Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ekonomi RI Berpotensi Merosot Imbas Perang Dagang AS-China

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Perang dagang AS-China berpotensi tekan ekonomi global
  • Penurunan ekonomi China dan AS dampaknya signifikan bagi Indonesia
  • Diversifikasi pasar ekspor ke Timur Tengah, Amerika Latin, dan ASEAN penting

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, perang dagang antara Amerika Serikat dan China diperkirakan akan memberikan tekanan signifikan terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia. 

Bhima menjelaskan, dampak dari perlambatan ekonomi di kedua negara adidaya tersebut tidak bisa dianggap remeh, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki keterkaitan erat dalam rantai pasok global.

"Setiap penurunan satu persen dalam ekonomi China dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,05 persen. Sedangkan bila ekonomi AS turun satu persen, maka dampaknya bagi ekonomi Indonesia bisa mencapai penurunan hingga 0,08 persen," ungkap Bhima kepada IDN Times, Senin (14/4/2025). 

1. Sisi perdagangan dan sektor keuangan akan tertekan

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurutnya, Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada ekspor komoditas serta investasi dari kedua negara tersebut. Ketika ketegangan dagang meningkat, arus perdagangan dan investasi cenderung melambat, yang pada akhirnya bisa menekan pertumbuhan ekonomi nasional.

“Ibarat gajah yang sedang bertarung, Indonesia seperti berada di antara tanduknya. Dampaknya sangat terasa, baik dari sisi perdagangan maupun sektor keuangan,” ucap Bhima. 

2. Rupiah bisa ikut terdampak ketegangan perang tarif dagang AS-China

Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan)

Indonesia memiliki hubungan dagang yang erat dengan kedua negara tersebut. Sekitar 34 persen dari total ekspor Indonesia ditujukan ke Amerika Serikat, sehingga fluktuasi ekonomi di Negeri Paman Sam sangat memengaruhi kinerja ekspor nasional.

Jika permintaan dari AS maupun China menurun, surplus perdagangan Indonesia pun terancam mengalami tekanan. Kondisi ini juga bisa menciptakan kerentanan di sektor keuangan.

"Pelemahan permintaan bahan baku dari China dan penurunan konsumsi rumah tangga di Amerika mengurangi permintaan terhadap barang-barang ekspor Indonesia. Akibatnya, nilai tukar rupiah bisa tertekan dan cadangan devisa berpotensi menurun jika intervensi stabilisasi (terus dilakukan oleh Bank Indonesia)," tegasnya. 

3. Perlu diversifikasi pasar ekspor

ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Untuk menghadapi situasi ini, Bhima menekankan pentingnya upaya mitigasi melalui diversifikasi pasar ekspor. Kawasan seperti Timur Tengah, Amerika Latin, dan ASEAN dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi pasar alternatif.

“Indonesia harus mencari motor pertumbuhan ekonomi baru yang lebih berkelanjutan, seperti transisi energi dan ekonomi restoratif. Ini bukan hanya soal bertahan, tapi bagaimana kita bisa keluar dari ketergantungan terhadap dua negara besar itu,” ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us