Bursa Global Rontok Imbas Kebijakan Tarif Impor Trump

- Kebijakan tarif impor baru Trump memicu gejolak pasar keuangan global, Dow Jones turun 3,98 persen, S&P 500 melemah 4,84 persen, Nasdaq jatuh 5,97 persen.
- Investor khawatir akan aksi balasan dari negara mitra dagang yang memperburuk inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi global.
Jakarta, IDN Times – Kebijakan tarif impor baru yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memicu gejolak besar di pasar keuangan global pada Kamis (3/4/2025). Langkah ini menimbulkan kekhawatiran akan resesi yang semakin dekat dan mendorong aksi jual besar-besaran di bursa saham.
Indeks Dow Jones Industrial Average terpuruk 1.679 poin atau 3,98 persen, sementara S&P 500 melemah 4,84 persen. Nasdaq, yang banyak dihuni saham teknologi, mencatatkan kejatuhan 5,97 persen. Ini merupakan hari terburuk bagi Wall Street sejak 2020. Indeks di Eropa dan Asia pun ikut terseret dalam tren negatif.
1. Pasar saham terpukul akibat kebijakan baru

Pengumuman tarif impor yang mencakup hampir semua barang masuk ke AS membuat investor bereaksi negatif. Banyak yang khawatir kebijakan ini akan memicu aksi balasan dari negara mitra dagang, memperburuk inflasi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi global.
Indeks STOXX 600 di Eropa turun 2,57 persen, sedangkan DAX Jerman dan CAC 40 Prancis masing-masing melemah lebih dari 3 persen. Di Asia, Nikkei 225 Jepang anjlok 2,77 persen, sementara Hang Seng Hong Kong kehilangan 1,52 persen.
Dilansir dari CNN Internasional, Kamis (4/3, analis pasar di Third Seven Capital, Michael Block mengatakan, keputusan Trump dapat memperburuk ketidakstabilan pasar keuangan dan ekonomi global. Ia menilai kebijakan ini mengabaikan prinsip dasar ekonomi dan berisiko tinggi bagi AS dalam jangka panjang.
2. Investor beralih ke aset aman, emas mencetak rekor

Ketidakpastian di pasar keuangan mendorong investor mengalihkan dana mereka ke aset yang lebih stabil. Harga emas melesat ke rekor tertinggi di atas 3.160 dolar AS per troy ounce pada Rabu (2/4), sebelum stabil di kisaran 3.100 dolar AS pada Kamis (3/4). Sepanjang tahun ini, emas sudah menguat 19 persen, menandai kuartal terbaiknya sejak 1986.
Pasar obligasi AS juga menunjukkan lonjakan permintaan, dengan imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun turun ke 4,05 persen, level terendah sejak Oktober. Managing Director di Truist Advisory Services, Chip Hughey menyebut, arus modal ke obligasi mencerminkan meningkatnya kekhawatiran terhadap prospek ekonomi AS di bawah kebijakan tarif baru ini.
3. Gedung Putih optimistis, Wall Street tetap cemas

Meski pasar tengah bergolak, Gedung Putih tetap yakin dengan langkah Trump. Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt mengatakan, presiden sedang menerapkan kembali kebijakan ekonomi yang sebelumnya terbukti sukses.
Di sisi lain, pelaku pasar tetap waswas. Saham perusahaan yang sangat bergantung pada rantai pasok global terpukul paling keras. Apple mengalami penurunan 9,3 persen, sementara Nike jatuh 14,4 persen. Best Buy dan Ralph Lauren bahkan merosot lebih dari 16 persen. Data FactSet menunjukkan kapitalisasi pasar Apple susut lebih dari 310 miliar dolar AS dalam satu hari.
Indeks volatilitas Cboe (VIX), yang sering disebut sebagai “indeks ketakutan” Wall Street, melonjak 39,6 persen. Sementara itu, indeks Fear and Greed CNN anjlok ke level terendah tahun ini, mencerminkan kepanikan di kalangan investor.
Namun, Trump tetap tenang di tengah reaksi pasar. “Saya pikir semuanya berjalan dengan sangat baik,” katanya di Gedung Putih.
“Pasar akan meledak, saham akan meledak, negara akan meledak,” tambahnya.
4. Ancaman resesi meningkat

Sejumlah analis memperingatkan kebijakan tarif ini berisiko mendorong AS dan ekonomi global ke dalam resesi pada 2025. Sebelum pengumuman ini, JPMorgan memperkirakan peluang resesi AS sebesar 40 persen, tetapi kini risiko tersebut meningkat signifikan.
Lembaga keuangan itu juga memproyeksikan bahwa penerapan penuh kebijakan ini akan menciptakan guncangan besar bagi perekonomian global. Selain itu, harga barang diperkirakan melonjak, yang dapat menambah tekanan inflasi hingga 2 persen dalam Indeks Harga Konsumen AS.
Harga minyak turut terdampak oleh ketidakpastian ini. Minyak mentah AS turun 6,6 persen menjadi 66,95 dolar AS per barel, sementara Brent longsor 6,4 persen ke 70,14 dolar AS per barel. Penurunan ini merupakan yang terbesar sejak 2022.
5. Dunia usaha bersiap hadapi dampak

Para pemimpin bisnis mulai menyuarakan kekhawatiran mereka. Business Roundtable, organisasi yang menaungi CEO perusahaan-perusahaan besar AS, memperingatkan tarif baru ini dapat merugikan dunia usaha dalam jangka panjang.
CEO Business Roundtable, Joshua Bolten menilai pemberlakuan tarif dalam jangka panjang bisa semakin memperburuk perekonomian AS, terutama jika negara lain membalas dengan kebijakan serupa.
Menurut Fitch Ratings, tarif baru ini akan meningkatkan rata-rata tarif AS dari 2,5 persen menjadi 22 persen, tertinggi sejak 1910. Ini bahkan lebih tinggi dari tarif yang diberlakukan setelah Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley 1930, yang memperburuk Depresi Besar.
Kepala riset ekonomi AS di Fitch Ratings, Olu Sonola menilai banyak negara akan mengalami perlambatan ekonomi akibat kebijakan ini. Ia menambahkan sebagian besar proyeksi pertumbuhan ekonomi global kemungkinan besar harus direvisi jika tarif ini tetap diberlakukan dalam jangka panjang.
Sejumlah ekonom juga memperingatkan bahwa dampak negatif terhadap ekonomi AS akan semakin besar jika tarif ini tidak dicabut, terutama jika negara lain membalas dengan kebijakan serupa.