Bos BNI Wanti-Wanti Risiko Geopolitik dan Tantangan Global

- Direktur Utama BBNI, Royke Tumilaar, ungkap risiko ketidakpastian global tinggi akibat konflik Rusia-Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah.
- Proyeksi pertumbuhan ekonomi global IMF dan Bank Dunia menunjukkan tren lambat, diperparah dengan tantangan digitalisasi dan perubahan iklim.
Jakarta, IDN Times - Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), Royke Tumilaar mengungkapkan risiko ketidakpastian global masih tinggi, terutama akibat munculnya konflik antara Rusia dan Ukraina, serta ketegangan di Timur Tengah.
"Walaupun pandemi dan era suku bunga tinggi telah berakhir, perekonomian global masih dihadapi dengan situasi VUKA atau volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity," ucap Royke dalam BNI Investor Daily Summit 2024 di Jakarta, Selasa (8/10/2024).
1. Di tengah sentimen global, BNI tetap optimistis fondasi ekonomi RI kokoh

Royke menjelaskan, proyeksi pertumbuhan ekonomi global dan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia menunjukkan tren yang lebih lambat dibandingkan periode sebelum pandemik.
Ketidakpastian ini diperparah dengan tantangan global yang terus berkembang, seperti digitalisasi, perubahan iklim, dan upaya mewujudkan ekonomi yang lebih inklusif serta berkelanjutan. Meski begitu, Royke menyakini Indonesia memiliki fondasi ekonomi yang kokoh, diperkuat dengan stabilitas politik yang solid.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan tercatat sebagai yang tertinggi kedua di antara negara-negara G20, hanya di bawah India pada 2024," ucapnya.
2. Pemerintah berhasil jaga disiplin fiskal

Royke juga menyoroti keberhasilan pemerintah dalam menjaga disiplin fiskal. Hal ini tercermin dari rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang berada di angka 39,4 persen.
Angka yang jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata negara berkembang lainnya, menunjukkan komitmen Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang.
"Tapi masih ada tantangan struktural di jangka menengah yang perlu kita hadapi," ucap Royke.
3. Sejumlah tantangan yang harus diperbaiki pemerintah

Royke menyebut, berbagai indikator fundamental ekonomi yang solid belumlah cukup, jika pemerintah ingin mengejar Indonesia Emas 2045. Karena saat ini, Indonesia masih dihadapkan pada tantangan struktural jangka menengah yang harus diperbaiki.
"Tantangan yang harus diperbaiki penciptaan nilai tambah di sektor ekonomi berbasis kolektif, reformasi pendidikan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, optimalisasi peran industri manufaktur, serta penciptaan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan," tutur Royke.
Semua itu, menurutnya, merupakan langkah penting untuk menghadapi dinamika ekonomi global dan memastikan Indonesia tetap berada di jalur pertumbuhan yang stabil.