BI Proyeksi Surplus Anggaran 2025 Capai Rp68,7 Triliun

- Surplus anggaran kebijakan operasional di September mencapai Rp68,7 triliun.
- BI menjadi salah satu penyumbang pajak terbesar dengan surplus sekitar Rp35,2 triliun dari Anggaran Kebijakan (AK) dan Rp33,3 triliun dari Anggaran Operasional (AO).
- BI meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK untuk ke-22 kalinya secara berturut-turut.
Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksikan realisasi Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2025 akan mencatat surplus sebesar Rp68,7 triliun hingga akhir tahun. Proyeksi tersebut mencerminkan kinerja positif BI dalam menjaga stabilitas ekonomi serta mendukung pertumbuhan nasional di tengah ketidakpastian global.
“Hingga September 2025, surplus anggaran tercatat sebesar Rp77,9 triliun. Sementara hingga akhir tahun, realisasi ATBI diproyeksikan tetap surplus sebesar Rp68,7 triliun,” ujar Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (12/11/2025).
1. Surplus anggaran kebijakan operasional di September

Ia merinci capaian realisasi hingga September 2025 berasal dari total penerimaan sebesar Rp194,4 triliun, atau 114,9 persen dari target, sedangkan total pengeluaran mencapai Rp116,5 triliun, atau 59,5 persen dari alokasi anggaran.
Lebih lanjut, anggaran kebijakan (AK) mencatat total penerimaan sebesar Rp143,89 triliun dan pengeluaran sebesar Rp105,71 triliun. Sementara itu, anggaran operasional mencatat total penerimaan sebesar Rp50,5 triliun dengan pengeluaran sebesar Rp10,81 triliun.
2. BI jadi salah satu penyumbang pajak terbesar

Lebih rinci, Perry menjelaskan secara umum surplus anggaran tahun ini mencapai Rp68,7 triliun, yang terdiri dari total penerimaan sebesar Rp234,38 triliun dan pengeluaran sebesar Rp165,72 triliun.
Secara lebih spesifik, BI memperkirakan Anggaran Kebijakan (AK) hingga akhir 2025, akan mencatat surplus sekitar Rp35,2 Triliun. Proyeksi surplus itu dihitung dari total penerimaan Rp176,2 triliun dan total pengeluaran Rp140,9 triliun.
Sementara itu, Anggaran Operasional (AO) BI juga diperkirakan mencatat surplus sebesar Rp33,3 triliun, dengan total penerimaan Rp58 triliun dan pengeluaran Rp24,7 triliun. Perry menambahkan rasio modal BI saat ini telah berada di atas 10 persen.
“Dengan surplus yang besar ini, Bapak Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR RI, Bank Indonesia menjadi salah satu pembayar pajak terbesar. Selain itu, hingga akhir tahun kami masih akan melakukan pembahasan lebih rinci terkait kemungkinan penyesuaian rasio modal dan proyeksi anggaran selanjutnya,” ungkap Perry.
3. BI dapatkan predikat WTP dari BPK secara berturut-turut

Tak hanya itu, Perry menjelaskan Bank Indonesia kembali menorehkan prestasi gemilang di bidang kelembagaan dengan meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk ke-22 kalinya secara berturut-turut.
Pencapaian tersebut menjadi bukti konsistensi dan komitmen Bank Indonesia dalam menjaga tata kelola yang transparan, akuntabel, dan berintegritas tinggi. Selain itu, Bank Indonesia terus memperluas dan mempercepat transformasi kebijakan serta kelembagaan pada tahun 2025, sebagai implementasi dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
"Kami terus memperluas dan mempercepat transformasi Bank Indonesia di tahun 2025, baik transformasi kebijakan maupun transformasi kelembagaan, sekaligus sebagai implementasi dari Undang-Undang P2SK," tegasnya.
4. Transformasi kebijakan BI di 2025

Menurut Perry, transformasi kebijakan 2025 difokuskan pada penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia, mencakup sisi pengaturan turunan, serta berbagai respons kebijakan yang diamanatkan dalam UU P2SK.
"Di bidang kebijakan moneter, penguatan diarahkan pada penyusunan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Peraturan Dewan Gubernur (PDG) yang mengatur kebijakan moneter, termasuk operasi moneter dan pengelolaan cadangan devisa," ungkapnya.
Selain itu, Bank Indonesia juga mendorong strategi operasi moneter yang pro-market, antara lain melalui pengelolaan struktur suku bunga pasar, penurunan SRBI, serta pembelian Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dari pasar sekunder.
Di sisi lain, reformasi kebijakan makroprudensial juga menjadi fokus utama. Bank Indonesia terus menyempurnakan regulasi melalui pembaruan PBI dan PDG terkait kebijakan makroprudensial, sekaligus memperkuat implementasi kebijakan makroprudensial longgar seperti pemberian insentif likuiditas dan langkah-langkah stabilisasi sistem keuangan lainnya.















