Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Faisal Basri: Pemerintah Terlalu Berhalakan Investasi Besar

Ekonom Senior Faisal Basri. (IDN Times/Hana Adi Perdana)
Ekonom Senior Faisal Basri. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Jakarta, IDN Times - Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri mengatakan pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo terlalu memberhalakan investasi-investasi besar, terutama investasi asing. Misalnya seperti investasi untuk jalan tol, proyek kereta, smelter, dan sebagainya.

Padahal, menurutnya efek investasi selama ini, terhadap pertumbuhan ekonomi belum terlihat. Ditambah lagi, Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia terbilang masih tinggi. Sejak pemerintahan Jokowi atau pada periode 2015-2019, ICOR Indonesia berada di level 6,5. ICOR Indonesia yang tinggi menujukkan tingkat efisiensi yang masih rendah.

"Pemerintah hanya memberhalakan investasi yang besar-besaran. Ada satu yang terpenting yang terabaikan," kata Faisal dalam wawancara khusus dengan IDN Times.

1. Tak perlu investasi besar-besaran untuk serap tenaga kerja

Ilustrasi buruh, pekerja (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi buruh, pekerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Faisal, untuk bisa memulihkan perekonomian Indonesia seperti ke masa sebelum pandemik COVID-19, kuncinya ialah menciptakan lapangan kerja, terutama untuk masyarakat rentan.

Untuk menciptakan lapangan kerja itu, menurut Faisal tak harus melalui investasi besar-besaran. Bisa dilakukan dengan investasi yang nilainya kecil, misalnya membangun jalan desa.

"Kalau perbaiki jalan desa kan tidak perlu pakai kontraktor, WIKA, Jasa Marga, Hutama Karya, tidak ikut. Karena pemerintah menggelontorkan uang lewat desa atau kelurahan atau kabupaten, kemudian mempekerjakan orang-orang yang menganggur. Bahannya dari sana, batu kalinya dari sana. Yang begitu-begitu tidak kepikiran (oleh pemerintah)," ucap Faisal.

2. Banyak penduduk usia muda jadi pengangguran

ilustrasi pencari kerja (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi pencari kerja (IDN Times/Aditya Pratama)

BPS mencatat 10,32 persen dari jumlah penduduk usia kerja, atau tepatnya 21,32 juta orang masih terdampak COVID-19 hingga Agustus 2021. Dari jumlah tersebut, yang menganggur sebanyak 1,82 juta orang.

Lalu, yang sebelumnya masuk ke dalam angkatan kerja kemudian menjadi bukan angkatan kerja (BAK) sebelumnya mencapai 700 ribu orang, yang sementara tak bekerja karena COVID-19 mencapai 1,39 juta orang, dan penduduk yang mengalami pengurangan jam kerja mencapai 17,41 juta orang.

3. Pemerintah harus atasi jumlah pengangguran yang masih tinggi

Ilustrasi Pengangguran akibat terkena PHK (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi Pengangguran akibat terkena PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Faisal mengatakan pemerintah harus segera menggelar proyek padat karya untuk bisa mengatasi permasalahan tingginya jumlah pengangguran, terutama yang usia bekerja.

"Di tengah pekerja kita yang masih banyak menganggur, proyek-proyek yang diciptakan adalah proyek-proyek yang tidak padat karya. Kereta Cepat, jalan tol, smelter nikel, bahkan pekerjanya dari China. Jadi miss match. Contoh proyek padat karya itu memperbaiki pematang di sawah-sawah petani, jadi kerja bersama," ucap Faisal.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vadhia Lidyana
EditorVadhia Lidyana
Follow Us