Disorot, BPS: Angka Kemiskinan Gunakan Standar Bank Dunia

Stabilitas harga pangan harus dijaga

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, metode pengukuran garis kemiskinan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) masih lebih tinggi dari rata-rata Upah Minimum Regional (UMR) provinsi dan standar Bank Dunia. Hal itu dia sampaikan untuk menanggapi berbagai pemberitaan media yang menyoroti standar angka kemiskinan.

Oleh karena itu, kata dia, pemerintah perlu menjaga stabilitas harga pangan sebagai faktor terbesar pengeluaran masyarakat miskin. "Tingkat garis kemiskinan yang ditetapkan BPS tergolong tinggi karena angka Rp401 ribu adalah angka rata-rata," kata Suhariyanto.

Seperti di Jakarta, imbuhnya, jika nilai garis kemiskinan Rp593 ribu per kapita, pengeluaran keluarga miskin dengan 4-5 orang mencapai sekira Rp3,1 juta (sedikit di bawah UMR DKI Rp3,6 juta). Ada pun nilai garis kemiskinan NTT mencapai Rp354 ribuan atau sekitar Rp2 jutaan ini masih di atas UMR Rp1,7 juta.

Baca Juga: SBY Soroti 100 Juta Orang Miskin di RI, Ini Fakta dari BPS

1. BPS mengacu pada Bank Dunia

Disorot, BPS: Angka Kemiskinan Gunakan Standar Bank DuniaBadan Pusat Statistik

BPS menghitung angka kemiskinan dari kelompok makanan dan non-makanan, bukan berdasarkan fluktuasi nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) atas rupiah--yang sekarang rata-rata Rp14.400/dolar. Melainkan, kata dia, memakai angka dolar AS pada Purchasing Power Parity (PPP). Angka konversi dolar PPP adalah banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah barang yang sama setara dengan 1 dolar di Amerika Serikat (sekitar Rp4 ribuan).

"Dengan demikian, rata-rata garis kemiskinan versi BPS jika dihitung berdasarkan standar kemiskinan ekstrem Bank Dunia sebesar 1,9 dolar PPP maka jumlahnya sudah mencapai 2,5 dolar PPP," jelas Suhariyanto.

Baca Juga: Pulau Mana yang Jumlah Orang Miskin Paling Tinggi?

2. Inflasi terkendali dan pengeluaran meningkat

Disorot, BPS: Angka Kemiskinan Gunakan Standar Bank DuniaANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Suhariyanto menjelaskan, faktor yang menyebabkan kemiskinan menurun adalah tingkat inflasi September 2017–Maret 2018 yang memang terkendali. Kemudian, rata-rata pengeluaran 40 persen lapisan ke bawah meningkat selama triwulan 2018 berkat curahan bantuan sosial.

"Program Beras Sejahtera (Rastra) juga tersalurkan bagus, nilai tukar petani juga di atas 100, meskipun begitu ada hambatan yaitu kenaikan harga beras yang tinggi. Ini sangat berpengaruh karena persentase pengaruh kemiskinan terhadap beras cukup besar. Harga pangan ini yang perlu dijaga," papar Suhariyanto.

Namun demikian, dia mengingatkan ada PR besar pemerintah bahwa masih ada ketimpangan cukup dalam antara desa dan kota serta ketimpangan antarwilayah atau provinsi. Untuk itu, perlu akselerasi program bantuan sosial dan jaminan sosial dengan pemberdayaan perekonomian masyarakat miskin.

3. Pemerintah klaim angka kemiskinan 1 digit

Disorot, BPS: Angka Kemiskinan Gunakan Standar Bank DuniaANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Baca Juga: BPS: Rokok Jadi Penyumbang Angka Kemiskinan

Seperti diketahui, pada Maret 2018, BPS mengklaim angka kemiskinan Indonesia adalah 9,82 persen dari populasi. Sebelumnya, persentase kemiskinan Indonesia selalu dua digit.

BPS mencatat, jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2018 adalah 25,95 juta orang. Angka itu menurun jika dibanding September 2017, yaitu 26,58 juta orang (10,12 persen).

Untuk bulan Maret 2018, angka rata-rata garis kemiskinan adalah Rp401.220 per kapita per bulan. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pada 2017, yang pada semester pertama (Maret) berjumlah Rp361.496 dan Rp 370.910 pada semester kedua 2017.

"BPS sejak tahun 1984 sudah melakukan survei jumlah kemiskinan pada bulan Maret dan September. Jadi tidak benar kalau kami melakukan survei saat panen raya," jelas Suhariyanto. 

Baca Juga: Jumlah Orang Miskin di Maret 2018 Paling Rendah Sejak Tahun 1999

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya