Industri Ritel Tumbuh Positif, Dorong Ekonomi RI

Jakarta, IDN Times - Peneliti Ekonomi Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani mengatakan, sektor ritel di Indonesia kini sudah mulai tumbuh seperti masa sebelum COVID-19. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang berdampak secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Jika kita lihat setelah COVID dinyatakan selesai, konsumsi itu sudah 55 persen dari jumlah gross domestic product (PDB), dan investasi sudah 30 persen. Sebenarnya (kalau digabung), investasi dan konsumsi sudah sekitar 80 persen,” kata dia pada talkshow Geliat Ekonomi & Retail Pasca Pemilu di Indonesia di Dear Clio Cafe, Plaza Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (23/2/2024).
Acara ini diadakan sebagai bagian dari perayaan peluncuran inovasi SOGO Plaza Senayan. Selain Aviliani, Direktur SOGO Indonesia, Handaka Santosa juga hadir sebagai narasumber.
Pada kesempatan ini, mereka memaparkan kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama di sektor ritel. Berikut IDN Times sajikan rangkumannya. Yuk, disimak baik-baik!
1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih bagus dari negara maju

Aviliani mengatakan, ada kemungkinan bahwa pertumbuhan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia akan lebih bagus dibandingkan negara-negara maju. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh faktor supply and demand.
“Indonesia disebut dengan Indonesia emas karena kita punya demand 70 persen itu di konsumsi,” kata dia.
Oleh karena itu, menurutnya, jika bisa dipertahankan, maka kondisi Indonesia akan masih bagus sampai 2025. Dia juga menjelaskan, bahkan negara seperti Jepang, Korea, hingga Thailand pun sudah mulai berinvestasi ke Indonesia.
“Ini katalis bahwa demand Indonesia masih bagus. Sampai 2045, kita masih punya demand yang baik,” ujarnya.
Di sisi lain, dia mengatakan bahwa ekspor-impor memiliki peran penting dalam industri ritel.
“Tinggal kebijakan pemerintah yang mengatur bagaimana ekspor dan impor bisa melindungi pengusaha domestik. Jangan sampai ekspor-impor dibiarkan begitu saja, sehingga tidak melindungi pengusaha domestik,” tutur Avialiani.
2. Kebutuhan konsumen harus diutamakan

Sementara itu, Handaka menjelaskan bahwa di dalam dunia ritel, terutama untuk perusahaan-perusahaan departement store di Indonesia seperti SOGO, salah satu hal yang selalu dipertanyakan, apakah mereka harus menjual barang impor. Sebab, bea masuk di Indonesia mencapai 25 persen, paling tinggi dibandingkan negara kawasan ASEAN lainnya.
Dia menuturkan, hal seperti bea masuk adalah apa yang menyebabkan banyak masyarakat memilih untuk belanja ke luar negeri atau menggunakan jastip (jasa titip) karena harganya lebih murah.
“Dan saya cari peluang bisnis, di mana saya bisa mendapatkan untung, supaya bisa menyerap tenaga kerja dan memajukan ekonomi kita. Itu yang kita lakukan. Bukan melakukan hal yang buruk. Kalau pemerintah ada rencana memproteksi (impor), sampai gimana proteksi?” ujarnya.
Dia menambahkan, pemerintah harus melihat big picture-nya terkait apa yang harus dilakukan dan ditetapkan. Itu karena semua pada akhirnya tergantung terhadap pilihan pelanggan.
3. Ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 5 persen pada tahun ini

Aviliani menjelaskan bahwa banyak lembaga-lembaga yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini sebesar 5 persen hingga 5,2 persen. Selain itu, inflasi diperkirakan pada kisaran 3 hingga 4 persen. Dia pun berharap pemerintah dapat menjaga angka-angka ini.
Terkait kondisi ekonomi Indonesia pascapemilu, menurutnya, apapun yang terjadi, satu putaran pemilu akan membuat investasi bergerak lebih cepat.
“Dan kita lihat memang nilai tukar sudah mulai menguat. Harga saham sudah cenderung menguat. Indikasi persepsi investor jauh lebih baik. Persepsi ini memang menunjukkan kepercayaan,” ucapnya.
Selain itu, kata dia, industri ritel akan tumbuh baik, didampingi oleh kapasitas kelas menengah Indonesia yang meningkat serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, 2024 memang tidak jauh dengan 2023, namun pertumbuhan ekonomi cenderung sebesar 5 persen.
“Tapi, kalau pemerintah buat kebijakan yang lebih baik, kita juga bisa tumbuh sampai dengan 7 persen,” ujar dia.