tertulis dikutip, Sabtu (21/6/2025).

1. Aliran modal asing masuk ke SBN capai Rp44,93 triliun

ilustrasi modal cadangan perbankan (Freepik.com/daniel-007)
ilustrasi modal cadangan perbankan (Freepik.com/daniel-007)

Ia menjelaskan bahwa sejak awal tahun hingga 19 Juni 2025, Bank Indonesia mencatat aliran modal asing masuk bersih ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp44,93 triliun, sedangkan aliran modal asing keluar bersih dari pasar saham dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masing-masing sebesar Rp47,15 triliun dan Rp28,69 triliun.

Pada saat yang sama, premi risiko investasi Indonesia yang diukur melalui credit default swaps (CDS) tenor 5 tahun mengalami kenaikan dari 76,93 basis poin (bps) pada 13 Juni 2025 menjadi 81,59 bps pada 19 Juni 2025, yang mencerminkan peningkatan persepsi risiko investor terhadap pasar keuangan domestik

2. BI bakal perkuat koordinasi jaga stabilitas di pasar keuangan

ilustrasi modal investasi (dok. Octa/Octa)
ilustrasi modal investasi (dok. Octa/Octa)

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) tercatat menguat ke level 98,91 pada akhir perdagangan Kamis (19/6). DXY merupakan indeks yang mencerminkan pergerakan nilai tukar dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, yakni euro, yen Jepang, pound sterling Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.

Imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun tercatat naik menjadi 6,75 persen pada Jumat pagi (20/6), dari posisi sebelumnya 6,73 persen pada penutupan Kamis (19/6). Sementara itu, imbal hasil US Treasury Note 10 tahun turun menjadi 4,391 persen pada akhir perdagangan Kamis (19/6).

Bank Indonesia menegaskan akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, serta mengoptimalkan bauran kebijakan guna mendukung ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.

3. Waspada gejolak global, rupiah bisa ikut kena dampak

ilustrasi rupiah melemah (IDN TImes/Aditya Pratama)
ilustrasi rupiah melemah (IDN TImes/Aditya Pratama)

Pergerakan nilai tukar atau kurs rupiah ditutup menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan menjelang akhir pekan, Jumat (20/6/2025). Rupiah ditutup di level Rp16.396,5 per dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat 9,5 poin atau 0,06 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp16.406. Rupiah sempat dibuka di level Rp16.372 dan bergerak fluktuatif sepanjang sesi dalam rentang Rp16.366,5 hingga Rp16.435 per dolar AS.

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan pasar global masih diliputi ketidakpastian akibat pernyataan hawkish dari bank sentral AS. Ketua The Fed, Jerome Powell, menegaskan belum ada komitmen terkait penurunan suku bunga.

"Powell tetap tidak berkomitmen terhadap pemangkasan suku bunga di masa mendatang dan bahkan memangkas prospek pemangkasan suku bunga bank sentral untuk 2026," katanya.

Di sisi lain, ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel kembali meningkat, menyusul laporan pejabat senior AS tengah menyiapkan opsi serangan terhadap Iran. Meski Gedung Putih menyatakan keputusan baru akan diambil dalam dua pekan, eskalasi konflik tetap membebani sentimen pasar global.

Ibrahim menilai kondisi geopolitik dan lonjakan imbal hasil obligasi AS menunjukkan meningkatnya kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal global. Dalam situasi itu, Indonesia sebagai negara berkembang turut merasakan dampaknya.

"Negara berkembang seperti Indonesia cenderung mengalami transmisi tekanan tersebut dalam bentuk pelemahan nilai tukar, keluarnya arus modal asing, serta kenaikan beban bunga utang luar negeri," ujar Ibrahim.

Dia menekankan pentingnya stabilisasi nilai tukar, disiplin fiskal, serta diversifikasi pembiayaan dan penguatan ketahanan pangan hingga energi untuk menghadapi tekanan global yang semakin kompleks.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us