China Janjikan Akses Pasar Lebih Luas di Tengah Tekanan Global

- China komitmen buka akses pasar bagi investor asing.
- Forum bisnis di Beijing dihadiri petinggi perusahaan global.
- Pemerintah China luncurkan kebijakan strategis untuk tarik minat investor asing.
Jakarta, IDN Times – Pemerintah China kembali menyampaikan komitmennya untuk memperluas akses pasar bagi investor asing. Dalam forum bisnis dua hari di Beijing, Wakil Perdana Menteri China He Lifeng menekankan bahwa negaranya akan terus membuka diri terhadap investasi asing dan meningkatkan daya tarik ekonominya.
“China tetap berkomitmen untuk memperluas keterbukaan pasar tingkat tinggi, meningkatkan lingkungan bisnis, dan menyambut lebih banyak perusahaan multinasional untuk memperdalam investasi mereka di China,” kata He, dikutip dari CNBC International, Selasa (25/3/2025).
Ia juga menyoroti bahwa ekonomi China tetap “tangguh, penuh potensi, dan vitalitas.”
1. China menggaet minat investor asing

Forum ini menghadirkan sejumlah petinggi perusahaan global, seperti Tim Cook dari Apple, Cristiano Amon dari Qualcomm, dan Pascal Soriot dari AstraZeneca. Senator AS Steve Daines juga turut ambil bagian dalam pertemuan tersebut. Beijing berharap ajang ini dapat menjadi jembatan diplomasi ekonomi di tengah perlambatan pertumbuhan domestik serta tekanan perdagangan dari Washington.
China sedang mengupayakan peningkatan arus investasi asing di saat konsumsi dalam negeri melemah dan sektor properti masih mengalami kontraksi. Sementara itu, kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden AS Donald Trump semakin mempersempit ruang ekspor China, yang sebelumnya menjadi andalan dalam menopang perekonomian negara.
Dalam forum yang sama, Perdana Menteri China Li Qiang mengatakan bahwa negara-negara seharusnya memperluas kerja sama ekonomi, bukan justru menutup diri.
“Tak ada negara yang bisa mencapai pembangunan dan kemakmuran dengan menerapkan tarif,” ujar Li.
2. Strategi China meredam tekanan dagang

Sebagai respons terhadap dinamika global, pemerintah China telah meluncurkan serangkaian kebijakan strategis untuk menarik minat investor asing. Bulan lalu, Dewan Negara China mengumumkan peta jalan investasi yang mencakup pelonggaran sejumlah regulasi di sektor manufaktur serta penyederhanaan prosedur merger dan akuisisi bagi dana asing.
Namun, langkah ini tak lepas dari tantangan besar, terutama dari kebijakan dagang AS. Trump baru-baru ini mengerek tarif tambahan sebesar 20 persen terhadap produk-produk China dengan dalih dugaan keterlibatan Beijing dalam perdagangan ilegal fentanyl. Pemerintahannya juga tengah mengevaluasi kepatuhan China terhadap perjanjian dagang yang diteken pada periode pertamanya.
Di sisi lain, Li menekankan kepada Daines bahwa kerja sama ekonomi antara AS dan China lebih membawa manfaat ketimbang konflik.
“China dan AS memiliki kepentingan bersama yang luas dan ruang kerja sama yang besar,” ujarnya. Daines pun berharap lebih banyak dialog tingkat tinggi dapat terjalin dalam waktu dekat untuk meredakan tensi ekonomi.
3. Pebisnis global soroti ketidakpastian perdagangan

Para pemimpin bisnis yang hadir di forum ini menyoroti volatilitas perdagangan global akibat kebijakan proteksionisme yang semakin mengemuka. CEO Inter IKEA Group, Jon Abrahamsson Ring, mengatakan bahwa perusahaannya tetap mendukung perdagangan terbuka yang berbasis aturan.
“Kami sangat percaya pada perdagangan yang terbuka dan berbasis aturan, karena itu memungkinkan skala ekonomi dan keuntungan komparatif secara global,” katanya kepada CNN International.
Sementara itu, Rich Lesser, Chairman Boston Consulting Group, menilai bahwa disrupsi perdagangan saat ini membutuhkan respons cepat, tetapi perubahan jangka panjang dalam teknologi, keberlanjutan, dan geopolitik akan membentuk lanskap ekonomi selama beberapa dekade ke depan.
Pernyataan para eksekutif ini mencerminkan kekhawatiran bahwa meningkatnya fragmentasi perdagangan dan kebijakan proteksionisme dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi global.
“Jika dunia kembali pada hukum rimba, itu akan menjadi kemunduran dalam sejarah dan tragedi bagi umat manusia,” ujar Li dalam pidatonya di forum tersebut, dikutip dari CNN International, Selasa (25/3/2025).
4. China berusaha memantapkan posisi di kancah global

Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik, China berusaha menampilkan diri sebagai pemain utama dalam ekonomi global yang berorientasi pada keterbukaan.
“Sebagai negara besar yang bertanggung jawab, China akan berdiri di sisi sejarah yang benar serta menjunjung tinggi keadilan dan keadaban,” ujar Li.
Namun, tantangan bagi Beijing tak bisa dianggap enteng. Ketidakpastian geopolitik telah membuat sejumlah perusahaan multinasional lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya di China. Selain itu, pengawasan ketat dari otoritas China terhadap beberapa perusahaan asing juga menjadi faktor yang diperhitungkan investor.
Di sisi lain, negara-negara Barat semakin vokal dalam mengkritisi ekspor China di sektor kendaraan listrik dan teknologi hijau. Mereka menilai subsidi besar yang digelontorkan pemerintah China memberikan keuntungan tidak seimbang bagi produsen dalam negeri dibandingkan pesaing asing.
Dengan latar belakang ini, forum bisnis di Beijing menjadi momentum penting bagi China untuk membangun kembali kepercayaan investor global. Namun, apakah upaya ini cukup untuk menghidupkan kembali gairah investasi asing masih menjadi pertanyaan besar.