Inflasi AS Turun, Tarif Baru Mengintai

- Inflasi konsumen AS turun tak terduga pada Maret 2025, hanya naik 2,4 persen dari tahun sebelumnya.
- Penurunan inflasi disebabkan oleh harga bensin yang lebih murah dan penurunan harga kendaraan bekas.
- Kebijakan tarif baru Presiden Donald Trump berpotensi mengganggu tren positif ini dengan memicu kenaikan harga barang konsumsi.
Jakarta, IDN Times - Data resmi dari Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS) pada Kamis (10/4/2025), menunjukkan bahwa inflasi konsumen di AS mengalami penurunan tak terduga pada Maret. Indeks Harga Konsumen (IHK) hanya naik 2,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya, lebih rendah dari 2,8 persen pada Februari, menandai laju inflasi tahunan terendah sejak September lalu.
Penurunan ini terjadi di tengah kekhawatiran global akan kebijakan tarif baru yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump, yang mulai berlaku pada April 2025. Meski data ini memberikan sedikit kelegaan bagi konsumen, para ekonom memperingatkan bahwa kenaikan harga akibat tarif kemungkinan besar akan segera terasa, mengancam momentum disinflasi yang baru saja tercapai.
1. Penurunan harga bahan bakar dan kendaraan bekas
Penurunan inflasi pada Maret 2025 utamanya didorong oleh harga bensin yang lebih murah dan penurunan harga kendaraan bekas. Data menunjukkan harga bensin turun signifikan, sementara kendaraan bekas mengalami penurunan harga sebesar 0,7 persen, membantu menekan laju inflasi secara keseluruhan.
Namun, tidak semua sektor menunjukkan tren serupa. Harga telur, misalnya, terus melonjak akibat dampak flu burung yang mengurangi populasi ayam petelur.
“Konsumen merasakan sedikit kelegaan di pompa bensin, tapi di toko kelontong, harga telur masih bikin kaget,” kata Sarah Miller, analis ekonomi dari Bankrate, kepada media setempat, dikutip dari CNBC.
2. Tarif baru ancam kenaikan harga
Meski inflasi melandai, kebijakan tarif baru yang diberlakukan pada April 2025 berpotensi mengganggu tren ini. Tarif sebesar 10 persen untuk semua impor dan kenaikan hingga 104 persen untuk barang dari Tiongkok diperkirakan akan mendorong harga barang konsumsi, mulai dari elektronik hingga pakaian, dalam beberapa bulan ke depan. Para ekonom memperkirakan dampak tarif akan mulai terlihat pada Mei atau Juni 2025.
“Tarif ini seperti bom waktu untuk inflasi. Kami mungkin melihat harga barang melonjak 5-20 persen di ritel,” ujar Thomas Ryan, ekonom dari Capital Economics, dalam wawancara baru-baru in.
3. Ketidakpastian ekonomi ke depan
Penurunan inflasi Maret dianggap sebagai kabar baik sementara, tetapi ketidakpastian tetap membayangi. Federal Reserve, yang kini mempertahankan suku bunga di kisaran 4,25-4,5 persen, menghadapi dilema antara mengendalikan inflasi dan mencegah perlambatan ekonomi.
Minutes of Meeting The Fed pada Maret menunjukkan kekhawatiran akan risiko inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat. Konsumen dan pelaku bisnis kini bersiap menghadapi potensi kenaikan harga.
“Kami khawatir daya beli konsumen akan tergerus, terutama jika tarif terus berlanjut,” kata Elyse Ausenbaugh, kepala strategi investasi di J.P. Morgan Wealth Management. Dengan tarif yang masih berlaku dan negosiasi perdagangan yang belum jelas, stabilitas ekonomi AS berada di ujung tanduk.