Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dulu Tidur di Pasar, Kini Jadi Juragan Kopi

Pemilik toko Dunia Kopi Pasar Santa, Suradi (tengah) (IDN Times / Satria Permana)

Jakarta, IDN Times - Harum kopi itu memikat hidung. Aromanya menyengat dari lantai bawah tanah Pasar Santa, dan membuat saya tergerak untuk mendekati toko Dunia Kopi, yang kala itu ramai pengunjung.

Dunia Kopi pada dasarnya bukan toko sembarangan, meski terletak di pasar. Pun, dari tampilannya, tak memberikan kesan kalau toko ini ternyata langganan para pejabat negara hingga turis mancanegara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, serta lainnya, merupakan langganan Suradi. Bahkan, keduanya pernah berkunjung ke Dunia Kopi.

Kesederhanaan, di situlah daya tarik dari Dunia Kopi. Karena, dari konsep itulah, Suradi bisa menarik minat pelanggannya.

"Usaha itu harus ramah, bersedekah, apa adanya. Terpenting, harus jujur. Sederhana saja, ya saya begini. Inilah saya, cuma lulusan SD," kata Suradi saat ditemui IDN Times baru-baru ini.

1. Kopi dari Pasar Santa sudah mendunia

Kopi yang dijual di Dunia Kopi Pasar Santa (IDN Times / Satria Permana)

Pengakuan Suradi memang mengejutkan. Sebab, Dunia Kopi bukan toko kecil, karena omzetnya sudah sangat besar. Bayangkan saja, setiap harinya, pesanan yang datang jika ditotal bisa lebih dari 200 kilogram kopi dalam sehari. Itu berasal dari pesanan untuk kepentingan konsumsi pribadi hingga kafe serta hotel.

Langganannya juga tak main-main karena merupakan pejabat negara dan turis mancanegara. Bahkan, dalam setahun terakhir, Suradi sudah berhasil mengekspor kopi ke sejumlah negara. Salah satunya adalah Malaysia. Beberapa kali, Suradi bahkan mengirimkan perwakilannya langsung ke Malaysia.

Sementara, di hari-hari biasa, ada saja turis dari Korea, Jepang, Prancis, Arab Saudi, Inggris, Rusia, Swedia, bahkan Paraguay, menyambanginya.

"Kami tahu dari teman. Mereka waktu itu unggah di media sosial dan saya mencoba kopinya. Nikmat, akhirnya saya ke sini. Sudah lima kali ke sini, karena saya sudah di Indonesia tiga bulan untuk belajar dalam program pertukaran," kata salah seorang pembeli asal Swedia, Lucas.

2. Mendapat bantuan saat rintis usaha

Pemilik Dunia Kopi Pasar Santa, Suradi (IDN Times / Satria Permana)

Memang, proses Suradi menjadi seperti sekarang tak instan. Perjuangan panjang harus dilaluinya. Dia mulai merintis usaha kopi pada 2000 silam dan dimulai dari sembilan toples pinjaman sahabatnya.

Itu nyaris bersamaan dengan proyek revitalisasi Pasar Santa. Ketika itu, Suradi mengaku mendapat bantuan dari BRI terkait sewa kios.

Dari situlah, Suradi bisa mengembangkan usahanya. Bantuan yang berbentuk hak sewa selama 25 tahun itu, disebut Suradi, sangat membantunya.

"Waktu itu, saya dapat bantuan dari BRI berbentuk sewa kios. Nah, dari situlah, saya bisa buka tokonya dan mengembangkan usaha seperti sekarang. Saya juga dapat KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang cukup membantu," kata Suradi.

3. Pernah tidur di masjid, kini jadi juragan

Suradi (kanan) pemilik Dunia Kopi Pasar Santa yang melegenda (IDN Times / Satria Permana)

Ketika proyek revitalisasi rampung dan Suradi sudah bisa menempati kiosnya, pelanggan pun tak otomatis langsung ramai. Ada kalanya dia hanya bisa menjual kopi sebanyak tiga atau empat kilogram dalam sehari. Paling banyak, kenang dia, 20 kilogram penjualannya dalam sebulan.

