IMF Beri Syarat Sri Lanka Mesti Reformasi untuk Cairkan Pinjaman

Jakarta, IDN Times - Tim International Monetary Fund (IMF) yang dipimpin Peter Breuer dan Katsiaryna Svirydzenka mengakhiri kunjungan ke Sri Lanka pada Selasa (26/9/2023). Mereka mengatakan Sri Lanka telah memiliki tanda-tanda stabilitasi, tapi pemulihan ekonomi secara penuh masih belum terjamin.
Tapi kucuran pinjaman dana talangan tahap kedua sebesar 330 juta dolar (RpRp5,1 triliun) belum dapat diberikan. IMF meminta Sri Lanka untuk meningkatkan pengumpulan pajak dan reformasi ekonomi lain agar dana itu bisa turun.
Sri Lanka, sebuah negara pulau di Asia Selatan, telah terancam bangkrut. Mereka membutuhkan pinjaman dana talangan dari IMF sebesar 2,9 miliar dolar (Rp45,1 triliun) untuk menyelamatkan ekonominya yang ambruk. Tapi, IMF memberikan beberapa syarat agar pinjaman itu bisa dikucurkan.
1. Reformasi ekonomi Sri Lanka berjalan lambat

Sri Lanka masih berharap mendapatkan kucuran pinjaman dana talangan tahap kedua dari IMF. Namun lembaga moneter internasional tersebut mengatakan Colombo sejauh ini gagal membuat kemajuan yang cukup.
Dilansir Associated Press, tim dari IMF dalam sebuah pernyataan menyatakan akan melanjutkan diskusi tentang bagaimana membuka kucuran pendanaan tahap kedua dengan tetap menjaga momentum reformasi yang dilakukan Sri Lanka.
"Meskipun ada tanda-tanda awal stabilisasi, pemulihan ekonomi secara penuh masih belum terjamin," kata IMF.
Mereka mengatakan akumulasi cadangan devisa negara melambat karena perolehan pajak yang lebih rendah dari yang diperkirakan.
2. Pendapatan negara jauh dari proyeksi awal
Ketua tim IMF Peter Breuer yang telah melakukan kunjungan ke Sri Lanka, mengatakan dana pinjaman tahan kedua belum dapat dikucurkan. Meski demikian, dia mengakui reformasi ekonomi yang dilakukan Sri Lanka patut untuk mendapatkan pujian.
Dilansir Al Jazeera, dalam enam bulan terakhir, Sri Lanka mengalami penurunan inflasi hingga 1,3 persen pada September. Cadangan devisa negara itu juga meningkat.
Meski begitu, pendapatan negara diperkirakan jauh dari proyeksi awal sebesar hampir 15 persen hingga akhir tahun. Hal tersebut dikhawatirkan dapat melemahkan kemampuan pemerintah Colombo untuk menyediakan layanan publik dan melemahkan jalan menuju keberlanjutan utang.
3. Fokus meningkatkan pendapatan dari pajak

Dalam siaran persnya, Peter Breuer mengatakan bahwa pendapatan negara yang jauh dari proyeksi sebagian disebabkan oleh faktor ekonomi. Dia menyarankan tiga hal untuk dilakukan yakni memperkuat administrasi perpajakan, menghapus pengecualian pajak dan secara aktif menghilangkan penghindaran pajak, katanya dikutip dari laman resminya.
Diskusi terus dilanjutkan antara IMF dengan pihak berwenang untuk terus membuat kemajuan dalam rencana mobilisasi pendapatan, upaya anti korupsi dan reformasi struktural lainnya.
Tahun lalu, Sri Lanka terjerumus ke dalam krisis ekonomi terburuk. Mereka kekurangan pasokan yang parah seperti bahan makanan, obat-obatan, bahan bakar dan lainnya. Hal itu memicu protes besar yang berujung pada tergulingnya Presiden Gotabaya Rajapaksa.
Pada April 2022, Sri Lanka menyatakan bangkrut dengan utang lebih dari 83 miliar dolar atau sekitar Rp1.292 triliun dengan lebih dari setengah utang itu berasal dari kreditor asing.