Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tarif Timbal Balik Trump Disebut Perang Dagang Setengah Matang

Trump menunjukkan rincian tarif timbal balik AS. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)

Jakarta, IDN Times - Kebijakan tarif timbal balik atau tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang diumumkan Presiden Donald Trump telah menuai reaksi keras dari sejumlah negara. Berdasarkan data yang dirilis pemerintah AS, sebanyak 185 negara terkena tarif resiprokal dalam perdagangan luar negeri dengan AS.

Kebijakan ini menjadi perubahan radikal terhadap kebijakan perdagangan global Amerika yang telah berlangsung selama satu abad. Trump tidak hanya mengenakan tarif ini pada negara lawan. Tercatat, sejumlah negara sekutu seperti Inggris, Uni Eropa, dan Israel, serta Jepang yang selama ini punya hubungan mesra dengan AS pun dikenakan tarif cukup tinggi.

Tarif yang diberlakukan beragam, dengan tarif dasar 10 persen bagi beberapa negara dan tarif lebih tinggi bagi puluhan negara lainnya. Berbagai negara pun merespons dengan keras hingga berjanji akan melancarkan balasan kepada AS. Perang dagang global pun di depan mata.

1. China siap membalas

Ilustrasi Bendera China (pixabay.com/marcel_elia-1451138)

Salah satu negara yang segera merespon dengan keras adalah musuh bebuyutan AS, Negeri Tirai Bambu. China berjanji akan membalas tarif baru yang dikenakan Trump pada mereka. Pengumuman Trump pada Rabu, menambahkan tarif 'timbal balik' sebesar 34 persen, di atas bea masuk yang sudah ada sebesar 20 persen terhadap semua impor China ke AS.

"China dengan tegas menentang hal ini dan akan dengan tegas mengambil tindakan balasan untuk melindungi hak dan kepentingannya sendiri," kata Kementerian Perdagangan China dalam sebuah pernyataan pada Kamis (3/4/2025) pagi dilansir CNN.

Selama ini, AS telah mengenakan bea masuk atas impor dari China senilai ratusan miliar dolar ke negara tersebut. Sejak kembali berkuasa pada Januari, Trump telah memberlakukan dua putaran tambahan tarif sebesar 10 persen terhadap semua impor China, yang menurut Gedung Putih diperlukan untuk menghentikan aliran fentanil ilegal dari negara tersebut ke AS.

CNN menulis, banyak dari bea masuk tersebut merupakan sisa dari masa jabatan pertama Trump. Saat itu, Trump melancarkan perang dagang pertamanya dengan China yang menghasilkan perjanjian perdagangan "fase satu" yang menurut para analis tidak pernah sepenuhnya dilaksanakan oleh Beijing. Pemerintahan Biden sebelumnya kemudian menaikkan bea masuk atas beberapa tambahan barang China, termasuk bea masuk 100 persen untuk kendaraan listrik tahun lalu.

2. Perang dagang AS-China hingga prediksi balasan China

potret Presiden China, Xi Jinping.(twitter.com/Chinese Mission to UN)

Kepala ekonom untuk Asia di Economist Intelligence Unit, Nick Marro, mengatakan langkah terbaru tersebut benar-benar akan menyoroti wacana pemisahan ekonomi AS-China. Keluhan AS selama ini seputar model dan kebijakan ekonomi Beijing juga dapat berarti, AS belum selesai mengenakan tarif pada China.

“Tiongkok sangat lekat dalam jaringan produksi global, mulai dari barang jadi hingga produk antara hingga sumber bahan baku. Jadi ini tidak akan menjadi proses yang mudah atau langsung,” katanya.

Analis pun menilai kemungkinan China akan merespons dengan tepat kali ini. Alih-alih melancarkan pembalasan secara luas, China diperkirakan memberikan tekanan yang terukur, di antaranya menerapkan bea masuk baru atas komoditas ekspor AS yang sensitif secara politik seperti pertanian dan mesin industri.

China juga diprediksi akan melakukan perluasan penggunaan 'Daftar Entitas yang Tidak Dapat Diandalkan' untuk menargetkan perusahaan-perusahaan AS yang terkenal, serta kontrol ekspor selektif atas input penting.

"Jika (Xi Jinping) menolak untuk terlibat, tekanan akan meningkat. Jika ia terlibat terlalu cepat, ia berisiko terlihat lemah. Tidak ada (pemimpin) yang ingin terlihat menyerah terlebih dahulu, tetapi penundaan dapat memperdalam kebuntuan," kata kata Craig Singleton, seorang peneliti senior di Foundation for Defense of Democracies yang berbasis di AS, dilansir CNN.

3. Perang dagang 'setengah matang' Trump dikritik

Infografis Daftar Tarif resiprokal Amerika Serikat yang diumumkan Presiden Donald Trump (IDN Times/Aditya Pratama)

Anggota Komite Keuangan Senat, Senator dari Partai Demokrat, Peter Welch, mengecam kebijakan tarif Trump. Dia menyebut "perang dagang setengah matang" yang dilancarkan Trump hanya akan menaikkan harga bagi konsumen.

"Apa yang disebut 'hari pembebasan' Trump akan membuat ekonomi global menjadi kacau dan membuat warga Amerika menanggung bebannya," kata Welch dalam sebuah pernyataan beberapa jam sebelum pengumuman tarif timbal balik di Gedung Putih dilansir CNBC.

Dia pun menyoroti langkah Trump yang mengenakan tarif besar pada sekutu dan mitra lama AS dalam perdagangan. Dia menilai hal itu seharusnya tidak dilkukan karena hubungan ekonomi Amerika yang erat dengan mitra dagang didasarkan pada kepercayaan

"Tarif yang berlaku terus-menerus ini sangat merusak dan sama sekali tidak perlu," katanya. "Presiden Trump sedang menindas petani, bisnis, dan pekerja kita."

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us