Tak cuma itu, Suradi juga sempat mengalami kehidupan yang sulit. Tidur di pasar hingga masjid sempat dialaminya selama satu bulan. Kemudian, dia juga sempat makan sekali sampai dua kali dalam sehari kala itu.

Tapi, kini situasi itu berubah 180 derajat. Usaha Suradi kian berkembang dan omsetnya luar biasa.

"Dulu rumah ngontrak, pakai sepeda ontel bolak-balik ke pasar. Alhamdulillah sekarang sudah begini. Kuncinya kerja keras, diimbangi dengan ibadah. Dibawa santai, senyum itu kuncinya. Saya juga tak membayangkan bisa seperti ini," ujar Suradi.

Momen meledaknya kopi sebenarnya dimulai pada medio 2015. Kala itu, tren kopi memang sedang meningkat. Grafik konsumsi kopi, saat itu dari tahun ke tahun memang mengalami peningkatan dan mulai menunjukkan gairah.

Apalagi, saat itu mulai banyak pegiat yang melakukan edukasi terkait manfaat hingga kompleksitas dari rasa kopi.

"Saya selalu percaya dan yakin, kopi ini adalah mutiara yang berharga. Kalangan mana saja, minum kopi. Jadi, ini komoditas yang berharga. Makanya, saya gak mau menyerah dan terus berusaha. Karena keyakinan diimbangi kerja keras, ibadah, dan diperkaya dengan belajar," kata Suradi.

4. Ilmu sedekah di luar teori bisnis

Ilustrasi Sedekah. (IDN Times/Aditya Pratama)

Pengalamannya hidup susah, membawa Suradi semakin matang. Mentalnya kian kuat dan membuatnya mampu menemukan rumus tepat dalam pengembangan bisnis.

Suradi tak pelit ilmu, karena ketika berbisnis juga mengedukasi. Ada kedai kecil di seberang Dunia Kopi yang menawarkan kopi gratis. Dari sanalah, Suradi memberikan edukasi terhadap para pelanggannya. Ketika melayani, Suradi juga begitu ramah. Ilmu serta kopi yang diberikan di kedai tersebut, gratis!

"Layani orang dengan baik, bagus. Harganya saya gak patok tinggi, murah. Tapi, murah bukan berarti tak berkualitas. Saya harus menjaga kualitas kopi yang dijual, supaya segar. Dari situ, orang pasti balik. Proses semua sendiri. Saya roasting (memanggang) sendiri, ada tempatnya khusus di atas. Soalnya, dari situ saya bisa jaga kualitas," terang Suradi.

Memberi kopi dan ilmu secara gratis, mungkin di pikiran kamu, matematika bisnisnya tak masuk. Bagaimana mau untung? Begitu bukan? Suradi punya pemikiran berbeda. Baginya, ilmu sedekah lebih penting ketimbang uang.

"Ikhlas saja, pengalaman yang bicara. Saya kasih orang, sedekah. Bukannya saya rugi, tapi untung. Saya dapat teman banyak. Dari teman itu, mereka akan kasih tahu di sini ada toko Dunia Kopi. Mereka ke sini penasaran, beli kopi saya. Di akhirat, sedekah itu yang ujungnya menolong kita. Untungnya di situ, mas," kata Suradi.

Metode ini pula, yang menurut Suradi, menolongnya ketika pandemik COVID-19. Saat para pembeli tak bisa datang ke tokonya secara langsung karena kebijakan lockdown dan PPKM, Suradi justru mendapatkan banyak pesanan secara daring.

Dia tak membuka pesanan lewat retail-retail seperti Tokopedia, Shopee, atau lainnya. Tapi, hanya berbekal WhatsApp, Suradi melayani para pelanggannya.

"Selama pandemik, Alhamdulillah stabil. Bahkan, terkadang pesanan juga makin banyak. Orang-orang memang pusing karena PPKM dan lainnya, tapi harusnya hadapi dengan senyum. Saya tetap terima banyak pesanan saat itu. Ketika PPKM ditiadakan, operasi toko normal. Ada gairah yang kembali. Sebenarnya, saya kangen di situ, bisa kumpul sama pelanggan, kasih edukasi," ujar Suradi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Satria Permana
3+
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us