Harga Minyak Anjlok 1 Persen Usai Perundingan Nuklir AS-Iran

- Harga minyak dunia turun 1 persen setelah kemajuan perundingan nuklir AS-Iran, meredakan kekhawatiran gangguan pasokan minyak dari Iran.
- Perundingan di Roma menunjukkan langkah maju, membuka jalan pencabutan sanksi terhadap ekspor minyak Iran, meskipun ketidakpastian masih ada.
Jakarta, IDN Times - Harga minyak dunia turun sekitar 1 persen setelah laporan kemajuan dalam perundingan nuklir antara Amerika Serikat (AS) dan Iran pada Senin (21/4/2025). Perkembangan ini meredakan kekhawatiran pasar mengenai potensi gangguan pasokan minyak dari Timur Tengah, khususnya dari Iran sebagai salah satu produsen utama.
Perundingan yang berlangsung di Roma pada Sabtu (19/4) menunjukkan langkah maju dalam upaya mencapai kesepakatan nuklir baru, yang dapat membuka jalan bagi pencabutan sanksi terhadap ekspor minyak Iran. Penurunan harga minyak mencerminkan optimisme pasar bahwa kesepakatan ini akan meningkatkan pasokan global, meskipun para analis memperingatkan ketidakpastian masih membayangi proses negosiasi.
1. Kemajuan perundingan nuklir AS-Iran

Perundingan antara AS dan Iran, yang dimediasi oleh Oman, menghasilkan kesepakatan untuk mulai menyusun kerangka kerja potensial kesepakatan nuklir. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dan utusan khusus AS, Steve Witkoff melakukan pembicaraan langsung dan tidak langsung selama empat jam di Kedutaan Oman di Roma, yang dianggap sebagai langkah signifikan menuju de-eskalasi ketegangan.
“Kami membuat kemajuan yang sangat baik dalam diskusi langsung dan tidak langsung kami,” kata seorang pejabat administrasi Trump.
Meski demikian, Araghchi menekankan bahwa Iran tetap berhati-hati, dengan menyatakan, hak untuk pengayaan uranium demi tujuan damai tidak dapat dinegosiasikan, menunjukkan kompleksitas teknis dan politis yang masih harus diselesaikan dalam perundingan lanjutan di Oman pada Sabtu (26/4).
2. Dampak pada pasar minyak global

Harga minyak Brent turun 78 sen atau 1,15 persen menjadi 67,18 dolar AS (Rp1,1 juta) per barel pada pukul 22.12 GMT, Senin (21/4/2025), sementara West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 77 sen atau 1,19 persen ke 63,91 dolar AS (Rp1,07 juta) per barel.
Penurunan ini terjadi setelah pasar menyerap berita tentang kemajuan perundingan, yang mengurangi kekhawatiran akan disrupsi pasokan minyak Iran akibat sanksi atau potensi konflik militer.
“Kemajuan dalam pembicaraan nuklir telah menggeser persepsi pasar dari ketatnya pasokan menjadi ekspektasi peningkatan ekspor minyak Iran,” kata analis pasar dari UBS, Giovanni Staunovo, dilansir dari CNBC.
Namun, ia memperingatkan volatilitas harga dapat berlanjut jika perundingan terhambat atau jika sanksi baru diberlakukan, mengingat kebijakan tekanan maksimum Trump yang masih menjadi bayang-bayang.
3. Tantangan dan prospek ke depan

Meskipun perundingan menunjukkan tanda-tanda positif, tantangan besar masih menghadang, termasuk penyimpanan atau penghancuran stok uranium Iran yang diperkaya tinggi serta jaminan eksternal untuk mencegah pelanggaran kesepakatan oleh AS di masa depan. Rusia disebut-sebut sebagai kandidat tujuan penyimpanan uranium Iran dan mediator pelanggaran, menambah dimensi geopolitik pada negosiasi, seperti dilaporkan pada Minggu (20/4).
“Masalah teknis dan tingkat ketidakpercayaan yang tinggi membuat kesepakatan cepat sulit tercapai,” kata Araghchi, dikutip dari The Guardian.
Dengan ancaman serangan militer AS atau Israel terhadap fasilitas nuklir Iran masih membayangi, pasar minyak dunia kemungkinan akan tetap sensitif terhadap setiap perkembangan, baik menuju kesepakatan maupun eskalasi ketegangan di Timur Tengah.