Harga Minyak Dunia Melonjak, Dipicu Sanksi AS ke Rusia dan Iran

- Harga minyak dunia naik setelah AS memperketat sanksi terhadap Rusia dan Iran.
- Scott Bessent menyatakan AS akan menggunakan sanksi secara agresif, memicu kekhawatiran pasar terhadap pasokan minyak global.
- Kebijakan perdagangan AS juga memengaruhi pasar energi, termasuk tarif impor dari Kanada, Meksiko, dan China.
Jakarta, IDN Times – Harga minyak dunia naik setelah Amerika Serikat (AS) memperketat sanksi terhadap sektor energi Rusia dan Iran. Kebijakan ini meningkatkan kekhawatiran pasar, terutama di tengah ketidakpastian kebijakan perdagangan AS yang terus berubah.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyampaikan bahwa Washington akan menggunakan sanksi secara agresif untuk memberikan dampak langsung terhadap geopolitik. Pernyataan ini memicu kekhawatiran pasar terhadap pasokan minyak global, sehingga mendorong kenaikan harga.
1. Kenaikan harga minyak dipicu risiko pasokan

Harga minyak mentah Brent naik 0,27 persen menjadi 69,39 dolar AS per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) meningkat 0,24 persen ke level 66,15 dolar AS per barel pada perdagangan Jumat (7/3/2025).
Kenaikan ini terjadi setelah Bessent menyebut bahwa kebijakan sanksi yang lebih lemah dari pemerintahan sebelumnya berkontribusi terhadap berlanjutnya perang di Ukraina.
“Sanksi akan digunakan secara eksplisit dan agresif untuk memberikan dampak maksimal secara langsung,” ujar Bessent dalam pidatonya di Economic Club of New York, dikutip dari Anadolu Agency.
Ia juga menambahkan bahwa AS akan menargetkan seluruh rantai pasokan minyak Iran serta industri drone negara tersebut. Langkah ini semakin memperkuat ekspektasi bahwa pasokan minyak dari Iran akan terganggu, yang turut mendorong harga naik.
2. Kebijakan tarif AS menambah ketidakpastian

Selain sanksi terhadap Rusia dan Iran, kebijakan perdagangan AS turut memengaruhi pasar energi. Pada Selasa (4/3/2025), pemerintahan Presiden Donald Trump memberlakukan tarif 25 persen untuk barang impor dari Kanada dan Meksiko serta menggandakan tarif barang dari China dari 10 persen menjadi 20 persen.
Namun, Trump kemudian menandatangani regulasi yang membebaskan barang yang sesuai dengan US-Mexico-Canada Agreement (USMCA) dari tarif hingga 2 April. Para analis memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat menghambat perdagangan global dan menekan permintaan minyak dalam jangka panjang.
3. Sikap Trump terhadap Rusia dan Ukraina jadi sorotan

Di tengah ketidakpastian kebijakan perdagangan dan energi, Trump kembali mengeluarkan pernyataan terkait Rusia dan Ukraina. Melalui Truth Social, ia mengancam akan memberlakukan sanksi besar terhadap Rusia hingga tercapai kesepakatan damai.
"Berdasarkan fakta bahwa Rusia benar-benar 'menghajar' Ukraina di medan perang saat ini, saya sangat mempertimbangkan Sanksi Perbankan, Sanksi, dan Tarif skala besar terhadap Rusia sampai Gencatan Senjata dan PERJANJIAN PENYELESAIAN AKHIR TENTANG PERDAMAIAN TERCAPAI," tulis Trump, dikutip dari Al Jazeera.
Sikap Trump yang lebih lunak terhadap Rusia dibandingkan Ukraina menuai kritik, terutama setelah ia menghentikan sementara bantuan militer dan berbicara langsung dengan Presiden Vladimir Putin terkait negosiasi damai. Kebijakan ini menambah ketidakpastian geopolitik dan berpotensi memengaruhi pasar energi dalam waktu dekat.