Celios Kasih Skor 1 Tahun Pemerintahan: Prabowo 3/10 dan Gibran 2/10

- Elektabilitas Prabowo turun: 56 persen responden menilai janji politik hanya sebagian kecil yang berhasil, 34 pemilihnya tidak akan memilih kembali di Pemilu mendatang
- Kinerja pemerintah dalam pelaksanaan program masih buruk: 72 persen responden menilai kinerja pemerintah masih buruk, 80 persen responden menilai rencana kebijakan tidak sesuai dengan kebutuhan publik
Jakarta, IDN Times - Center of Economic and Law Studies (Celios) merilis hasil Evaluasi Kinerja Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran untuk menilai pencapaian program, kualitas kepemimpinan dan koordinasi, tata kelola anggaran, komunikasi kebijakan, dan penegakan hukum.
Laporan ini menggunakan dua pendekatan utama, yaitu survei expert judgment (panel) dan survei publik. Survei expert judgment dilakukan dengan melibatkan 120 jurnalis dari 60 lembaga media nasional. Sementara survei publik dilakukan untuk menangkap persepsi masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan melibatkan 1.338 responden dari berbagai wilayah Indonesia.
Dalam Rapor Celios, Prabowo Subianto hanya memperoleh nilai 3 dari 10, sedangkan Gibran Rakabuming Raka mendapat nilai 2 dari 10. Dua institusi utama, Polri dan TNI juga mendapat rapor rendah, masing-masing 2 dan 3 dari skala 10.
1. Elektabilitas Prabowo turun

Mayoritas responden menilai janji politik pemerintahan hanya dijalankan setengah hati. Sebanyak 56 persen responden menyatakan janji politik hanya sebagian kecil yang berhasil, sedangkan 43 persen lainnya menilai tidak ada yang berhasil sama sekali.
Temuan lain menunjukkan elektabilitas Presiden Prabowo Subianto turun signifikan hingga 34 persen, mencerminkan adanya pergeseran kepercayaan publik akibat ketidaksesuaian antara janji dan implementasi kebijakan.
"Survei menunjukkan bahwa elektabilitas Prabowo-Gibran menurun karena terdapat 34 persen pemilihnya terdahulu yang tidak akan memilih kembali di Pemilu mendatang. Hasil rapor merah ini menjadi aspirasi publik agar pemerintah segera melakukan reshuffle kabinet, termasuk menjalankan rekomendasi untuk segera memperbaiki sektor penciptaan lapangan kerja, pengendalian harga barang pokok, dan bantuan sosial khususnya ke kelas menengah," tutur Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, Minggu (19/10/2025).
2. Kinerja pemerintah dalam pelaksanaan program masih buruk

Dalam hal pelaksanaan program, 72 persen responden menilai kinerja pemerintah masih buruk. Rinciannya 43 persen menilai buruk dan 29 persen sangat buruk.
Rencana kebijakan pun dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan publik dan 80 persen responden menilai buruk atau sangat buruk. Kualitas kepemimpinan juga dinilai rendah, yakni 64 persen responden menilai kepemimpinan publik buruk atau sangat buruk.
Kritik paling tajam muncul terkait tata kelola anggaran dan komunikasi kebijakan. Sebanyak 81 persen responden menilai pengelolaan anggaran tidak transparan dan 91 persen menilai komunikasi kebijakan pemerintah buruk atau sangat buruk.
3. Penegakan hukum semakin tumpul

Dalam bidang hukum, 75 persen responden menilai penegakan hukum semakin tumpul, disertai persepsi aparat penegak hukum kehilangan independensi.
Peneliti Hukum Celios, Muhammad Saleh mengungkapkan temuan survei pemerintahan Prabowo–Gibran justru menegaskan bahwa janji reformasi sektor keamanan belum berjalan.
“Polri dan TNI masih bekerja dengan logika represi, bukan hukum. Dalam peristiwa demonstrasi Agustus–September 2025, merujuk data YLBHI terdapat 960 orang termasuk 265 anak ditetapkan tersangka, banyak yang ditangkap tanpa bukti, disiksa, dan dibungkam lewat stigma ‘anarko’ dan ‘makar’. Polri kehilangan legitimasi moral di mata publik,” tutur Saleh.
Di sisi lain, TNI ikut terseret dalam kritik setelah revisi UU TNI membuka jalan bagi peran militer di ranah sipil dan ekonomi dari proyek pangan, MBG, hingga PSN.
“Survei Celios menunjukkan Polri hanya mendapat nilai 2 dari 10 dan TNI 3 dari 10, dengan 75 persen publik menilai penegakan hukum buruk atau sangat buruk, dan 43 persen menilai pemberantasan korupsi tidak efektif. Data ini menunjukan bahwa supremasi hukum belum menjadi prioritas dalam satu tahun pertama pemerintahan,” ujarnya.